-Edmund-
Aku membawa Luna turun dari menara penjaga dan berjalan perlahan sembari bertanya, "Menurutmu, apa yang sedang mereka buat?"
"Aku harap dugaan kita benar soal penempaan. Itu lebih baik dari mesin uap manapun," jawabnya.
Aku menghentikan langkahku dan berdiri di hadapan Luna, memeluknya dan bertanya, "Apa saja yang kau pelajari selama dua tahun terakhir?"
"Penyebab polusi udara, senjata api, bom dan gas beracun, bela diri, dan cara berbicara dengan aksen Amerika yang baik dan benar... tidak banyak," jawabnya.
Aku mengangguk dan berkata, "Bom? Oke... tapi harus aku akui, aksenmu memang berubah. Itu mengesankan." Aku berjalan menuruni tangga sambil menggandeng tangannya. "Sepertinya aku harus mulai menyusun strategi. Aku semakin yakin kalau perang akan terjadi. Aku hanya bisa berharap akan ada banyak orang-orang di penjuru Narnia yang mendukung gerakan Phil."
"Dia akan mencoba pergi ke Archenland juga, ya kan?" tanya Luna khawatir.
"Akan janggal kalau hanya Narnia yang bergerak. Archenland akan mengira kalau kita menjajah mereka. Harus ada lebih banyak orang Archenland yang bergabung," jelasku.
"Melalui pegunungan Pire?"
"Aku sudah mengirim surat kepada Lord Montreal. Dia sudah menjawabnya pagi ini. Dia sudah mencoba mengunjungi beberapa pedesaan untuk mencari pendukung, tapi tanpa Phil di sana, akan semakin sulit meyakinkan mereka."
***
Dua minggu telah berlalu dari kejadian kepulan asap itu. Hanya dalam waktu seminggu, gerakan Phil sudah mendapatkan dukungan dari penduduk di wilayah Beruna dan Lantern Waste. Aku mencoba mengirim pesan ke pulau Galma, namun tidak ada jawaban dari sana sejauh ini. Kabar juga sama sekali belum datang dari ekspedisi Caspian, aku harap mereka baik-baik saja.
Kepulan asap berhenti terbentuk. Itu justru membuatku jauh lebih cemas. Bagaimana kalau mereka menyelesaikan apa pun itu yang mereka buat?
Aku berdiri di ruang rapat dikelilingi dewan-dewan lama dan baru yang kupilih untuk situasi ini. Aku memegang secarik kertas pesan yang baru sampai. Seekor burung elang mengantarkan pesan dari Lord Montreal mengatakan bahwa orang-orang di Anvard semakin terjepit. Mereka tidak berani pergi keluar dari desa mereka bahkan setelah Lord Montreal mengunjungi mereka.
Gilbert Galante, adik ipar dari tuan Alistaire Mathieu yang telah memberi Luna tempat di Archenland waktu itu menjadi satu-satunya Informan kami yang lain di Archenland. Beliau mengatakan hal yang sama namun berjanji untuk tidak berhenti mencoba. Kami akan benar-benar butuh penduduk asli Archenland untuk berdiri bersama Phil.
Suara orang beragumen terdengar di pintu ruang yang besar dan tebal. Pintu pun dibuka oleh penjaga, menampakan Luna yang tampak jengkel melihat ke arahku. "Ada apa, Luna?"
"Jelaskan padaku kenapa aku harus kejar-kejaran dengan penjaga hanya untuk masuk ke ruang dewan. Aku harus lari untuk sampai ke sini, kau tahu? Dan perlu kuingatkan? Kastil ini besar dan penuh belokan. Sepatuku juga hilang sebelah tadi," protesnya.
Aku pun keheranan. Aku tidak meminta siapa pun melarangnya masuk. "Siapa yang melarangnya?" tanyaku kepada penjaga pintu.
Ia menjawab gugup. "Saya hanya menjalankan perintah dari dewan, Yang Mulia."
Pandangaku beralih ke arah para dewan yang masih terdiam seakan-akan mereka tak tahu apa-apa. "Siapa pun itu. Aku tidak meminta siapa pun untuk melarang nona Luna masuk."
Salah satu dari dewan lama angkat bicara. "Dengan penuh hormat, Yang Mulia. Saya rasa nona Luna tidak memiliki banyak pengaruh dalam pembentukan strategi ini. Kami para tetua sudah setuju untuk melarangnya turut serta dalam rapat ini."
Situasi mendadak canggung. Aku ingin menepuk jidat sekeras mungkin dan jungkir balik jika aku bisa. Dewan ini benar-benar menjengkelkan, kebanyak dari mereka begitu kuno dan seringkali mengabaikan perintahku. "Nona Luna adalah alasan kita berada di sini. Ia dan kakaknya adalah bangsawan Archenland yang seharusnya memerintah di sana. Jika kalian ingin Narnia tetap bersekutu dengan mereka, perlakukanlah orang-orangnya sedikit lebih baik," celetuk salah satu dewan muda membela keberadaan Luna.
Sebelum tetua itu membela kelompoknya sendiri, Luna berjalan masuk mendekati meja kami. "Kau melarangku ada di sini karena kau pikir aku tidak bisa apa-apa selain mengalihkan perhatian Raja, karena aku perempuan, dan kombinasi dari keduanya?"
Tetua lainnya membela diri. "Para tetua Telmar tidak percaya bahwa wanita berhak memutuskan hidup mati seseorang dengan berada di ruang dewan meskipun anda sudah berkali-kali berada di sini. Kami bangsa Telma-"
"Bangsa Telmar bukan satu-satunya yang berada di kursi dewan. Ratu lampau Narnia memerintah sebaik pria mana pun," desisku.
"Jadi, aku tidak boleh ada di sini?" tanya Luna.
Tetua itu berdiri dari duduknya. "Bekerja dan tinggal dirumah adalah tugas utama kalian para wanita."
Luna terkekeh mengejek. Sambil memberikan senyuman terpaksa, ia mengancam, "Baiklah... aku bukan seorang Ratu, aku tidak berhak melawanmu. Aku berada di sini dan masih utuh karena sang Raja, tapi jika kau tidak cepat-cepat merubah pemikiran itu, dalam beberapa tahun, aku akan cari wanita-wanita yang jauh lebih cerdas, terbuka, dan visioner daripada kebanyakan pria untuk menggantikanmu dan kolegamu di kursi dewan."
"Kau, nona, telah berani merendahkan Dewan Agung Telmar," desis tetua pertama dengan wajah memerah.
"Jadi, hanya karena kau orang berkedudukan tinggi, kau pikir itu memberikanmu hak untuk merendahkanku dan kaumku? Oh tidak, tuan." Luna melototinya tajam, dan tanpa berpaling, ia memanggil Valencia yang telah diangkat menjadi dayangnya. "Valencia, kemari."
Valencia menghampirinya. "Ya, nonaku?"
"Berikan surat-surat tadi kepadanya. Surat itu datang dari kakakku di Aslan's How. Aku harap para pria ini bisa menerjemahkannya sendiri." Setelah Valencia memberikan suratnya kepada tetua itu, mereka meminta izin padaku untuk pergi. Aku tidak bisa menolaknya, aku bahkan tidak punya waktu untuk menolaknya, ia sudah pergi keluar.
Aku terduduk lemas dan menghela nafas. "Ini keterlaluan. Aku mohon... jangan sekali-sekali memutuskan sesuatu tanpa izinku saat aku sendiri ada di sekitar kalian... apa isi suratnya?"
Tetua itu terduduk dan memberikan suratnya kepada dewan yang baru di sebelahnya. Ia menjelaskan apa yang dia lihat. "Salah satu suratnya ditujukan kepadamu, Yang Mulia. Masih tersegel."
Ia memberikan surat itu kepadaku dan menjelaskan, "Surat yang satu lagi ditulis untuk nona Luna. Meminta nona Luna menerjemahkan isi dari secarik kertas ini." Sambil menunjukan potongan kertas lain yang berada di amplop yang berbeda.
Aku melihatnya dan sadar kalau satu-satunya yang bisa membaca itu sekarang memang hanyalah Luna. "Itu aksara Rusia... tentu saja hanya dia yang bisa membacanya. Calon Ratu kalian itu menguasai enam bahasa dari dunia kami. Ia adalah wanita cerdas dan berpendidikan. Ini waktunya untuk merubah pemikiran kuno tentang wanita dan membuka mata terhadap potensi mereka, tuan-tuan." Aku berdiri dari dudukku dan pamit pergi, "Aku akan mencoba bicara dengannya. Kalian lanjutkanlah. Aku akan segera kembali."
Dengan itu aku membawa semua surat dan pergi mengejar Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)
FanfictionCOMPLETED (with old format). Buku ke-2 dari seri Lost In Time. Sejak perjalanan terakhir di Narnia, mereka tahu waktu akan menjadi musuh terbesar dalam hidup mereka. Perjalanan baru dimulai, mengungkapkan apa yang hilang dari sejarah dunia Narnia da...