Di momen yang sama dengan pengumuman hukuman Voronin, Erwin Montreal yang ditunjuk menjadi perwakilan Archenland pun memberikan pesan yang ia bawa dari Archenland bermalam-malam sebelumnya dan mengumumkannya kepada rakyat dan petinggi kerajaan Narnia. "Dewan-dewan Archenland sudah menelaah kembali para pewaris takhta. Saudara-saudara dari Raja sebelumnya tidak lagi ada yang tersisa di antara bangsawan Archenland. Kebangsawanan Archenland dipenuhi orang-orang yang dianugerahi gelar, dan bukan pewaris gelar," jelas Montreal. "Dikarenakan tuan Phylarchus dan nona Luna hadir di sini, mereka kembali masuk ke dalam garis pewaris takhta. Namun sebelum salah satu dari yang disebutkan mengambil alih takhta Archenland. Kami memberi waktu untuk tuan Phylarchus untuk mempelajari adat sebelum para dewan menyetujui penaikan takhta."
Luna, dan Phil berulang kali bertanya pada diri mereka sendiri, apa ini yang aku inginkan? Apa di sini tempatku?
Mereka mempertaruhkan banyak hal dalam jangka waktu yang pendek. Mereka khawatir hal seperti ini pergi secepat hal itu datang. "Kau yakin ingin maju sebagai kandidat, Phil? Kau tahu mereka akan menerimanya jika kau tidak menginginkannya," bisik Luna kepada Phil yang berdiri disebelah kanannya.
Walau Phil sempat terdiam, ia pun menjawab, "Ada alasan kenapa kita bisa berakhir di sini. Mungkin ini alasannya. Aku bisa lihat berapa banyak orang yang menjadi pengikutku, berharap aku bisa membantu membangun negeri mereka. Aku tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja."
Phil menghabiskan bermalam-malam memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi jika ia benar-benar menjadi Raja namun sekarang ia yakin dengan keputusannya.
"Apa tuan Phil bersedia memenuhi persyaratan tersebut?" tanya tuan Montreal.
"Aku bersedia," jawab Phil dengan lantang namun tenang.
Yang tidak Phil ketahui adalah bahwa Luna tidak merasa nyaman dengan jawaban itu. Bukan karena ia tidak menyetujuinya, namun hatinya berkata ia tidak merasa berada dirumah jika ia tinggal di dunia ini meskipun Phil ada di sana. Luna menarik nafas panjang dengan perlahan hingga tak seorang pun sadar. Namun keraguannya beralasan. Meski begitu, ia hanya menggelengkan kepala dan membuang pikiran itu jauh-jauh.
Beberapa jam berlalu. Kerumunan dibubarkan, para prajurit dipulangkan, dan yang gugur mulai dimakamkan termasuk tuan Hamid. Luna tidak menghabiskan terlalu banyak waktu di depan peti batu tuan Hamid, ia memilih kembali ke kamarnya sebelum seseorang menyadarinya. Ia berjalan masuk dan menutup pintu lalu berbaring di atas kasurnya. Matahari masih bersinar di luar jendela namun setelah beberapa menit berbaring, rasa kantuk menyelimutinya. Ia pun tertidur.
***
Seorang pria, seorang anak lelaki dan, seorang wanita muda terduduk disebuah rakit yang terapung di atas perairan berbunga. Sang pria mengayuh mengarahkan rakit ke arah pantai di hadapan mereka. Bukan rumah ataupun hutan yang menunggu mereka di pantai itu, melainkan tembok air seperti ombak yang tinggi juga seekor singa menyambut mereka saat mereka berlabuh.
Luna berdiri dengan kaki terendam dalam air seakan menunggu dan mengamati mereka yang mulai berbincang. "Ini terakhir kali aku di sini, bukan?" tanya wanita itu.
Sang singa menjawab, "Ya. Kau sudah bertumbuh dewasa, seperti Peter dan Susan."
"Akankah kau mengunjungi kami di dunia kami?" tanyanya kembali.
"Aku akan mengawasimu. Selalu," jawab sang singa saat wanita itu mengelus surainya.
Wanita itu berusaha untuk menahan air matanya. "Bagaimana aku tahu kau ada di sana?"
Sang singa hanya tersenyum dan menjawab, "Di duniamu, aku memiliki nama lain. Kau harus mengenaliku dengan itu. Itu adalah alasan mengapa kau dibawa ke Narnia. Dengan mengenaliku sedikit di sini... kau akan mengenaliku lebih baik di sana."
Wanita itu bertanya lagi, "Akankah aku bertemu denganmu lagi? Bagaimana dengan Edmund?"
"Ia akan menemukan jalannya sendiri. Suatu hari kau akan mengetahuinya pula. Dan, tentu. Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi."
Singa agung itu mengaum dan membelah tembok ombak untuk membuka jalan kembali ke dunia tempat di mana seharusnya wanita itu tinggal.
"Kau adalah hal terdekat yang aku miliki sebagai keluarga. Dan itu termasuk kau, Eustace," ucap pria pengayuh rakit membuat bocah itu tersenyum.
Awalnya Luna merasa tidak tahu siapa mereka meski melihat jelas wajah tiap-tiap orang, bahkan tidak menyadari bahwa itu hanyalah mimpi, namun mendengar nama itu, ia sadar apa dan siapa yang ada di sana.
Eustace bertanya pada Aslan, "Apa aku akan kembali ke sini?"
"Mungkin Narnia akan membutuhkanmu nanti," jawabnya.
Lucy berlari memeluk Aslan, ia tahu bagaimana ia akan merindukan semua hal yang ada di dunia kecilnya itu. Lucy dan Eustace mengucapkan selamat tinggal kepada Caspian lalu berjalan ke arah belahan ombak untuk sekali lagi menatap ke arah Aslan dan Caspian sebagai tanda perpisahan sebelum ombak menutupi keduanya.
Pandangan Luna mulai kabur, air di bawah kakinya mulai naik dan menariknya.
"Kembalilah kepada rakyat dan kawanmu. Mereka semua menunggu," ucap Aslan. Caspian menunduk untuk pamit dan berjalan menembus tubuh Luna yang mulai tak seimbang. Aslan menatap ke satu arah membuat Caspian berpikir bahwa Aslan berbicara padanya. "Dan, anakku. Dunia ini dipenuhi banyak kemungkinan dan terkadang, kau tidak selalu bisa memiliki apa yang kau pinta."
Ombak kecil dikakinya itu mulai melumpuhkan tumpuan Luna dan membuatnya terjatuh ke dalam air hanya untuk menemukan dirinya sendiri terbangun di tengah kegelapan malam.
"Kau tidak selalu bisa memiliki apa yang kau pinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)
FanfictionCOMPLETED (with old format). Buku ke-2 dari seri Lost In Time. Sejak perjalanan terakhir di Narnia, mereka tahu waktu akan menjadi musuh terbesar dalam hidup mereka. Perjalanan baru dimulai, mengungkapkan apa yang hilang dari sejarah dunia Narnia da...