Ringkikan dan suara berat Lazzaro dari luar ruang masuk kastil terdengar menggema. Luna tahu betul itu suara Lazzaro setelah berjam-jam mendengarkan kisah hidupnya dalam perjalanan mereka di misi Archenland. Luna berlari dari ruangan lain menuju pintu masuk di mana ia bertemu dengan Lazzaro. "Lazzaro. Aku kira kau akan berada di Aslan's How sekarang."
Kuda hitam itu menggelengkan kepalanya. "Aku meminta kepada Yang Mulia, Raja Edmund untuk kembali ke sini dan membantu nonaku."
Luna sempat bertanya-tanya mengapa, namun ia tidak bisa menolak karena ia mempercayai insting Lazzaro sebagai seekor kuda yang memiliki lebih banyak pengalaman mengenai dunia ini dibanding dia. "Baiklah kalau begitu."
Lazzaro menunduk. "Nonaku. Aku akan merasa bersalah jika aku tidak memberitahumu siapa yang aku bawa kemari. Kurasa kau ingin tahu." Lazzaro meminta Luna mengikutinya berjalan lambat ke gerbang komplek kastil. Ia bilang, "Aku mendapatkan gangguan yang sangat berbahaya dalam perjalananku ke sini, nona, dan aku bertemu dengan seorang penunggang yang berbaik hati mempertaruhkan nyawanya hanya untuk berbicara denganku dan membantumu."
Mereka berhenti berjalan. Luna menatap sosok itu tajam, dan penunggang itu turun dari kudanya. Ia berjalan beberapa langkah mendekati Luna dan berkata, "Maafkan aku. Seharusnya aku tidak melakukan apa yang sudah ku lakukan." Ia menjatuhkan dirinya sambil terisak kecil.
Luna merasa sedikit familiar dengan suara itu dan sesuatu mengatakan padanya bahwa penunggang itu tidak berbahaya. Bahkan sesuatu menariknya untuk mendekat. Penunggang itu mendongak memperlihatkan matanya yang biru dan bulat, kulit yang pucat dengan rona merah pudar di pipinya. Bahkan wajah tertutup kain usang dan debu, Luna mengakui bahwa wanita ini memang tidak diragukan kecantikannya. Tapi wajah yang familiar ini jauh lebih jujur dan apa adanya dibanding yang pernah ia lihat di pesta dansa dengan gaun putih yang cantik atau dengan pakaian Amerika ditahunnya, 1951, di kafe L&L tempat ia bekerja.
"Lucille Belgrave Voronin..." ucap Luna dingin setelah menarik nafas berat. "Ingin memata-matai siapa lagi kali ini?"
Lucille menunduk dan menggeleng. "Tidak... tidak lagi... aku ke sini untuk memperingatkanmu." Luna sempat menatap Lazzaro namun bahkan Lazzaro seakan meminta Luna untuk mendengarkan ucapannya lebih jauh. "Calormen, dan orang-orang ayahku. Ada hampir sebagian dari mereka akan datang menyerang kastil Telmar. Kalian harus segera menutup gerbang-gerbangnya."
Lalu salah satu penjaga menara berteriak kepada Luna yang berada beberapa puluh kaki di bawahnya. "Nona Luna! Ada pergerakan di dalam hutan!"
Luna melihat ke arah Lazzaro sambil berteriak kembali ke arah penjaga itu. "Minta semua orang masuk ke dalam dan tutup semua gerbang!" Luna berjalan kembali ke arah kastil. "Lazzaro, tolong kumpulkan semua pria yang ada di halaman, dan Lucille... ikut aku."
Luna berjalan cepat mencoba mencari tuan Hamid. Lucille menyerahkan kudanya kepada salah satu penjaga dan berlari mengejar Luna. Lucille paham kedudukannya di tempat itu tidaklah tinggi, jadi ia berjalan di samping belakang Luna. "Apa yang membuatmu berubah pikiran? Aku kira aku mendengar adanya kabar pernikahan. Aku berasumsi itu adalah kau dan sang Tisroc, Nazaam," tanya Luna. Suaranya masih dingin namun tetap berusaha mencoba untuk terdengar berbelas kasihan.
Lucille pun gugup bukan main. Keringat dingin menetes sesekali dari dahinya. Ia sempat berpikir bahwa perempuan yang sedikit lebih muda dibanding dirinya itu hanyalah gadis biasa. Mudah untuk dia atasi, bahkan jatuhkan. Tentu saja kesombongan itu sirna saat ia melihat pribadi yang sebenarnya.
Pertama kali ia melihatnya hanyalah melalui sebuah foto kerumunan. Foto yang bawahan ayahnya ambil di tengah jalanan kota New York yang sibuk. Di tengah kerumunan itu, seorang kakak beradik mencoba menyebrangi jalan menuju sebuah kafe. Mereka terlihat biasa saja. Tidak ada yang spesial dari mereka kecuali bahwa faktanya, mereka berdua adalah seorang putra mahkota dan seorang putri. Juga orang yang sama yang merupakan anak dari orang-orang yang paling ayahnya benci. Pamannya, Archontas Di Ilios dan bibinya, Arianne Alexis Voronin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)
FanfictionCOMPLETED (with old format). Buku ke-2 dari seri Lost In Time. Sejak perjalanan terakhir di Narnia, mereka tahu waktu akan menjadi musuh terbesar dalam hidup mereka. Perjalanan baru dimulai, mengungkapkan apa yang hilang dari sejarah dunia Narnia da...