Chapter 11: In the Dead of Night

482 87 5
                                    

-Luna-

Apa!? Tidak mungkin. Ayah kan tidak punya saudara?

Sesaat kemudian, aku mendengar suara mereka semakin mengecil dan menjauh. Mereka masuk jauh lebih dalam. Perhatianku teralih saat aku melihat seutas tali tambang menjuntai, terlili di sebuah katrol yang terpasang ke tanah. Di ujung lain tali yang menggantung ke rangka platfon, tali itu mengikat setumpuk papan besi yang cukup besar dan panjang.

Aku pikir, kalau aku bisa mengalihkan perhatian mereka dengan menjatuhkan besi-besi itu, aku bisa menyelinap masuk. Kalau mereka keluar lewat pintu tempat aku berdiri, aku bisa masuk lewat pintu di sisi lain dengan memutari bangunan. Itu pun kalau tak ada yang berjaga. ITU PUN KALAU ADA PINTU LAIN! Apa pun itu, harus aku lakukan sekarang atau tidak sama sekali. Aku harap setidaknya ada ventilasi besar yang bisa aku masuki di pabrik ini. Aku hanya perlu memotong setengah diameter talinya supaya ada waktu untukku pergi.

Sial, aku tidak bawa pisau. Dasar bodoh.

Mungkin...

Aku bisa menebak talinya?

Aku mengeluarkan pistol itu dari tasku. Pistol dengan tujuh peluru dan peredam suara. Meski dengan peredam suara sekalipun, suara tembakannya masih akan terdengar cukup jelas dan menggema. Mereka tak boleh tahu ada orang berusaha memutuskan tali dengan pistol.

Atau... mungkin ku biarkan saja mereka tahu?

Aku yakin reaksinya tidak akan baik dan jika aku menghabiskan terlalu banyak peluru, aku tidak akan bisa memakainya lagi, aku tidak punya peluru cadangan.

Aku tidak bisa berhenti bergetar dan berkeringat. Terlalu banyak pertimbangan. Aku hanya harus melakukannya dan lari. Cepat atau lambat, mereka akan tahu. Aku hanya butuh waktu untuk bisa sampai ke ruang tahanan mereka.

"Tenanglah. Hanya tinggal tembak talinya, dan menyelinap lewat pintu Selatan. Itu saja. Mereka akan tahu kenapa talinya putus, tapi itu urusan nanti. Sekarang aku bermain dengan waktu," bisikku pada diriku sendiri.

Aku mengarahkan pistol itu ke tali tambang.

Satu...

Dua...

Tiga...

DUG!

Tak kusangka suaranya cukup kecil, Jika aku beruntung, yang tadi terdengar seperti lemparan sekepal batu. Sayangnya aku tidak mengenai tali itu.

Sekali lagi aku arahkan pistolku ke tali dan menembaknya.

DUG!

Setengah dari diameter tali itu terputus, membuat besi-besi itu tergantung rapuh. Aku berlari menjauh, mengintip dari sisi lain bangunan.

Tak lama, tali itu terputus dan besi-besi itu terjatuh.

KLANG! KLANG! KLANG! KLANG!

Berhasil!

Aku bisa mendengar suara kerusuhan dan suara si pria Voronin itu membentak pria lain, menyuruh mereka untuk memeriksa asal suara. Aku mulai panik, aku bisa mendengar suara-suara mulai mendekat.

ARRRRGGGHHH!

SIAL! SUARANYA MAKIN DEKAT!

Aku beranjak pergi, namun sedikit tergelincir.

KERIKIL SIALAN!

Aku bisa melihat bayangan segerombolan orang dari balik tembok di bawah sinar bulan dan aku berlari, aku tidak berani melihat ke belakang. Aku sudah berbelok, tapi...

TIDAK ADA PINTU LAGI!? APA-APAAN!?

Dalampanik, aku menengok-nengok mencari jalan masuk alternatif. Kudapati ada sebuah lubang kotak di dinding bawah bangunan. "Oh yang benar saja?! Itu kan saluran pembuangan!"

Aku berteriak marah pada diriku sendiri. Tanpa pikir panjang, aku langsung memasukan tasku terlebih dahulu. Setelah mendengar tasku mendarat, dengan tergesa-gesa, aku masuk ke lubang itu dan mendarat dengan mulus.

Tak sengaja topiku terlepas. Aku berusaha meraihnya susah payah. Karena jalan pembuangan ini terletak di bawah tanah, jarak dari tapakanku dengan dataran di luar bangunan cukup tinggi.

Tidak, tidak tidak! Pikirku panik. Bahkan dari dalam sini, aku bisa mendengar suara-suara mereka mendekat!

"Bagaimana talinya bisa putus?" tanya salah satu dari mereka.

"Hei lihat! Ada topi!" Ucap salah satu dari mereka.

Hatiku terasa terhenti.

"Mana?" tanya pria lainnya keheranan.

"WAAAAHHH INI SIH TOPIKU YANG HILANG! Bagaimana bisa?" seru pria yang sebelumnya.

"Kemarin kan kau tiduran di bawah pohon itu," jawab temannya.

Fuhh... aku kira topiku.

Saat ku dengar suara mereka menjauh, aku langsung berloncat-loncat meraih topiku. Aku mendapatkanya tanpa mereka sadari. "Jangan bawa masalah lagi ah. Hampir saja jantungku copot," bisikku pada topiku. Aku menyimpan topiku di tas sambil berjalan menyusuri gorong-gorong di depanku.

Di sini sangat bau walaupun tidak selembab yang aku kira. Pembuangan ini tidak lagi aktif digunakan, dan aku perkirakan, air-air yang ada di dalamnya adalah air-air hujan. Namun, pembuangan tetaplah pembuangan. Bau-bau aneh masih tertinggal di sini.

Yaaa... maafkan aku, Edmund. Pertemuan kita yang satu ini tidak bisa 'berbau' lebih baik dari ini.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang