Dia?

4.4K 311 3
                                    

Pagi yang indah, seindah suasana hati ku sekarang. Dengan balutan seragam putih abu-abu longgar dan jilbab panjang menutupi dada, aku siap untuk memulai hari.

Aku menenteng sepatu dan tas ku keluar kamar. Mata ku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi.

"Masih ada waktu untuk masak," gumamku.

Dengan cekatan aku membuka kulkas yang ternyata tidak ada isinya sama sekali.

"Astaghfirullah, Kayla lupa beli sayuran kemarin. Terus sarapan apa ya?"

Mataku memindai ke sekeliling, siapa tahu aku menemukan sesuatu yang dapat aku dan Mas Darren makan.

"Roti tawar? Baiklah, sarapan roti saja kalau begitu."

Aku mengambil dua helai roti dan mengoleskan selai coklat di dalamnya. Tak lupa aku menyiapkan juga untuk Mas Darren. Setelah semua beres, aku mengetuk pintu kamarnya.

Tok..tok..tok

"Mas! Bangun! Sarapan dulu!"

Aku menjadi khawatir karena Mas Darren tidak segera membuka pintunya. Aku takut terjadi apa-apa dengannya. Apalagi kakinya belum sembuh total. Dengan ragu, aku membuka pintunya. Ternyata tidak terkunci.

Mata ku menelisik ke dalam kamarnya. Gelap. Lampu dimatikan dan gorden kamar yang masih tertutup, dengan Mas Darren yang tidak ada di ranjang.

Segera aku menghidupkan saklar lampu, dan tempat tidur berantakan lah yang menarik perhatianku. Aku menggeleng pelan dan mulai merapikannya. Gorden sudah ku buka lebar, hingga terlihat gedung-gedung tinggi.

"Sedang apa di sini?"

Aku berbalik dan menemukan Mas Darren dengan rambut basahnya. Aku menelan ludah gugup.

"Kayla sudah siapkan sarapan. Tapi maaf, Kayla cuma buat roti saja. Karena di kulkas tidak ada bahan masakan."

Aku mengamati semua apa yang dilakukan Darren. Mulai dari mengancingkan baju, memakai jas dan mengenakan jam tangan.

"Tidak masalah."

Darren berjalan ke arah ku. "Nanti setelah pulang sekolah, kamu bisa pergi ke swalayan sendiri kan? Ini kartu untukmu. Beli apa yang kamu butuhkan dengan ini."

Aku memegang kartu berwarna hitam yang diberikan Darren dengan bingung. "Apa ini semacam kartu kredit?"

Darren terkekeh kecil. "Iya semacam itu."

Aku hanya mengangguk-angguk sambil membolak-balikkan kartu di tanganku.

"Kamu simpan kartu itu baik-baik."

🍁🍁🍁

"Ayo! Aku antar."

Aku mendongak dan melihat suami ku yang tersenyum kepadaku. "Tidak usah, Mas. Kayla bisa berangkat menggunakan taksi online."

Ekspresi Mas Darren seketika berubah datar. "Baiklah, kalau kamu mau terlambat datang ke sekolah."

Spontan aku melihat jam tangan yang melingkar di tangan ku, menunjukkan pukul tujuh kurang dua puluh menit. Seketika aku langsung berlari menyusul Darren.

"Mas! Kayla ikut!"

🍁🍁🍁

"Mas, turunin Kayla di situ!"

Mas Darren mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Bukannya sekolahmu masih di depan sana?"

Aku memilin jilbab ku cemas. "Kayla takut ketahuan sama anak-anak lain, kalau mereka tahu Kayla berangkat diantar sama Mas Darren."

Married with Mr. Bule [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang