Chapter 10: Counting Down

518 91 4
                                    

Beberapa hari sebelumnya...

"Selamat bersenang-senang, Narnian..." Pria berbadan kekar, bertopi fedora terkekeh mengejek sembari menjatuhkan tahanannya ke sudut ruangan.

"Aku bukan Narnian!" jawab Phil membantah.

BUGG!

Sekumpulan pria mengikat Phil dan pergi menutup pintu tebal yang menjadi satu-satunya jalan keluar dan masuk sebuah ruangan. Phil di sekap di ruangan yang pengap dan tidak berbau sedap dengan hanya lubang kotak kecil sebagai ventilasi. Sebuah ruangan bawah tanah terhubung dengan saluran pembuangan pabrik.

"Bagus! Aku? Seorang agen intelijen disekap oleh orang biasa... yang punya segudang senjata dan borgol. Hanya tuhan yang tahu kalau senjata mereka ilegal." Phil mengeluh pada dirinya sendiri. Phil terus berusaha untuk berdiri dengan tangan dan kaki yang masih terikat. Walau tidak terikat kepada penyangga apapun, percuma baginya menggeliat ke sana kemari tanpa adanya jalan keluar. Meski begitu, ia terus menerus melontarkan gumaman dan celotehan dongkol ke arah orang-orang diluar ruangan yang bahkan tidak mendengarkannya.

"Phil?" tanya seseorang yang bersembunyi di sudut ruangan tergelap. Phil berbalik menatap ke arah suara tersebut. Suara itu berkata, "Ini aku, Pevensie. Edmund Pevensie. Apa kau ingat aku?" Edmund keluar dari bayang-bayang.

Meski ia mengenalinya, Phil terduduk dengan tangan dan kaki yang rapat, tidak bergerak dari tempatnya. "Bagaimana aku bisa melupakanmu?" tanyanya dingin.

"Kau tidak terlihat begitu senang bertemu denganku..."

"Tidak, Edmund. Entah apa yang membuatku lebih kesal. Kau, atau kenyataan bahwa aku sedang diculik dan disekap." Phil meringsut-ingsut mencari sandaran. Ia terlihat konyol walau sudah memasang tampang penuh amarah, namun ia tidak peduli. "Bagaimana kau bisa sampai di sini?" tanyanya.

Phil menghadapi keheningan cukup lama sampai Edmund mengatakan sesuatu. "Bagaimana kabar Luna?" tanya Edmund yang duduk di seberang ruangan.

"Dia baik-baik saja. Dia sudah bisa tinggal sendiri." Ia sempat termenung menyadari bahwa adiknya kini benar-benar sendiri. Namun untuk mengusir rasa penasarannya, ia bertanya, "Kau masih memikirkannya?"

Edmund tertawa kecil. "Dia adalah alasan kenapa aku ada di kota ini."

Alis Phil mengernyit keheranan. "Bagaimana kau tahu Luna ada di sini?"

"Entahlah." Edmund menatap langit-langit. "Aku hanya tahu saja," ucapnya lesu.

Phil terkekeh mengejek. "Cinta, ya? Menjengkelkan..."

Edmund menatap Phil kaget, tapi berusaha untuk menutup mulut. Dia merasa bahwa lagi-lagi, Phil tidak begitu menyukainya. "Kau tahu, aku tidak pernah bisa berhenti memikirkannya. Lebih parah lagi setelah aku bertemu dengan wanita ini... teman lama. Semua bermula beberapa tahun yang lalu saat aku masih tinggal dengan Lucy di rumah sepupuku-"

"Apa ini akan berpengaruh dengan hidup matiku? Karena, jika tidak, aku menolak peduli," desisnya.

Edmund tidak tahan lagi, ia bertanya,"Phil, mengapa kau begitu membenciku?"

Phil terdiam dalam sekejap, berusaha mencari jawaban, namun bahkan dia sendiri pun tidak tahu. Dia hanya merasa marah. Mungkin lelah dan kecewa. Tapi ia tidak mengakuinya pada Edmund.

"Aku harap Luna tak tahu kita di sini," keluh Edmund.

Jantung Phil berdegub kencang. Keduanya saling bertukar pandangan. Mereka tahu apa yang akan Luna lakukan jika dia tahu mereka disekap.

Phil bergumam, "Ia akan melakukan hal nekad. Hanya itu yang aku tahu."

*****

Hari Ketiga Pencarian

Luna benar-benar tidak familiar dengan wilayah yang kordinat itu tunjukkan. Ia tahu kemana ia pergi, namun ia tidak pernah mengunjungi sudut kota ini sebelumnya. Alamat yang tertera mengarahkannya ke sebuah pabrik tua terbengkalai di ujung kota, dan ia hanya bisa berharap bahwa ia tidak salah tempat.

Ia melompat dari belakang truk barang yang melewati wilayah pabrik. Beruntung, truk ini tidak melaju cepat. Walau begitu, ia tetap mendarat di tanah tanpa rerumputan. Mencoba menahan sakit setelah benturan yang ia alami, ia sempat merasa ingin berhenti dan pulang. Namun ia tidak ambil pusing lagi mengharapkan ketenangan jika benar ia mundur dari misi ini.

Kebetulan sekali. Sepertinya malam-malam begini memang paling cocok untuk cari mati, pikir Luna.

Ia berjalan memutari bangunan dengan hati-hati dan mendapati salah satu area itu kosong dan tanpa penjagaan. Ia mengambil ancang-ancang dan memanjati pagar kawat yang cukup tebal. Kawat-kawat tajam di ujung pagarnya terlihat sudah berkarat dan tak lagi kokoh. Namun, butuh cukup tenaga dan konsentrasi hanya untuk memanjat dan mendorong kawat itu jatuh agat tidak melukainya. Setelah berhasil mendarat, sesegera mungkin Luna mencari tempat berlindung.

Berakhir terduduk bersandar di sisi Timur tembok pabrik. Luna dapat mendengar suara-suara pria dari dalam salah satu bangunanya. Banyak pria.

Mungkin terlalu banyak.

Samar-samar terdengar suara yang agak familiar baginya. Suara itu bertanya, "Jam berapa sekarang?"

Luna menyadari sesuatu. Itu suara pria gila yang mendatangiku di kafe.

"Jam sebelas empat enam, tuan," jawab pria lain.

Seorang pria dengan suara berat bertanya, "Gadis itu tidak memberikan pesan ataupun petunjuk, apakah anda yakin kalau gadis ini tahu batas waktunya? Atau mungkin ia tak bisa membaca kordinatnya."

Pria 'misterius' itu menjawab, "Gadis keturunan Voronin? Mereka tidak perlu banyak petunjuk. Mereka tidak bodoh."

Batinnya bertanya-tanya, Siapa yang mereka maksud? Siapa itu Voronin? Yang jelas itu bukan namaku.

Suara berat lain menggema, mengalihkan perhatian Luna. "Tuan, mau kau apakan bocah-bocah ini?"

"Sudah kami bilang, kami tidak tahu jalan ke Narnia!" Suara itu berasal dari Phil.

Luna dapat mendengar suara grasah-grusuh orang tak mau diam. Suara sepatu menghantam-hantam dan kain bergerak bergesek tak teratur.

Pria 'misterius' itu mengancam, "Mungkin adik kalian tahu."

"Apa yang kau lakukan padanya?!" jawab suara baru.

Agak berbeda, pikirnya. Tapi... apakah itu...

"Tidak, aku tidak melakukan apa-apa. Namun aku tahu dia ada di salah satu pelabuhan di Inggris seminggu yang lalu. Kapal feri-nya akan sampai ke sana besok malam," jawab pria itu.

Suara itu menjawab geram, "Adik kami tidak tahu jalan ke Narnia."

"Jika ada orang-orang yang dapat menemukan jalan kembali ke sana, itu adalah kalian! Ironis memang kalau kalian memang tidak sanggup melakukan apapun selain menunggu," sindirnya. "Apa mau dikata. Kalian hanya bocah-bocah tengil. Bukan Raja, atau bahkan sekedar Ksatria. Kalian tidak punya kekuatan di sini." Pria penculik itu membuat orang-orang tertawa dengan cemoohannya.

"Mau apa kau di Narnia!?" tanya Phil membentak. "Siapa kau sebenarnya!?"

Suara tawa para pria mereda dan berhenti. Untuk sesaat, Luna dapat merasakan ketegangan dalam kesunyian itu.

"NamakuConstance Mechislav Voronin," jawabnya. Firasat buruknya terbukti saat pria itumemperkenalkan diri. "Aku adalah pamanmu, Phylarchus Di Ilios."

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang