Tiga Puluh Satu

1.4K 177 38
                                    

Assalamu'alaikum teman-teman💕
Kalian apa kabar? Semoga sehat-sehat yaa dan selalu dalam lindungan Allah ... aamiin.

Masih adakah diantara kalian yang menunggu cerita ini? Semoga ada yaa :( satu hal yang aku takutkan saat kelamaan update itu, ya kehilangan pembacaku😭

First of all, aku mau mohon maaf yang sebesar- besarnya sama kalian yang kubuat menunggu. Lebih dari satu purnama aku gak berkunjung ke dunia oren ini. Jujur, banyak sekali halangan saat aku mau benar- benar menulis.

Halangan terbesar aku itu writer block 😭 mau nangis rasanya, ketika ada keinginan untuk nulis tapi ideku seolah habis, seakan hilang, seakan meluap entah kemana, dan yang aku lakukan hanya baca cerita- cerita lain di Wattpad atau baca ulang cerita aku dari awal-- yang aku harapkan bisa mengembalikan ide-ide aku. Mungkin sebagian teman- temanku disini juga pernah merasakan WB seperti aku. Sedih sekali yaa rasanya😭😭

Kemudian beberapa minggu kebelakang aku juga sibuk UAS. Jadi sama sekali tidak sempat membuka Wattpad.

Sekali lagi maaf yaa. InsyaAllah kedepannya akan aku usahakan selalu update cerita ini. Dan InsyaAllah akan aku tamatkan apapun yang terjadi. Doakan aku yaaa man teman ....

Oh iya, aku gak akan pernah bosan untuk selalu bilang terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kalian yang selalu mendukung aku baik itu dalam bentuk vote, komen, bahkan hanya pembaca saja. Aku benar- benar beruntung bisa memiliki kalian. Sekali lagi terima kasih yaaa.

You guys such as an injection to me!💚 suntikan untuk menguatkan tekad aku untuk menyelesaikan cerita amatir ini.

Jangan lupa untuk baca kembali part sebelumnya yaa ... happy reading!

-T i g a P u l u h S a t u-

🍁🍁🍁

Perihal aku yang tak akan kemana, perihal aku yang tak mungkin menetap, dan perihal aku pula yang tak bisa selamanya, apakah kamu masih mengingatnya?

🍁🍁🍁

Seolah belum cukup sampai disitu, Fabian juga menatap Fahira tajam kemudian berkata. "Apa karena dokter ini?" tanya Fabian seraya menujuk foto tersebut dengan dagunya.

Belum sempat Fahira menjawab, Fabian sudah kembali membuka suara. "Namanya Adam Zayn Ricolaz. Benar, kan?"

Fabian tersenyum sinis saat melihat Fahira yang menatapnya dengan tatapan tercengang.

Fabian tidak perlu jawaban. Ia hanya ingin melihat reaksi Fahira ketika dirinya menyebut nama laki-laki yang sukses membuatnya penasaran setengah mati selama ia berada di London.

Fahira membelalakan matanya ketika ia melihat Adam, Sienna, dan juga dirinya dalam foto tersebut. Sejurus kemudian Fahira sadar bahwa tempat dalam foto tersebut adalah Untermainbrück. Tempat dimana dirinya dan Sienna lari pagi kemudian bertemu Adam secara tidak sengaja.

"Apa karena dokter ini?" ulang Fabian lagi sambil mengetuk layar ponsel dengan telunjuknya.

Tak perlu Fahira tanya darimana Fabian tahu tentang nama dan profesi laki-laki yang berada di foto tersebut. Sebab mudah bagi Fabian untuk mengetahui identitas seseorang tanpa butuh waktu lama.

Naungan Langit Negeri Hitler [On Going]Where stories live. Discover now