Tiga Puluh sembilan

1.8K 280 69
                                    

Assalamu'alaikum semuaaa, aku mau minta maaf atas keterlambatan update dan terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini dan menunggu aku update. Terharu banget aku tuh, sampai gak percaya viewers cerita amatir yang berantakan ini sudah jauh dari ekspektasi aku 😭 😭 😭 

Terima kasiiiihh kalian. Disaat aku ketakutan, takut tidak bisa menyelesaikan cerita ini, kalian datang kasih aku vote yang banyak, komen yang banyak, bahkan ada beberapa yang DM aku untuk sekedar memberi semangat dan menagih part selanjutnya. Terima kasih, terima kasih sudah menjadi alasan aku untuk tetap konsisten menyelesaikan cerita ini. InsyaAllah akan aku selesaikan, doakan aku yaa agar tidak ada hambatan. Aamiin

Dukung cerita ini sampai selesai yaaa semuanyaa. Semoga kalian tidak bosan dan I love you so much more than words!

Selamat membaca, jangan lupa baca lagi part sebelumnya yaa! Mohon untuk menandai typo. Danke schön.

-T i g a P u l u h S e m b i l a n-

🍁🍁🍁

Cahaya terang telah menyapa. Kabut gulita telah sirna. Terbit selaksa asa yang kan menjelma.

🍁🍁🍁

"Ini Emy sahabatnya Fa," jawab Andre sambil menunjuk perempuan berkerudung hitam dalam foto tersebut. Kemudian telunjuknya beralih pada perempuan berkerudung biru muda lalu Andre menjeda ucapannya. "Dan yang ini Fa." Andre melirik Adam untuk melihat bagaimana reaksi laki-laki itu.

Adam sukses membeku. Ia kehilangan kata-katanya, dan untuk sesaat dunia Adam seakan berhenti pada satu titik, yaitu senyuman perempuan berkerudung biru muda dalam foto itu yang seperti tak asing.

Adam refleks memejamkan matanya ketika sosok perempuan melintas tanpa permisi dalam benaknya bahkan lengkap dengan senyum yang sama persis dengan senyum perempuan pada foto tersebut. Kedua alis Adam kian beradu dan ia sedikit memiringkan kepalanya saat suara perempuan itu begitu jelas ia dengar berkali-kali.

"Nama saya Balqist Fahira ..."

"Nama saya Balqist Fahira. Senang bertemu anda, Dokter Zayn." 

Jantung Adam sontak berdegup kencang saat nama Balqist Fahira terus memutari benaknya juga tak lupa wajah perempuan itu yang semakin lama semakin jelas Adam ingat.

"Balqist Fa-" Adam tercekat sebelum menyelesaikan ucapannya. Ia baru saja mengingat dan melafalkan satu nama yang ternyata pernah ia temui di Jerman. Oleh ingatan itu, Adam hampir terjatuh. Lututnya seakan tak sanggup menahan berat tubuhnya, tangannya gemetar saat sekali lagi ia melihat foto tersebut. 

"Lo gak papa kan, Dam?" Andre terkejut saat melihat Adam yang hampir terjatuh. 

"Gak papa," balas Adam seraya memaksakan senyumnya. Sejujurnya, Adam tak ingin berbohong, hanya saja ia tidak ingin membuat Andre khawatir.

Andre kemudian membiarkan Adam beristirahat, ia pikir Adam kelelahan karena seharian ini tidak istirahat dan malah menghabiskan waktunya dengan berbagi cerita masa lalu.

***

Adam mencengkram kuat tepian tempat tidur yang menjadi tumpuannya saat ini, setelah susah payah berjalan gontai untuk mencari topangan agar tubuhnya tidak terjatuh. Penglihatannya juga buram dan seolah bergerak kesana kemari yang membuat tangan kirinya memijat dahi sekuat tenaga.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now