-Edmund-
Cambridge, Britania Raya - 1949
Beberapa hari setelah insiden bertemu kembali dengan Lucille Belgrave, aku kembali menjalankan aktifitasku seperti biasa. Masih dengan ragu berjalan tanpa tujuan dan berhenti sesekali untuk melihat apa ada lowongan kerja atau tidak. Bukannya pergi kembali ke rumah bibi, kakiku membawaku ke sebuah perpustakaan tua di dekat sekolah Lucy. Mungkin aku bisa menunggu sampai Lucy pulang. Perpustakaan ini kelihatan cukup bersih untuk sebuah perpustakaan kuno. Sejak aku masuk, sebenarnya aku tidak yakin apa yang ingin aku baca jadi aku hanya berkeliling sambil melihat-lihat judul-judul buku. Perpustakaan ini tidak jauh berbeda dengan perpustakaan perpustakaan yang ada di Narnia, raknya didominasi oleh buku-buku besar, tebal dan bersampul keras. Seseorang dapat menghabiskan waktu sangat lama di perpustakaan seperti ini, bahkan membaca satu buku pun perlu berhari hari, mungkin berminggu-minggu.
Sejak perang berakhir, sepertinya banyak orang yang terinspirasi untuk membuka mata publik soal peperangan lewat tulisan. Tahun ini pun banyak sekali buku-buku tentang pengalaman orang-orang saat peperangan. Jika saja aku bisa meyakinkan orang lain tentang pengalamanku, mungkin sekarang aku sudah jadi orang kaya dan tinggal di mana pun yang aku mau. Tanpa sadar aku terhenti saat melihat sebuah buku yang sangat familiar.
Aku pernah membaca buku ini. Judulnya Romeo & Juliet Oleh William Shakespeare. Sebenarnya aku tidak begitu tertarik soal tragedi percintaan, tapi aku ingat ibu dan ayah sangat menyukainya. Aku tidak mengerti kenapa tapi aku coba-coba membacanya dan kisah itu menjadi salah satu kisah yang tidak bisa aku lupakan. Ceritanya bagus, dan aku sadar Peter menganggapku aneh karenanya. Ia hanya tahu aku sebagai bocah yang segan berurusan denga hal seperti itu, tapi aku punya hobi. Saat ia tahu bacaan-bacaanku, ia berpikir seharusnya anak lelaki seumuranku tidak memikirkan atau bahkan tertarik dengan cerita seperti ini. Setidaknya itu yang ia pikir beberapa tahun ke belakang.
Lagipula, bukannya ceritaku lebih menyedihkan dari cerita itu? Maksudku, kalau seseorang mati, walau karena cinta seperti Romeo dan Juliet, itulah akhir dari ceritanya... dan sudah. Tidak ada lagi yang perlu mereka berdua khawatirkan soal masalah duniawi. Mereka berdua mungkin tidak harus khawatir lagi apa mereka pernah mengenal satu sama lain. Mungkin saja tuhan menyatukan mereka, atau mungkin mereka melupakan semua orang yang pernah mereka temui seumur hidup mereka. Intinya, mereka... mati. Sedangkan aku? Aku masih hidup dihantui perasaan 'tidak lengkap', seperti ada yang harus aku cari sebelum aku mati. Ya... tentu saja, semua orang di Narnia mungkin tahu siapa yang sedang aku cari.
Haduh... malah jadi adu nasib begini, pikirku sambil bergeleng.
Jika dipikir-pikir lagi, aku semakin bertanya-tanya apa Luna masih ingin aku mencarinya dan apa aku tidak lelah mencoba kabur dari kehidupanku yang ada di sini bersama keluargaku. Namun apa pun itu, sejak aku kembali dari Narnia, tidak ada yang benar-benar bisa membuatku khawatir selain dia. Bagaimana jika suatu hari nanti saat aku berhasil menemui Luna, dia sudah tidak menyukaiku lagi? Bagaimana kalau dia sudah menikah saat aku di sana? Oke, kalau itu benar-benar terjadi, aku tidak bisa protes dengan plot twist-nya.
Aku terus menelusuri rak-rak buku dan menemukan diriku di rak paling ujung ruangan sampai langkahku terhenti saat mendengar suara.
BUKK!
Suara buku jatuh menarik perhatianku, suaranya berasal dari rak paling ujung. Aku berjalan ke arahnya, lalu mengitarinya dan menemukan sebuah buku besar jatuh. Tapi tidak ada siapa-siapa selain aku di sudut ini, bagaimana bisa jatuh? Aku mengambilnya dan membaca judulnya The Legend Untold By D.K. Ada saja penulis yang hanya menulis inisial namanya... Aku membawanya ke meja terdekat dan duduk untuk membacanya.
Terlihat seperti buku biasa.
Lembar pertama, lembar kedua sampai kata pengantar terlewati. Aku lanjut membaca isinya. Bab pertama bertuliskan The Father. Sang ayah? Isinya menceritakan seorang pria Eropa yang bertemu seorang wanita dari pedesaan. Wanita itu bernama Acatha. Mereka berakhir saling menyukai dan bla bla bla, mereka memiliki dua orang anak dan selesai.
Aih, apa-apaan ini...
Baiklah, Bab kedua! The Mother, ia ini dikenal sebagai wanita yang baik dan ramah, bla bla bla, tapi selama ini yang sang penulis tidak beritahukan adalah latar tempat tempat yang spesifik, pertempuran mana, desa mana dan...
Yah, ini membosankan.
Aku membuka lembaran demi lembaran tanpa membacanya sampai di tengah tengah buku, lembaran lembaran itu kosong. Hanya kertas-kertas polos yang tersisa di sebagian buku itu. Ampun, buku apa ini sebenarnya.
Sebuah denting jam raksasa membuyarkan konsentrasiku. Jam sekolah Lucy sudah berdenting. Aku mengintip ke luar jendela dan anak-anak sekolah sudah terlihat keluar dari gedung. Aku mulai berdiri untuk menyimpan buku itu namun...
Di mana buku itu? Aku mecari-cari di balik meja-meja sekitar, namun aku tidak dapat menemukannya. Ah sudahlah, sepertinya perpustakaan ini berhantu.
Aku tidak takut hantu sejak perang pertamaku di Narnia. Si penyihir putih jauh lebih menakutkan. Namun untuk saat ini rasa lebih baik aku pergi saja. Lucy mungkin menungguku diluar.
Saat aku berjalan keluar pintu, dari kejauh aku melihat...
AHHHHHHH.
Si Belgrave lagi?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)
FanfictionCOMPLETED (with old format). Buku ke-2 dari seri Lost In Time. Sejak perjalanan terakhir di Narnia, mereka tahu waktu akan menjadi musuh terbesar dalam hidup mereka. Perjalanan baru dimulai, mengungkapkan apa yang hilang dari sejarah dunia Narnia da...