3.💫

32 4 0
                                    

3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







3. Curhat





🌟🌟🌟


"Kira! Tolong jangan seperti ini, tolong dengarkan papah dulu nak." Teriak Zaki, selaku papah Kira. Ia terus mengejar Kira yang saat ini terus berjalan keluar rumah. Bahkan ia sudah menaiki mobilnya dengan wajah memerah penuh emosi.

Namun saat Kira hendak menutup pintu mobil, Zaki lebih dulu mencekalnya. Membuat Kira menatap papahnya penuh dengan amarah.

"Sayang...dengerin penjelasan papah dulu." Wajah Zaki memelas menatapnya.

"Penjelasan apalagi sih?! Lepasin! Urusin aja jalang papah itu sana!"

"Kira jaga bicaramu! Dia itu calon mamah baru kamu!"

Mata Kira semakin memanas mendengar ucapan pria paruh baya di hadapannya. "Udah berapa kali aku bilang, aku.nggak.butuh.mamah.baru!"

Kira menyentak kasar tangan Zaki yang berada di pintu mobilnya. Ia segera menutup pintu mobil dengan cukup kasar setelah itu segera pergi dari rumahnya.

Kira pun tak perduli dengan teriakan Zaki yang terus menerus memanggilnya, ia tetap pergi dari sana.

Sebenarnya ia pulang ke rumah untuk beristirahat, namun lagi lagi emosinya terpancing disana karena papahnya.

Air mata Kira jatuh begitu saja. Dari kecil ia tinggal bersama papahnya, pria itu cukup baik dalam menjaganya dan memberinya kasih sayang.

Namun saat Kira menanyakan keberadaan mamahnya, papahnya itu selalu saja mengalihkan pembicaraan. Seakan akan Kira tak boleh mengetahui keberadaan mamahnya.

Sempat sesekali Kira sampai mengancam papahnya karena ingin tahu tentang mamahnya. Namun papahnya itu malah balik emosi dan memarahinya, kemudian pria itu mengunci Kira di dalam kamar sebagai hukuman.

Kira sendiri sampai saat ini tidak tahu siapa ibu kandungnya. Ia pun sudah melupakannya, karena papahnya yang pasti akan selalu marah jika Kira terus menanyakan keberadaan mamahnya.

Papahnya itu adalah sosok ayah yang sangat ia banggakan. Pria itu sangat menyayanginya dari kecil, dia tak pernah membentak ataupun kasar pada Kira.

Kira juga sudah nyaman walaupun hanya ada papahnya di sampingnya. Karena pria itu begitu menyayangi Kira, sampai akhirnya papahnya itu membawa seorang perempuan dan mengenalinya pada Kira sebagai calon mamah barunya.

Jelas Kira tak menerimanya. Hidupnya sudah sangat bahagia hanya bersama papahnya. Ia tak mau ada seorang pun yang merusak kebahagiaan itu.

Sampai kapan pun Kira tak rela!

Kira memarkirkan mobilnya di perkarangan sebuah rumah yang sama dengan ukuran rumahnya.

Kira keluar dari mobilnya dengan wajahnya yang memerah dan matanya yang sembab akibat menangis. Ia segera memasuki rumah itu, dan mencari seseorang di dalam rumah itu.

"Kira? Kok kamu pulang jam seg__" ucapan orang itu terpotong, karena Kira tiba tiba memeluknya dan menumpahkan tangisannya dalam pelukan orang itu.

"Bundaaaa...hiks....papah jahat bun..."

Orang yang di sebutnya bunda itu mengelus punggung Kira dengan sayang.

"Papah kamu emangnya kenapa Kir? Coba cerita sama bunda."

Kira melepaskan pelukannya, ia menghapus air mata di pipinya.

"Coba duduk dulu, bunda ambilin minum dulu ya biar sedikit tenang Kiranya." Kira mengangguk, ia duduk di salah satu sofa ruang tamu. Sedangkan wanita yang ia sebut bunda itu berlalu ke dapur.

Sebenarnya, wanita yang ia sebut bunda itu adalah bundanya Manda.

Ya, perempuan itu mempunyai kehidupan yang membuat orang lain iri. Termasuk Kira dan Ava.

Bagaimana tidak? mempunyai keluarga harmonis, papahnya seorang pengusaha sukses, siswa terpintar seangkatan, dan juga wajahnya yang sangat cantik.

Membuat siapa pun yang mengetahuinya iri. Namun, tak ada manusia di dunia ini yang sempurna bukan? Manda pun sama, ia juga pasti mempunyai masalah seperti orang orang. Namun perempuan itu cukup pintar dalam menyembunyikannya.

Ina, alias bundanya Manda kembali ke ruang tamu dengan segelas air putih dan beberapa cemilan.

"Nih, coba di makan sama di minum dulu."

Kira meminum air putih dan beberapa cemilan. Setelah di rasa perasaannya sudah sedikit lebih baik, Kira bercerita tentang papahnya pada bundanya Manda.

Kira memang suka begitu, ia suka curhat pada bundanya Manda. Karena hanya bundanya Manda yang dapat mengerti perasaannya.

"Bunda ngerti sama perasaan kamu, tapi kamu juga harus ngertiin perasaan papah kamu Kir." Tangan Ina masih setia mengelus rambut panjang Kira.

Kira mengernyitkan keningnya bingung. "Maksud bunda? Aku harus ngebiarin papah nikah lagi? Cuma papah bun...cuma papah laki laki di dunia ini yang aku percaya, tapi nyatanya...."

"Papah kamu udah ngurus kamu sendiri dari kamu kecil. Menurut bunda, dia memang laki laki yang sangat kuat. Pernah nggak, waktu kamu kecil dia kepikiran nikah lagi? Mungkin keputusannya ini sudah ia pikirkan matang matang Kir, kamu coba aja jalanin dulu. Kamu kan udah gede, dan papah kamu pun butuh seorang wanita yang selalu ada di sampingnya."

"Apa hidup berdua sama aku aja nggak bisa bun? Dari dulu kita udah ngehabisin waktu berdua bun. Papah dulu sering banget luangin waktunya buat ngajak aku jalan, ataupun main. Tapi semenjak kenal jalang itu, papah jadi berubah."

"Kira! Nggak boleh ngomong gitu dong sayang," tegur Bunda Ina.

"Habis aku kesel bun, gara gara ada perempuan itu. Papah jadi telat pulangnya, terus nggak pernah bisa makan bareng aku kayak dulu lagi." Kira menghapus kasar air matanya. Ia sangat merindukan momen hangat bersama papahnya dulu.

"Udah sayang, kalau emang itu keputusan papah kamu. Kamu harus mulai menerima, karena cepat atau lambat kamu pasti akan menikah nanti. Kamu juga pasti bakal ninggalin papah kamu kan?"

Ucapan bunda Ina membuat Kira terdiam. Ina langsung menarik Kira ke dalam pelukannya. Ina tahu, bagaimana perasaan Kira sekarang. Ina sendiri hanya bisa menenangkan dan memberi sedikit masukan yang baik untuk Kira.

"Sekarang kamu istirahat gih di kamar Manda, nanti bunda bikinin teh anget," Ujar Ina. Setelah melepaskan pelukannya.

Kira mengangguk seraya tersenyum kecil. "Makasih ya bun, bunda selalu ada di saat aku butuh kasih sayang seorang ibu."

Ina tersenyum hangat pada Kira, tangan wanita itu mengelus lembut rambut Kira. "Anytime, sayang. Bunda ke dapur dulu ya."

Kira mengangguk lagi. Setelah Ina pergi ke dapur, ia segera beranjak ke atas. Lebih tepatnya ke kamar Manda.


























••••
TBC:)

Dikit ya? Next ga? Vote sama komennya mana? Yang baca sama yang vote ga seimbang masa:(
Tapi makasih buat yang udah vote dan komen❤️

OUR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang