32. Kabar

10 2 0
                                    

Sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan menemui Damar, Aga diam memandangi jalan dengan mendengarkan lagu. Jira mendapatkan kabar dari Rama yang mengatakan bahwa Dira sudah bisa bicara setelah beberapa hari dirinya memilih diam seribu bahasa, bahkan Dira seperti memberikan tanda bahwa dirinya sangat ingin bertemu dengan Aga. Aga menjadi alasan Dira menanti dalam hari yang berat, perasaan dan tekanan yang bergemuruh dari dalam dirinya.

Jira melirik, Aga tidak banyak bergerak dan masih diam di tempat yang sama. "Ga, Dira mau ketemu sama lo" Aga menoleh, membuat Jira sedikit terkejut karena ia hanya bebicara dengan nada pelan.

"Dia udah mulai ngomong sama Rama, tapi dia butuh lo Ga" Aga menggeleng, "Gue gak pantes ketemu dia Jir" helaan napas pasrah Jira keluar begitu saja. Lagi dan lagi Aga yang masih keras kepala dan terlalu menekan dirinya sendiri membuat Jira bingung harus seperti apa.

"Lo sayang kan sama dia? masih mau buat dia tertekan karena harus berharap sama kehadiran lo terus?" ucapan Jira membuat Aga melirik sinis, Aga memang sedang tidak bersahabat dengan Jira jika membahas hal ini. Kepala Aga sudah cukup pusing dengan segala keputusan yang ia ambil akhir-akhir ini. Jira sendiri selalu mendorong Aga untuk tetap berusaha, berusaha untuk menemani Dira. Bagaimana pun Jira tau perasaan Aga yang terdalam pasti ingin berada di dekat perempuan yang ia kasihi, terlebih saat seperti ini.

Setiap ada hal yang berurusan dengan perasaannya, Aga merasa semua semakin sulit dan rumit. Rasa yang masih asing baginya, pikiran dan sifat keras kepalanya yang masih dominan sering kali berbenturan dengan hatinya sendiri.

Sampai kedua lelaki itu sampai di tujuan, tidak ada pembahasan apa pun yang terjadi. Aga memang merasa cukup tenang mendengar kabar bahwa Dira sudah mulai berbicara walau bukan di hadapannya langsung. Setidaknya ia percaya dengan peran Rama saat ini.

Ada perasaan yang terus berputar dipikiran seorang Aga, apa yang sedang Dira lakukan, apa yang Dira katakan, apakah Dira memikirkannya juga? Sebetulnya Aga masih bingung apakah upaya yang terjadi pada dirinya saat ini akan berhasil atau sebaliknya?

Jira dan Aga datang ke tempat dimana alamat yang teman Kinan maksud, sebuah apartemen yang biasa disewakan. Tempat yang terbilang mewah, wajar jika Damar menempati itu. Sesuai dengan informasi yang Jira ketahui, ia sudah berada di lift bersama Aga menuju lantai yang dimaksud.

Setelah keduanya berada di pintu nomor tujuan, Jira mengetuk pintunya dan tak lama dari itu pintu terbuka. Tatapan Jira cukup terkejut, Aga yang bahkan sedang di rundung kesedihan pun kini membulatkan matanya. Damar.

📽📽📽

"Gue tau lo begini karena lo sayang sama Dira" ucapan Villan keluar setelah keduanya keluar, Villan sengaja mengajak Sena minum kopi di Kafe biasa mereka nongkrong.

Sena hanya mengaduk minumannya, "Sen, lo tau kan ? anak-anak ngasih lampu hijau buat Aga sama Dira?" Kini mata Sena mengarah tajam pada sahabat di depannya.

"Gue tau Ryan Arsena itu gak egois, gue yakin lo bisa dewasa buat mutusin hal ini"

Rasa hati Sena bergemuruh, dirinya memang diambang kemarahan dan kecemburuan. Anggaplah bahwa Sena sedang egois, ini adalah usaha yang bisa dilakukan saat ini. Apalagi Aga menjadi alasan seorang Dira harus menunggu lama di halte terkutuk itu. Amarah, rasa bersalah, sayang dan juga cemburu menjadi satu dalam perasaannya saat ini.

"Sen, ayolah? kasih kesempatan Bang Aga buat nemuin Dira. Gue dapet kabar dari Alen soal Dira nanyain Bang Aga ke Bang Rama" Sena menghentikan kegiatan mengaduknya, "Lo mau liat Dira menderita terus?"

"Gue egois, gue pikir selama ini jadi sahabatnya itu cukup. Tapi kenapa setiap saat perasaan gue nuntut dia buat jadi milik gue?"

"Apa hal ini juga yang lo rasain waktu suka sama Alen?" Villan diam, memang jika soal perasaan semua terlihat menjadi rumit.

Forever Young [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang