s i b l i n g s t i m e p t . 2

251 38 6
                                    


"Kalau hemat pangkal kaya otomatis boros pangkal miskin. Misalkan yang boros itu sultan, apa iya dia jadi miskin?" -question of the day, from Juna yang hobi banget nambahin beban pikiran.

•••

Pagi minggu ini hujan, menghasilkan hawa dingin yang membuat siapa pun malas untuk bangkit dari tempat tidur.

Seperti Nadine sekarang. Walaupun tubuhnya dijepit manusia-manusia berbadan besar, ia tak merasa terganggu, justru ia merasa nyaman. Karena tubuh besar adik-adiknya itu hangat, enak buat dijadiin guling.

Kalau saja handphone Nadine tak berbunyi, bisa dipastikan kalau keempat manusia itu tak ada satu pun yang akan bangun dari tidur mereka satu harian ini.

"Kak handphone gue." Bilang Nadine pada Nathan yang tidur dikarpet.

"Angkat sendiri." Nathan merubah posisinya membelakangi tempat tidur, tempat simana adik-adiknya tidur.

"Ga bisa, gue kejepit." Adu Nadine bersamaan dengan Juna yang menjadikannya guling.

Dengan malas Nathan duduk, meraih handphone Nadine dinakas dan mengangkat telpon itu tanpa melihat id kontak si penelpon.

"Halo?" Ujarnya dengan suara serak khas bangun tidur.

"Dimana?" Tanya Devin dari sebrang sana.

"Diapart." Jawab Nathan.

Nadine mendudukkan tubuhnya dengan susah payah, setelah sebelumnya mendorong tubuh kedua adiknya itu sedikit menjauh darinya.

"Sama siapa?"

"Siapa?" Tanya Nadine pelan.

"Bang Devin," ujar Nathan pada Nadine, "sama adek-adek gue lah."

"Tau Tami dimana ga?" Terdengar suara gaduh dari sebrang sana.

"Ya mana gue tau, terakhir liat dia aja tadi malam sebelum gue nyusul Nana." Jawab Nathan sedikit nyolot.

"Ya biasa aja dong. Oh ya, nanti sore ngumpul di rumah opa."

"Hm." Dehem Nathan lalu memutuskan telpon itu.

Nathan berdiri, meletakkan handphone itu kembali ke nakas, lalu merebahkan tubuhnya disamping Nadine dan mendorong tubuh Juan dari kasur, membuat cowok itu jatuh ke lantai.

"Shit." Umpat Juan refleks.

"Masih pagi, jangan nodai pagi suci gue." Ujar Nathan acuh, mengabaikan Juan yang kini berdiri dibelakangnya sambil menatapnya marah.

Nadine berdiri, menepuk tempat duduknya tadi, "sini kalau mau lanjut tidur lagi."

"Lo mau kemana?" Tanya Juna dari atas tempat tidur pada Nadine yang kini tengah menguncir rambutnya.

Nadine berjalan kearah lemari, "mau belanja ke supermarket yang disebrang."

Melihat Nadine memakai hoodie, Juan pun ikutan mengambil jaket yang ada di lemari itu dan memakainya.

"Gue ikut." Ujar Juan sebelum masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka.

"Gue juga. Tungguin." Sahut Juna bangkit dari tempat tidur dan ikut masuk ke kamar mandi.

Mendengar suara ribut dari kamar mandi, membuat senyum Nadine mengembang. Jarang sekali ia melihat sikembar kompak, karena biasanya kan mereka ribut mulu.

Nadine mengambil satu jaket untuk Juna dari lemari, lalu berjalan menghampiri Nathan dikasur.

"Kak bagi duit." Pintanya sambil membuka mata Nathan paksa.

Nathan menepis tangan Nadine pelan, "ambil didompet gue."

"Ini dompetnya kan." Juna mengangkat dompet kulit yang tergeletak diatas nakas.

Nadine berjalan menghampiri Juna, melempar jaket yang ada ditangannya ke Juna dan mengambil dompet itu dari tangan adiknya itu.

"Ayo kita, foya-foya."

•••

Nathan menghela napas, "udah berapa kali gue bilang, kalau mau jajan itu secukupnya aja. Jangan ngikutin selera, semuanya diambil. Lagian kalian beli sebanyak itu juga enggak bakal habis semua kan. Diluar sana cari uang itu susah. Lah kalian malah gampang banget hambur-hamburin uang. Dikira cari uang ambil petik gitu aja, kek daun." Ocehnya panjang lebar sambil berkacak pinggang.

Nathan menatap adik nya itu satu persatu, ga habis pikir dia, gimana bisa adeknya tiga biji, ngabisin uang hampir lima ratus ribu cuma buat beli cemilan doang.

Nathan sebenarnya ga masalah kalau adeknya ngabisin uang dia seberapa banyak, tapi masalahnya ini masih pagi dan mereka belum ada makan nasi sama sekali pagi ini.

"Denger ga?" Tanya Nathan pada ketiga adiknya yang kini hanya diam menunduk mendengarkannya mengoceh.

Ga tau emang serius dengerin atau cuma formalitas aja.

"Iya." Jawab Nadine mewakili sikembar.

"La-"

Ting tong

Suara bel berbunyi memotong ucapan Nathan.

"Lain kali jangan gitu lagi." Bilang Nathan mengabaikan suara bel tadi.

"Iy-"

Ting tong ting tong ting tong

Bel itu kembali berbunyi berkali-kali.

"Bukain tuh pintu, ribut amat. Bertamu kok ga punya sopan santun." Suruh Nathan pada ketiga manusia didepannya.

Ketiganya saling bertatapan, saling menyuruh satu sama lain melalui tatapan mereka.

Nadine menyenggol Juna menggunakan sikunya, "bukain." Suruhnya dengan suara pelan.

Juna mengangkat tangannya, "siapa?" Tanyanya pada Nathan.

"Nadine." Nathan mendudukkan tubuhnya disofa single samping adik-adiknya.

Nadine menunjuk dirinya sendiri, "gue? Kok jadi gue sih."

"Juna, buka." Nathan memijat pangkal hidungnya.

Sakit banget kepalanya ngurusin tiga adek yang kelakuannnya persis kayak hewan baru keluar kandang, liar tak terkendali.

"Mager." Ucap Juna sambil menyenderkan tubuhnya ke punggung sofa.

Melihat kedua saudaranya yang kelihatannya ga bakalan bangkit, Juan pun mengalah. Ia berdiri dan berjalan kearah pintu. Membukakan pintu dengan perasaan yang sedikit dongkol, ada perlu apa coba pagi-pagi bertamu, mana lagi hujan.

"Emang ya adek gue yang punya adab cuma Juan doang." Sindir Nathan pada Nadine dan Juna.

"Kakak lu tuh suka ga ngaca." Bisik Nadine pada Juna sambil menyenggol adiknya itu.

"Kakak gue kakak lu juga bege." Balas Juna malas.

"Juan, siapa?" Tanya Nathan sedikit berteriak.

Tak ada balasan dari Juan.

"Buka gitu aja kok lama amat, Juna, susulin." Suruh Nathan menyenggol kaki Juna menggunakan kakinya.

Dengan malas Juna bangkit dan berjalan kearah pintu, "Juan, why are you so-O!"

Seketika ia membatu ditempat.

Melihat Juna yang terdiam didepan pintu Nathan pun bangkit menyusul Juna diikuti Nadine yang kepo dibelakangnya.

"Ada apa?" Nathan berdiri disamping Juna dan langsung terdiam melihat perempuan yang berdiri didepan pintu.

"Loh mbak." Nadine mengerutkan keningnya melihat penampilan mbaknya yang biasanya rapi, menjadi berantakan seperti ini.

~Kkeut

SAPRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang