Chapter 37: Royals of the Past

235 36 10
                                    

-Edmund-

Perjalanan kami ke kastil Telmar membutuhkan waktu berjam-jam, namun karena beristirahat berulang kali, kami membutuhkan kurang lebih satu setengah hari untuk sampai ke kastil. Kelompok tuan Hamid sampai pada malamnya, dan kelompok Damien sampai keesokan harinya.

Kami mencoba bergantian menjelaskan semua yang sudah kami alami kepada dewan-dewan, Phil dan Lucy. Aku tahu Lucy kewalahan dengan Eustace, tapi dia memaksa untuk mengikuti rapat. Aku masih tidak mengerti jika memang sesuatu terjadi di sini, kenapa Eustace bisa sampai masuk ke Narnia? Lucy berulang kali protes tentang "Eustace Never Ending Rant". Berhari-hari berada di Narnia belum cukup untuk membuat Eustace mengenal Narnia. Dia bahkan tidak keluar dari kamarnya karena takut dengan 'binatang' berbicara. Sebelum aku pergi untuk menghadiri pertemuan, aku memeriksa Eustace sedang tertidur lelap di kasurnya. Ku kira tidak apa jika kami tinggal sementara.

Ruang konsul terasa seperti kuburan. Dewan-dewan menolak untuk ikut campur urusan buku sejarah Archenland, jadi mereka tidak ada di sini dan memilih pergi dengan janji untuk menyimpan rahasia ini dari orang-orang yang tidak terlibat.

Semua orang yang ada di ruangan menatap tajam kepada buku sejarah yang diletakkan di tengah meja persegi panjang di hadapan kami. Caspian meminta untuk tetap membuka kastil untuk masyarakat yang membutuhkan bantuan Raja. Jadi dia tetap berada di ruang singgasana selama kami berada di sini. Caspian, tuan Hamid, tuan Mathieu, Damien, Lucy, para dewan dan beberapa centaurus penjaga berada di ruangan yang sama bersamaku dan Di Ilios bersaudara untuk terlibat dalam pembacaan buku sejarah seakan-akan ini adalah hal yang sakral.

"Baiklah, Luna. Kenapa tidak kau buka dan bacakan bukunya?" Phil berusaha memecah keheningan sambil mengusap lehernya gugup.

"Kenapa tidak kau buka sendiri? Kalau aku sanggup, sudah ku buka dari tadi, Eugenio..." jawab Luna dengan nada mengejek.

Phil menghela nafas jengkel. "Siapa yang mengajarkanmu sarkasme, Louella?"

"Kau..." jawab adiknya.

Sudah bertahun-tahun sejak perjalanan pertama mereka di Narnia terjadi, mereka sudah banyak berubah. Buruk dan baiknya. Setiap kali mereka saling memanggil dengan nama tengah mereka, di situ aku tahu perang sipil akan atau sedang terjadi. Mereka selalu membuatku ingin menepuk jidat dengan kekonyolan mereka. Menyegarkan memang melihat mereka masih bisa becanda meski mereka gugup setengah mati, tapi aku tidak bisa membiarkan mereka begitu terlalu lama.

"Aku ingin memerintahkanmu untuk membukanya, Phil, tapi aku tidak ingin mengambil risiko kau tidak merestui hubungan kami."

Phil mengangkat bahunya. "Kalau begitu jangan suruh aku... Damien saja..." jawabnya masih dengan nada datar.

Damien yang sedari tadi terduduk diam di hadapan Phil mulai memandang ke arah semua orang, "Umm... kenapa aku? Buku itu hampir membunuhku. Aku rasa aku punya dendam pribadi kepadanya," jawab Damien mengeluh.

Phil mengangkat tangan. "Ini semua kan karena idemu, bocah."

Luna menggeleng. "Tidak juga... ia tidak pernah bilang untuk pergi ke sana, tapi pada akhirnya, kau juga menyetujuinya."

Phil melototi buku itu, mungkin juga sambil berpikir kalau Luna ada benarnya. "Ingatkan lagi padaku... Apa yang sebenarnya kita ekspektasikan dari buku ini?" tanyanya.

Luna berkata, "Informasi tentang Voronin... dan ayah. Alasan mengapa Voronin berpikir mereka punya hak atas Archenland. Sesuatu di dalam diriku berharap nama mereka tidak akan ada di situ sama sekali."

Phil mengangguk dan tertegun. "Ah... dan membuktikan kalau aku dan kau tidak memiliki ikatan dengan siapa pun dari dunia ini sama sekali. Karena jika iya, seluruh hidup kita dipenuhi kebohongan. Huh... Separah ini ya?" jawab Phil sarkas.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2 - 2024 Revision On Progress)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang