s e n i n p a g i

293 43 2
                                    


"Bersyukur sama apa yang lo makan sekarang, atau ga lu bakal gue cocokin makanan yang pahitnya hampir sama, sama pahitnya kehidupan lu." -Nadine yang ngefly karena makan seporsi salad hasil uji coba .

•••

Tadi malam sebelum tidur, Nadine berdoa semoga senin paginya kali ini akan menjadi senin pagi yang indah.

Tapi sepertinya doa Nadine itu tidak terkabul. Karena pagi ini, saat jam masih menunjukkan pukul enam pagi, Tami sudah berada didepan pintu kamar Nadine.

Tami menatap pintu didepannya sebentar, lalu menghela napas panjang sebelum akhirnya masuk ke kamar itu.

Dia harus nguatin hati dan mental buat ngehadapin Nadine yang pasti lagi mode sinis sama dia.

Bukannya menemukan Nadine, Tami malah mendapati tempat tidur Nadine masih tertata rapi, seperti belum pernah ditiduri ataupun diduduki sama sekali.

Ga mungkinkan Nadine udah berangkat sekolah, orang jam tujuh aja masih disebut subuh sama gadis itu.

Dengan optimis Tami mengecek kamar mandi Nadine, berharap gadis itu berada disana.

Tami menghela napas begitu menemukan kamar mandi Nadine kosong, sepertinya gadis itu memang sudah berangkat.

Tami berbalik dan ia terperanjat saat menemukan tubuh Nadine yang tidur meringkuk dengan tergulung selimut disofa samping pintu kamar gadis itu.

Seharusnya Tami tidak perlu terkejut mengingat semua tingkah absurd Nadine selama ini, tapi tidak dengan tidur sofa juga kan. Untuk apa ia punya kasur lebar dan empuk dikamarnya kalau ujung-ujungnya dia tidur disofa kecil yang cuma bisa diduduki satu orang itu.

Tami menghela napas dan berjalan mendekati gadis itu, "Nadine." Ia menggoyang tubuh Nadine pelan.

Tak ada respon dari gadis itu.

Tami kembali menggoyang tubuh Nadine pelan, "bangun Na."

Nadine tak merespon perintah Tami, ia justru semakin menyamankan posisi tidurnya.

"Nadine bangun." Kali ini Tami mengguncang tubuh Nadine lebih kuat.

"Iya nanti." Balas Nadine dengan mata yang terpejam.

"Bangun Nadine. Udah jam enam, nanti keburu telat." Tami sedikit menurunkan selimut Nadine.

Nadine membalas ucapan Tami dengan erangan seraya menaiki selimutnya yang turun tanpa membuka matanya dan juga menyamankan posisi tidurnya.

"Nadine bangun." Tami menarik paksa selimut Nadine dan membuang selimut itu kasar

Nadine mengrenggangkan badannya, lalu duduk dan menatap mbaknya itu malas, "apaan sih, masih jam enam juga. Aku masih ngantuk mbak."

"Bangun habis tu mandi." Tami berdiri didepan Nadine sambil berkacak pinggang.

Bukan Nadine namanya jika langsung menurut. Gadis itu malah mengabaikan perintah Tami dan mengucek matanya.

"Mandi Nadine." Titah Tami menunjuk kamar mandi Nadine yang pintunya terbuka.

Nadine berdecak, "iya, iya, ini mandi." Ia masuk ke kamar mandi, meninggalkan Tami yang masih menatapnya.

Tami mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Ia pikir kamar Nadine akan berantakan mengingat bagaimana berantakannya gadis itu, tapi sepertinya ia salah. Kamar Nadine bersih dan semua barang dikamar ini tertata rapi.

Yang tidak gadis itu ketahui sebenernya adalah jika kamar Nadine sudah dibersihkan lebih dulu oleh Bi Asih tepat sebelum dia datang. Makanya rapi.

Hingga mata Tami terpaku pada tas Nadine yang ada dimeja belajar, ia berjalan kearah meja belajar Nadine, membuka tas gadis itu dan tercenga begitu melihat isi tas Nadine yang hanya terdapat dua buku tulis, satu pulpen, dan satu buku soal yang pastinya Nadine dapat dari lesnya.

SAPRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang