m a n g g a

289 43 4
                                    


"Kita boleh berekpetasi tinggi. Tapi jangan sampe lupa, kalau udah ada tuhan yang udah ngatur itu semua." -Nadine, manusia yang udah berkali-kali dijatuhkan oleh ekspetasi.

•••

"Saya enggak bolos bapak." Bantah Nadine berulang kali.

Sudah berkali-kali ia katakan jika ia tidak berniat bolos, tapi tetap saja guru botak di depannya ini tidak percaya dan terus menuduhnya bolos.

"Jadi kenapa kamu ada dibelakang Nadine." Balas Pak Bondan geram.

"Saya telat bapak, mau masuk. Didepan ga dikasih masuk ya saya masuk dari belakang dong." Jelas Nadine sedikit emosi.

"Temboknya kamu panjat?" Tanya pak Bondan memastikan, karena seingatnya tangga yang biasa digunakan untuk membolos sudah ia sembunyikan.

"Dibelakang kan ada tangga bapak. Masa bapak ga tau sih." Jawab Nadine polos.

"Oh ya?"

Nadine mengangguk, "iya."

"Terus kalau mau masuk kenapa kamu nangkring diatas pohon tadi?"

Nadine berpikir sejenak, mengingat apa yang ia lakukan diatas pohon tadi, "oh itu, tadi pas saya diatas pohon saya kan mau turun tuh kan. Terus mata saya gak sengaja tuh lihat ada mangga mateng disitu, daripada mubazir kan mending saya ambil pak."

Pak Bondan mengangguk, mengiyakan saja alasan Nadine.

"Kalau gitu mangga nya sekarang dimana?"

"Ini ditas saya." Nadine mengangkat tasnya yang sebelumnya ia letak disebelahnya.

Nadine memeriksa tasnya, "bapak mau? Rencana nya sih tadi mangganya mau saya rujak dikelas. Tapi kalau bapak mau ya ini saya kasih."

Nadine mengeluarkan mangga yang ada ditasnya satu per satu.

"Bapak mau berapa? Saya ada enam nih."

"Dua aja."

"Permisi." Suara dari arah pintu menarik atensi keduanya.

"Masuk."

Bara yang berada di depan pintu pun melangkah memasuki ruangan itu dan duduk disamping Nadine yang memilah mangga.

"Hai om, mau mangga ga?" Tanya nya mengangkat satu mangga yang ia pegang.

"Wali Nadine?"

Bara mengegeleng, "Iya pak." Ucapnya pada pak Bondan.

"Kok om yang dateng, daddy mana?" Tanya Nadine.

"Daddy kamu sibuk."

"Mommy?" Tanya Nadine lagi.

"Ada urusan katanya, om ga tau. Udah kamu diem aja." Suruhnya pada Nadine.

Nadine pun menurut, gadis itu diam menyimak memperhatikan obrolan kedua pria itu.

Kedua pria beda usia itu larut dalam obrolan mereka menghiraukan suara perut Nadine yang sedari tadi berbunyi.

"Bapak ada pisau ga?" Celutuknya tiba-tiba memotong obrolan kedua pria itu.

Nadine mah ga perduli, ia sudah lapar begitu pula dengan perutnya yang dari tadi terus berbunyi. Dari pada dia mati kelaparankan mending dia makan mangga yang tadi ia ambil sebagai pengganjal.

"Itu," pak Bondan menunjuk meja yang ada disudut ruangan, "punya bapak sekalian kupaskan ya Nadine."

"Oke bapak."

SAPRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang