"Jangan marah kalo dikatain jelek. Inget, muka lo emang jelek."
-Tama, siluman es•••
📍SMA Harapan Pelita
"Opa ngapain nyuruh Nadine ke sekolah? Opa ingat gak sih, kalau Nadine tuh lagi di skors." Tanya gadis dengan baju rumahan itu pada pria blasteran yang duduk didepannya.
"Kali ini apa?" Pria dengan setelan jas rapi itu berdiri.
"Biasalah." Ujar gadis itu santai.
"Nadine!"
Nadine memutar bola matanya malas, "Biasa, kasus berlapis, ketauan terlambat lalu bolos. Padahal sebelum bolos Nadine udah pamit dulu lho."
Berbeda dengan nada bicaranya yang terkesan santai dan cuek, jantungnya justru berdetak kencang. Pasalnya, yang berdiri dihadapannya saat ini adalah seorang Bramastia Sandjaya, kakeknya yang terkenal seram, apa lagi jika pawangnya tidak ada, maka seramnya akan menjadi berkali-kali lipat.
"Nadine Agleyssa Sandjaya," Bram membaca buku catatan bk Nadine, "terlambat, membuat onar dikantin, membolos, membuat rusuh di laboratorium, mengganggu adik kelas, dan memanjat tembok belakang sekolah?" Pria itu menatap Nadine dengan tatapan bertanya.
"Tangganya gak ada, ya dipanjat dong biar bisa bolos."
"Kalau tangganya gak ada, ya gausah bolos. Kamu itu perempuan bukan monyet beti-"
"Semua orang juga tau kalau Nadine itu manusia bukan monyet." Potongnya dengan muka serius.
Pria berusia tujuh puluh tahunan itu menghela nafas, menahan emosinya yang sudah memuncak. "Berhenti membuat masalah dan berprilakulah seperti seorang gadis remaja berusia 17 tahun pada umum nya. Jika opa tau kamu buat masalah lagi, maka persiapkan diri mu untuk pindah ke sekolah asrama. Paham?!" Tekan pria itu tegas yang dibalas anggukan terpaksa oleh Nadine.
"Pul-"
"Opa, hukuman Bintang kapan selesai?" Tanya cowok yang menyebut dirinya Bintang tadi tiba-tiba, setelah sebelumnya masuk keruangan itu tanpa permisi.
"Kau sudah merasa dewasa sehingga melupakan tata krama Bintang?" Pria itu menatap cowok itu tajam.
"Tapi opa, ini tuh urgent, Bintang bener-bener butuh motor Bintang sekarang juga." Bintang berdiri dengan menumpukan tangannya pada meja kerja kakeknya itu.
Nadine menusuk-nusuk tangan Bintang yang berada disampingnya berulang kali, mencoba menarik perhatian cowok itu.
"Paan?" Bintang mengangkat sebelah alisnya.
Nadine bangkit dari duduknya, berdiri menghadap Bintang, lalu dengan tak berperasaannya ia menggeser tubuh Bintang menjauh dari meja itu. "Ngantri. Urusan gue belum selesai." Ia menatap cowok itu sinis.
"Tapi ini tuh urgent Pri. Gue dulu ya, lu emang ga kasihan sama gue?" Ujar Bintang memelas.
"Enggak tuh, gue gak kasihan tuh." Balas Nadine dengan wajah yang mengejek, "lagian lu jadi cowok biasain ngalah sama cewek napa."
"Lu," Bintang menunjuk Nadine dengan telunjuknya, "cewek? Udahlah Pri gausah ngelawak, timing nya lagi gak pas. Gue lagi urgent banget ini."
Nadine menatap tak percaya punggung Bintang yang sudah kembali mencoba membujuk opanya itu. Gadis itu mendengus seraya menundukkan kepalanya, lalu mengangkat kepalanya dengan senyum miring.
"A, aa, a, kepala gue Pri, sakit Pri." Adu Bintang kesakitan seraya menggenggam tangan Nadine yang tengah menjambak rambutnya dengan kuat.
Nadine menarik kepala Bintang dengan tak berperasaan, "tadi lo bilang gue apa."
"Emang tadi gue bilang apa?" Tanya Bintang sambil mencoba melepaskan tangan Nadine dari rambutnya.
"Ya pikir sendiri, punya otak kan."
"Tapi gue beneran ga tau salah gue dimana."
"Ya makanya lo mikir."
Bram yang melihat keributan didepannya itu pun menghela nafas lelah. Pria berambut putih itu berjalan mendekati Bintang dan Nadine, lalu melepaskan tangan Nadine yang tengah menjambak rambut Bintang ganas.
"Yah, kok udahan sih ributnya."
Ketiganya sontak menoleh kearah sumber suara dan mendapati Juna beserta sepupunya yang lain tengah didepan pintu.
"Lu sini yang gue jambak, mau?!" Sentak Nadine sinis.
"Keanzo, kau tidak ke kantor?" Tanya Bram saat mendapati keberadaan Kean yang seharusnya tengah berada di kantor.
"Jadwal Kean kosong opa." Jawab Keanzo seadanya seraya mendudukkan tubuhnya di sofa yang berada diruangan tersebut.
"Leon Abi! Kalian tidak bimbingan skripsi? Dan oh ya, sejak kapan kalian berada di Indo? Sisanya, kalian tidak belajar? Ini belum jam istirahat. Tama, Tami bukan kah kalian harusnya ikut ulangan susulan dengan Dean? Dan Juna, kau bolos?" Tanya Bram pada cucu-cucunya yang sudah duduk di sofa.
"Kelas lagi jamkos opa, tadi Tami ditarik sama Bintang dan Tama kesini. Sedangkan Dean gak tau dimana. Tas nya ada tapi orang nya gak ada." Jelas cewek yang bernama lengkap Pratami Baskara Sandjaya itu.
"Diculik penunggu gudang belakang kali." Tebak Tama.
Tama dan Tami merupakan anak kembar dengan selisih 10 menit. Sifat Tami yang easy going bertolak belakang dengan Pratama yang cenderung introvert dan cuek.
"Juna tadi dari ruang osis terus ketemu bang Leon dan diseret kesini. Bang Leon said it was okay to skip class once." Ujar Juna bersamaan dengan masuknya sekretaris Bram yang menunjukkan sesuatu di ipad yang ada ditangannya.
"Jangan ada yang keluar sampai Herman datang, turuti apa pun yang dia perintahkan, dan jangan ada yang membangkang." Ujarnya seraya menatap Bintang yang tengah memperbaiki tataan rambutnya.
Bintang yang merasa diperhatikan pun menoleh, "iya, iya."
"Kean, opa titip adik-adik mu. Opa pergi." Titah Bram pada Kean dan pergi dari ruangan tersebut.
"Lah lah lah, terus gue gimana?" Protes Gavin begitu Bram meninggalkan ruangan tersebut.
"Emang lo mau protes apaan?" Tanya Tama pada Gavin.
"Kuliah gue."
"Yaelah, lo masih kelas sebelas juga, masih ada 365 hari untuk lo protes ke opa." Ujar Abi pada adiknya.
"Lagian gaya-gayaan lo gak mau lanjut di Indo. Lu sekolah aja jarang-jarang sok mau lanjut keluar negeri." Cibir Bintang.
"Jarang-jarang, udah kayak giginya satpam komplek."
"Kalo ngomong tuh ya biasain ngaca dulu napa." Celetuk Nadine yang tengah bercermin di handphonenya.
"Ikutan ae lu Pri." Bintang menoyor kepala Nadine pelan.
"Lu dari tadi perasaan manggil gue pra-pri pra-pri, emang panjangannya paan sih."
"Sapri kan?"
"Lah lu kok tau?"
"Noh," Bintang menunjuk Tami dengan dagunya.
Nadine menatap Tami meminta penjelasan, "mbak?"
"Oh itu, kemarin bu Sri datang ke kelas aku, nanyain kamu. Dia tanya kamu beneran ganti kelamin sama ganti nama apa enggak." Jelas Tami dengan mata yang tetap pada layar handphonenya.
"Itu nama yang kemarin dibikinin si codet kan?" Tanya Gavin yang dibalas deheman oleh Nadine
"Kayak nama laki-laki ga sih bang?" Juna menyenderkan kepalanya ke bahu Leon.
"Itu emang nama laki-laki, tolol."
"Language please." Tegur Kean pada Bintang.
"Ya abisnya, anaknya minta dikatain."
"Apa mungkin opa pergi karena berita ini?" Gumam Tami yang masih bisa didengar oleh semuanya. "Nih, lihat," gadis itu menyodorkan handphonenya ke Kean.
~Kkeut
KAMU SEDANG MEMBACA
SAPRI
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sapri atau kepanjangnya Sandjaya's Princess merupakan sebutan yang saudara dan teman-teman Nadine tujukan padanya. Nadine, si cucu perempuan terakhir Sandjaya yang sifatnya berbanding kebalik dengan Pratami, sepupu perempuan...