Lima Belas

1.9K 220 55
                                    

-L i m a B e l a s-

🍁🍁🍁

Tak perlu menyalahkan, tak perlu berandai-andai. Semua telah terlukis indah pada goresan takdir-Nya Maha Cinta.

🍁🍁🍁

"Alhamdulillah, Fa sama Cenna sehat, Mama sama papa apa kabar?" tanya Fahira saat mendengar suara Yumi di telepon. Sudah satu minggu Fahira tidak menelepon ibunya itu karena kesibukannya akhir-akhir ini. Padahal rindunya pada orang tua dan tanah air telah bergumul menjadi satu.

"Alhamdulillah, Mama sama Papa baik-baik aja. Emy udah sembuh kan sekarang? Mama khawatir, siapa yang bakal ngurus Emy kalau kamu sibuk begitu," ucap Yumi, terdengar sekali bagaimana perempuan paruh baya itu begitu khawtir.

"Fa bisa kok menyempatkan. Kan dulu mama yang ajarin."

Yumi terkekeh. Putrinya memang selalu bisa diandalkan.

"Ma ... Fa kangen banget sama masakan Mama. Kemarin waktu calon mertua Emy datang menjenguk ke rumah sakit, beliau bawa nasi uduk rasanya persis rasa nasi uduk buatan Mama," kenang Fahira seraya mengingat-ingat rasa masakan ibunya.

"Masakan Mama aja yang di kangenin, Mamanya enggak?"

"Kalau aku kasih persentase, ukuran kangen aku ke mama itu seribu persen, kalau ke masakan mama cuma sembilan puluh persen laah."

Yumi tergelak. Ia pun sama rindunya dengan Fahira, bahkan lebih. Karena kecintaan orang tua sering kali melebihi kecintaan anaknya terhadap mereka.

"Cucu sholehah Mama lagi apa?"

"Cenna masih tidur Ma, disini kan masih jam enam."

"Oalah Mama lupa, Mama kira udah jam sebelas juga disana." Seketika Yumi menepuk jidat, bisa-bisanya ia lupa perbedaan waktu Indonesia dan Jerman. Padahal tadi pukul lima subuh, ia ingin menelepon Fahira.

"Fa ...." panggil Yumi lagi. "Mama mimpiin Angga semalam."

Fahira menghentikan kegiatan bersih-bersih dengan penyedot debunya lalu memilih duduk diatas kursi yang sudah di bersihkan. Kepalanya tiba-tiba berpikir, kapan ia terakhir kali memimpikan suaminya itu. Apa karena kehadiran Fabian yang wajahnya nyaris mirip dengan Angga?

"Oh ya?" Fahira berusaha tegar, ia tidak ingin Yumi khawatir karena tiba-tiba ingin membahas Angga.

"Di mimpi itu, dia datang ke rumah untuk menitipkan Cenna dan kamu. Kemudian dia bilang, katanya sudah betah di rumah barunya jadi sekarang ingin membiarkan kamu bebas sama pilihan kamu sendiri," terang Yumi sedikit bergumam karena menahan tangis. Yumi pun sama dengan Fahira, ia rindu menantunya yang dulu kerap datang ke rumahnya walau hanya sekedar menjenguk.

Fahira meremas tepian baju tidur yang masih ia kenakan. Kedua matanya terpejam, butiran panas kembali berkumpul di pelupuk mata. Hatinya seolah kembali terkoyak, pikirannya terlempar pada hari dimana ia harus menerima kenyataan bahwa Angga telah pulang pada pencipta. Bahkan tubuh kaku dengan bibir pucat dan tangan dingin yang terakhir kali ia cium, kembali melintas dalam benaknya.

Allah ... Fahira ingin menjerit. Ia tidak sanggup. Bayangan menyakitkan itu kembali hadir. Kemudian senyum Angga yang kerap Fahira temukan setiap saat kembali menari dalam benak. Gurauan Angga dengan Sienna, atau gombalan receh yang kerap Angga lontarkan padanya kembali terngiang.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now