36.

40 8 18
                                    

Pukul setengah sepuluh malam, motor Zaidan baru saja keluar dari area parkiran toko buku langganannya. Kendaraan roda dua itu melaju pelan.

Hampir sepuluh menit diperjalanan tidak ada tanda-tanda akan sampai. Bisa dibayangkan sepelan apa laju motornya. Sampai akhirnya, matanya menangkap seorang gadis yang duduk di kursi halte. Kepalanya tertunduk dengan memakai Dress berwarna gelap. Mencoba tak acuh, wajah Zaidan kembali berpaling ke depan, memegang erat kemudi motornya dan melaju lebih cepat. 'Nggak liat' gumamnya terus-menerus.

'gue nggak kenal dia'

'gue nggak liat dia'

'Argh, sial!'

'gue nggak bisa ngabaiin dia gitu aja'



Setelah berperang dengan batinnya, Zaidan memilih memutar balik motornya. Ia berhenti tidak jauh dari gadis itu duduk. Zaidan melepas helmnya, meletakkannya di atas tangki motor dan melipat kedua tangannya di atas helm untuk memperhatikan gadis itu.

Hingga kemudian, Zaidan melihat seorang laki-laki mendekati gadis itu. Ia berdecak, lalu melajukan motornya mendekat tepat saat laki-laki itu duduk di sebelah Hanin.



Tinn!



Suara klakson yang Zaidan bunyikan berhasil menyita perhatian dua orang di sana. Zaidan memarkirkan motornya di depan perhentian bus dan laki-laki yang Zaidan lihat tadi bergeser menjauh dari Hanin duduk.

Zaidan bisa melihat keterkejutan di wajah sembab gadis itu, ia bahkan melihat gadis itu segera menghapus air matanya, yang menurut Zaidan percuma saja karena ia sudah tahu kalau gadis itu menangis.

"Lo Zaidan kan?"

Zaidan hanya berdehem, lalu turun dari motornya. Menyorot penuh peringatan pada laki-laki lain di sana. Dan untungnya mengerti dengan tatapan Zaidan, laki-laki itu segera pergi dari tempatnya.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Hanin, mencoba untuk terlihat baik-baik saja

"Lo ngapain di sini?" bukannya menjawab, Zaidan malah balik bertanya, "lo nggak liat ini jam berapa? di sini juga sepi, banyak orang jahat di mana-mana,"

Hanin tertunduk dengan bahu yang bergetar. Melihat hal itu Zaidan jadi tidak mengerti kenapa gadis ini malah menangis seperti itu? apa ia salah bicara? pikirnya.

"Lo...kok nangis?" tanya Zaidan berusaha menyembunyikan kepanikannya.

"pergi!"

"gue juga maunya gitu!" celetuk Zaidan spontan.

"yaudah, pergi sana! ngapain masih di sini?" pekik Hanin antara kesal dan malu

Zaidan menghela napas pelan, "gue bakal pergi, kalo lo pergi!" bodoh. Zaidan tahu apa yang ia katakan barusan benar-benar bodoh. Kenapa juga ia peduli dengan seseorang yang baru beberapa kali ditemuinya. Terlebih lagi kehadirannya di sini tidak di inginkan oleh gadis itu.

Hanin menatap Zaidan dan terdiam, kemudian menunduk kembali. Namun, yang membuat Zaidan panik adalah tangisan Hanin semakin keras.

Zaidan mendekati gadis itu, "hei! lo kenapa sih?" tanyanya risih, tentu saja risih kalau beberapa dari pengendara yang lewat malah melihat ke arah mereka.

"gue bilang pergi! lo nggak usah peduliin gue," lirih Hanin, bahunya semakin bergetar karena tangisan

Zaidan menggeleng, "gue bukannya peduli, cuma takut ada apa-apa sama lo doang. kan nggak lucu kalo besok pagi ada berita seorang gadis ditemukan meninggal di...."

AlbyNaya [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang