Second

1.7K 181 13
                                    

A/N
Khusus untuk hari ini, aku double up💜





Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[130621]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Adakalanya aku berpikir tentang keadilan Tuhan” batin Taehyung.

Dibanding dengan kakak kembarnya, yang lahir sepuluh menit lebih cepat, Taehyung dianugrahi IQ dan paras yang jauh lebih tampan daripada kakak laki-lakinya itu. Tuhan memberikannya berbagai kelebihan dan hal itulah yang membuat sang kakak tidak bisa menghindarkan kepalanya untuk berpikir tentang ketidakadilan.

Hari ini pun, kehadiran Jimin ditempat Taehyung bekerja yakni kantor kejaksaan, berhasil menyihir salah seorang senior Taehyung disana. Caranya? Dengan hanya menggunakan pesonanya saja. Keahlian khusus yang dimiliki Jimin, yang secara penampilan dan isi kepala, pria itu biasa-biasa saja kecuali wajahnya yang sangat cantik dan manis ditambah lekuk tubuh dan proporsi tubuhnya yang sangat bagus melebihi wanita maupun pihak bawah manapun.

Taehyung beranggapan tidak ada keahlian seperti itu di dunia ini. Untuk orang lain, mungkin kemampuan Jimin berada di luar logika mereka. Tapi, Jimin dengan keistimewaannya itu bisa mengubah dan menciptakan keadaan baru yang sesuai dengan yang dikatakannya. Bahkan, kemungkinan besar kemampuan Jimin itu akan membuatnya bisa terus bertahan hidup walaupun dirinya dilempar ke tengah-tengah padang pasir.

Jimin sendiri tidak pernah menyadari kemampuannya itu. Tapi, sebagai orang terdekat pria mungil itu, Taehyung tahu. Bahkan dirinya harus berusaha sedemikian rupa untuk menyadarkan temannya sendiri yang sedang terpana melihat Jimin. Sebagai contoh, yang terjadi pada Eun Yoo -seniornya- tadi. Tampaknya ia masih tidak akan bisa lepas dari pesona pria mungil itu. Bahkan mungkin selama beberapa saat, ia tidak akan memiliki selera makan. Entah mantra apa yang merasuki pria tinggi itu.

Taehyung hanya bisa tersenyum kecil melihat Jimin yang melangkah menjauh dengan penuh energi.

🐥🐰

Jimin kembali sibuk dengan pikirannya. Hal itu selalu terjadi setiap baru saja berpisah dengan adiknya. Pasti selama ini Tuhan hanya bercanda. Karena kalau tidak, bagaimana mungkin dirinya dan Taehyung memiliki terlalu banyak perbedaan? Padahal mereka tumbuh di dalam perut yang sama.

“Rasanya sangat tidak adil karena untuk ukuran seorang laki-laki, wajah Taehyung terlihat sangat sempurna, seolah-olah Tuhan sangat berpikir keras saat menciptakan Taehyung. Andai saja saat menciptakan diriku, Tuhan membuatku sama seperti Taehyung atau setidaknya setengah darinya saja, pasti akan menyenangkan sekali. Atau kalau Tuhan sudah menganugrahi Taehyung dengan wajah yang tampan, paling tidak seharusnya Tuhan memberikan kebijaksanaan padaku. Tapi, kenyataannya Tuhan memberikan dua hal itu kepada Taehyung. Padahal disaat yang sama aku tumbuh bersamanya di dalam perut yang sama. Sudahlah. Dunia memang penuh dengan ketidakadilan Jimin hanya bisa menyimpan semua keluhannya tentang ketidakadilan Tuhan dan orangtuanya dalam hati saja.

Lagipula, mau bagaimana lagi. Jimin sudah terlanjur terbiasa dengan kenyataan yang ada di hadapannya itu sejak dirinya masih kecil. Pria mungil itu terus berpikir dan mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri di depan sebuah lampu lalu lintas.

Saat  itu, Jimin melihat seorang anak kecil berusia sekitar lima atau enam tahun yang tiba-tiba saja berlari cepat di tengah jalan raya yang sedang ramai. Anak itu sama sekali tidak tampak takut dan terus berlari. Selama ini Jimin selalu menganggap dirinya memiliki respon motorik yang lambat. Tapi, yang terjadi saat ini berbeda. Jimin menggerakkan tubuhnya dengan cepat seperti ada jiwa pahlawan yang membara di dalam tubuhnya. Jimin berlari tanpa memedulikan bunyi klakson mobil-mobil yang sedang melintas. Dalam waktu singkat, Jimin dan anak kecil itu berguling di tengah jalan.

Musim panas yang menyengat. Teriknya matahari terasa menusuk mata.

Apakah warna langit seputih itu?”

Tak lama warna putih itu tergantikan dengan warna hitam. Jimin sempat tidak bisa melihat apa-apa, tapi ia bisa merasakan sesuatu bergerak di dalam pelukannya. Samar-samar bunyi klakson menghampiri indra pendengaran Jimin. Rasa-rasanya sumber bunyi itu datang dari jauh. Tidak hanya itu, aroma ban yang bergesekan dengan aspal tercium jelas di hidungnya, begitu juga dengan suara yang datang dari kerumunan orang-orang. Walau pakaian melapisi tubuhnya, pria mungil itu bisa merasakan panasnya aspal yang sudah terpapar sinar matahari sepanjang hari ini.

Sepertinya aku belum mati” batinnya.

Dari berbagai sudut, tubuhnya memberi sinyal bahwa ia masih hidup. Jimin merasa lega. Ia berusaha membuka mata dan melawan teriknya sinar matahari yang menerpanya saat itu.

“Kau tidak apa-apa?”

Jimin bertanya kepada anak kecil yang ada di dalam pelukannya. Di hadapannya ada mobil pribadi berwarna putih yang berhenti. Dengan wajah pucat pasi, pengendara mobil itu memandangi mereka. Anak kecil itu mengangguk lemah. Wajahnya juga tampak pucat. Tapi, anak itu baik-baik saja. Sang pengendara mobil yang telah berhasil mengendalikan dirinya lagi itu langsung memaki Jimin.

Noona…! Kau seharusnya bisa menjaga anakmu dengan baik! Apa kau sudah gila?!”

“Noona? Sulit dipercaya. Aku tidak mendengar sebutan itu. Ada orang yang mengatakan aku wanita saja, aku bisa mengamuk. Apalagi ini, dia memanggilku noona?! Hah?! Dasar buta! Berani sekali memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan memaafkannya! Seharusnya dengan melihat penampilanku saja, dia tahu kalau aku ini pria. Sampai mati pun aku tidak akan bisa memaafkannya karena sudah memanggilku dengan sebutan itu!”

Entah kenapa, semua orang yang pertama kali melihatnya selalu menagtakan kalau dia ini seorang wanita. Sungguh, rasanya sangat menyeramkan. Itulah yang dirasakan oleh Jimin. Sekarang ini, sebutan ‘noona’ sudah sangat sering ia dengar dan itu membuatnya kesal.

Noona? Ajeossi….siapa yang kau panggil dengan noona? Aku ini seorang pria! Seharusnya kalau Anda tahu ada seorang anak kecil, Anda menghentikan mobil. Ajeossi ini sebenarnya tahu tidak, cara menyetir mobil dengan baik dan benar? Seharusnya Anda tahu kalau pejalan kaki adalah prioritas. Kalau sesuatu terjadi pada anak ini, jangan pernah berniat melarikan diri dan tidak bertanggung jawab. Awas saja!”

Pria mungil itu menatap si pengemudi mobil dengan tajam dan bicara dengan keras tanpa henti. Setelah tertegun, pria itu akhirnya hanya bisa menjawab dengan, “Aku tidak bermaksud begitu”, lalu melangkah mundur. Orang-orang yang ikut berkerumun di tengah jalan pun mencoba menenangkan pria mungil itu.

Agassi. Sebaiknya Anda segera membawanya ke rumah sakit”

Seolah-olah sebutan ‘noona’ masih kurang menyakiti perasaan Jimin, sekarang ada yang menyebutnya dengan ‘Agassi’. Sebutan itu tidak membuat suasana hati pria mungil itu membaik. Jimin baru akan menggulung lengan bajunya sampai akhirnya menyadari keadaannya saat itu.

Memangnya tampangku ini seperti wanita, sampai-sampai mereka mengiraku sebagai kakak dan ibu anak ini? Ada apa dengan mereka….”

Jimin memperhatikan sekujur tubuhnya yang penuh memar dan luka dengan raut wajah yang mengeras. Semua karena ia baru saja bersentuhan dengan aspal. Di saat itulah, Jimin mulai merasakan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya dan kemudian jatuh pingsan.






To be continued...

My Beautiful Witch [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang