Chapter 6: I Will Find You

589 104 2
                                    

New York, Amerika Serikat - 1951

Selama sisa hari itu, Luna hanya bisa mengurung diri di kamar apartemen. Terduduk di kasurnya dan tak tahu harus mulai mencari dari mana. Ia berpikir kembali, mengingat bagaimana ia bisa ada di Narnia. Sempat ia pikir, Mungkin dari jam tua? Namun satu-satunya jam yang ia miliki adalah jam yang baru ia beli saat ia pindah ke apartemen itu. Ia berjalan ke arahnya. Mengambil dan memukul-mukulnya ringan. Ia memutar-mutar jarum jamnya secara manual, namun tidak terjadi apa-apa.

Ia mengingat bagaimana para Pevensie pertama kali masuk ke Narnia. Sebuah pintu terbuka di sisi dalam lemari itu. Namun jika perkiraannya benar, Narnia memang bekerja secara misterius. Tidak akan ada pola yang bisa ia telaah. Dan benar saja, setelah ia membuka tutup pintu dan menendang-nendang belakang lemari, ia tidak berhasil mendapatkan apa yang ia cari. Menolak berhenti Ia meraba- raba seluruh perabotan di apartemennya. Mengetuk-ngetuk tembok, mengintip kolong kasur, menelaah sepanjang hari.

Sadar-sadar, ia terbangun di atas sofa. Tersadar bahwa ia kelelahan sehingga ketiduran. Luna merasa putus asa. Tinggal dua hari lagi dan ia belum menemukan apa pun. Ia mengusap matanya, termenung menatap meja dan bercermin di pantulannya. Apa yang harus aku lakukan? Pikirnya.

Bayang-bayang luka yang diterima Phil dan Edmund tanpa sadar membuat air matanya mulai mengalir. Ia bermimpi setiap hari bahwa pertemuannya dengan Edmund akan jauh lebih menyenangkan dan penuh kebahagiaan, tapi kenyataannya jauh lebih mengerikan. Ia terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, bagaimana pria yang menyekapnya bisa mengetahui semuanya. Tentangnya dan Narnia. Seperti mantra, kalimat ini melekat dalam hatinya,

Aku berjanji, aku akan menemukan kalian.

*****

Cambridge, Britania Raya - 1949

Hari berganti hari, dan minggu berganti minggu. Edmund curiga, berpikir bahwa mungkin kutukan yang sama masih terus menghantuinya. Jika ia merasa aman untuk beberapa hari, hari berikutnya ia akan bertemu dengan Belgrave lagi.

Mungkin hari ini aku beruntung, pikirnya. Hari Sabtu berarti mereka bisa berdiam di rumah sepanjang hari. Lucy sedang berkebun dan Edmund duduk di teras rumah sambil membalik lembaran demi lembaran koran. Edmund memang serius ingin mencari pekerjaan. Setidaknya supaya keluarga Scrubb tidak berpikir bahwa ia hanyalah beban. Ia sudah terlalu dewasa untuk sekedar berdiam tanpa kegiatan yang pasti. Ia berharap bisa membiayai keperluan sehari-harinya dan Lucy... mungkin juga pergi menjauhkan diri dari Eustace. Dua hari sebelumnya, Edmund sudah mencoba ke kantor pos, dan mereka bilang bahwa mereka sedang tidak butuh pegawai baru karena lonjakan pelamar kerja beberapa bulan belakangan.

Kupingnya terasa panas bahkan di hari sesejuk ini. Eustace sedang berusaha mencari perhatian dengan mengejek-ngejeknya dari belakang, dan dengan segala tekad, Edmund berusaha untuk mengabaikannya dan terus membaca koran. Setelah ia menemukan apa yang ia cari, ia menghampiri Lucy.

"Lucy, kau lihat ini? Masih ada lowongan pekerjaan di perpustakaan di seberang sekolahmu. Aku bisa mencobanya. Aku pernah ke sana. Tidak terlalu buruk. Aku akan ke sana lagi sambil mengantarmu hari Senin."

"Sepertinya orang-orang tidak begitu tertarik untuk bekerja di tempat seperti itu, tapi tentu saja kau akan lebih menikmatinya dibanding siapa pun," jawab Lucy sambil tertawa kecil.

"Pilih buku atau Eustace? Kau perlu aku menjawab itu keras-keras? Tentu saja aku akan suka bekerja di perpustakaan." Candaan kecil itu membuat mereka tertawa.

Mendengar itu, Eustace mengejek, "Haha, seperti yang kuduga, kau hanya kutu buku payah. Sejujurnya aku juga suka membaca, tapi kau tidak akan bisa mengajak buku mengobrol, dasar bodoh."

Edmund hanya bisa menghela nafas dan mengalah. Ia merasa, aku sudah terlalu tua untuk menganggapnya serius. Ia memutuskan untuk membantu Lucy berkebun.

Eustace menyadari Edmund tidak lagi mempedulikannya. Ia merasa harus melakukan sesuatu untuk memancingnya. Mungkin memberi mereka sedikit informasi yang akan membuat Edmund berekasi. "Ibuku mengundang keluarga Belgrave untuk makan malam bersama di sini. Aku yakin kau pasti akan suka bertemu Lucille lagi. Sungguh aku tidak tahu apa yang dia lihat darimu padahal aku jauh lebih tampan," ejek Eustace. Ia tahu seberapa sering Edmund mencoba menghindari wanita itu.

Mata Edmund melotot menatap ke arah Lucy. Dalam hati, ia ingin mengutuk segala zat-zat yang membentuk saudaranya itu, tapi dengan helaan nafas, ia menyindir,"Mungkin nona Belgrave tahu siapa di antar kita berdua yang lebih tampan."

Wajah Eustace semakin merah dan kecut. "Cihh, aku membencimu," jawab Eustace yang langsung pergi ke luar entah ke mana.

Lucy sempat menatap Edmund, merasa harus berkata sesuatu. "Ed, kau memang tampan.. dan Lucille adalah perempuan yang canti-"

"Lucille? Luna jauh lebih baik dibanding dia."

Mendengar itu, Lucy mengangguk mengalihkan pandangannya "Hmm... Aku tahu kau akan bilang begitu." Ia kembali mengangkat gembornya untuk menyirami bunga. "Kau mencari seseorang yang jauh dan belum tentu akan kau temui lagi. Sedangkan di sini, di dekatmu, ada orang yang bersedia berada di sampingmu... dan kau mengabaikannya."

"Itu hanyalah asumsi," jawabnya.

"Aku harap aku tidak salah menilai sesama perempuan. Aku bisa salah, tapi aku harap tidak. Kau harus tahu siapa yang benar-benar sudah lama menunggu, Luna atau Lucille." Lucy meninggalkan Edmund dan masuk ke rumah sendirian.

Edmund berbisik pada dirinya sendiri, "Tempat ini memang tidak terlalu buruk, tapi aku tidak ingin berada di sini. Aku terikat dengan janjiku. Aku akan dan harus menemukan Luna. Tuhan, berikan aku petunjuk. Aku mohon."

Dengan itu ia berdiri dan berjalan memasuki rumah sampai ia tersandung sesuatu.

Bagaimana bisa? Pikirnya.

Sebuah buku menghalangi jalannya. Buku yang ia baca di perpustakaan minggu lalu.

The Legend Untold.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang