23. Kebenaran

9 2 0
                                    

Liburan hampir usai, banyak kejadian yang sudah dialami selama itu, tersisa seminggu sebelum masa perkuliahan di semester baru akan berjalan. Seperti yang sudah direncanakan, Alen pulang lebih awal seorang diri ke kostan setelah Dira mengabarinya bahwa ia akan pulang tiga hari sebelum masuk kuliah.

Langkah itu memasuki lahan kostan, yang masih terasa sepi. Alen melirik ke kamar kostan di samping kiri, kamar yang menjadi bagian pertama yang ingin ia lihat. Tidak ada satu pun motor di sana, mungkin Baim, Villan atau pun Sena masih berada di rumah masing-masing, masa libur memang belum usai.

Alen berjalan menaiki tangga menuju kamar kost yang sudah cukup lama ditinggal itu, membukanya dan melihat betapa ruang yang ada terasa sangat kosong dan sepi. Ia terduduk setelah membuka sepatunya, melihat sekeliling dengan membuka jendela dan menyalakan kipas angin untuk membuat udara di dalam bersikulasi dengan baik. Ada helaan napas saat Alen melihat layar handphonenya, melihat chat terakhir yang belum sempat ia balas dan hanya terbaca saat semalam dirinya mendapat pesan baru itu.

Alen membaringkan tubuhnya di ruang depan, menarik bantal dan juga melihat langit-langit kostan. Rasanya sangat membingungkan baginya setelah melalui banyak hari tanpa sosok Jira yang pernah menghiasi hatinya, kini dirinya merasa sosok lain dapat menggantikan itu, apakah dirinya benar akan mengambil pilihan ini? ada rasa tidak enak yang Alen rasakan tak kala memikirkan lingkungan yang sudah menjadi bagian darinya. Apa mungkin ia akan menjadi sosok egois yang memulai sesuatu dengan seseorang dari lingkungan yang sama.

Alen memang membuat semuanya berjalan seperti air, sampai akhirnya dirinya bahkan tidak tau bagaimana harus keluar dari perairan itu sendiri. Seolah ada rasa yang kuat untuk tidak melawan arus yang ada, Alen hanya bisa berucap bahwa dirinya perlu meyakinkan semuanya secara perlahan, bukan terburu-buru dan biarkan semuanya menjadi akhir dari pilihannya nanti jika memang hatinya sudah yakin.

Di saat Alen tertidur, dirinya benar-benar tidak menyadari bahwa siang berganti menjadi sore. Ia menyalakan lampu, mandi dan juga saat selesai mandi ia mendengar seseorang yang mengetuk pintu. Alen sempat berpikir siapa yang datang hari ini? apakah salah satu dari anak-anak di markas rimba sudah ada yang pulang ke kostan?

Saat Alen membuka pintu, ia melihat sosok lelaki yang memasang tas gendong coklat di pundaknya, jaket jeans biru tua, jeans hitam, dan kaos belang-belang berwarna abu hitam. Rambutnya tampak berantakan, dan juga senyuman di wajahnya tergambar jelas.

Alen terdiam, mematung melihat seseorang yang ia lihat saat ini adalah orang yang hadir di hari-harinya belakangan ini. Lelaki yang mengiriminya pesan saat semalam sebelum Alen kembali ke kost, bahkan Alen tidak membalas pesan itu tetapi sosok lelaki itu benar adanya di hadapan saat ini juga.

"Hai" ucapnya tersenyum

Alen terdiam dengan gelagat yang terlihat canggung, ada rasa tak enak karena mencapakkan pesan yang ada sampai detik ini dan kini harus melihat langsung sosok yang mengirim pesan itu, dengan suara lembut dan juga senyuman yang sangat manis.

"L-lo?"

Ia mengangguk, "Gue bilang kan ke lo semalem, gue mau balik juga di hari yang sama kaya lo" ucapnya, Alen mengangguk.

"Mau makan malem bareng gak?" ucapnya lagi, Alen pun segera mengangguk canggung "Bentar gue siap-siap dulu" ucapnya beranjak menuju kamar.

Setelah dirinya bersiap, mengganti kaos menjadi sweater coklat muda, celana jeans hitam dan juga menguncir rambutnya menjadi kuncir kuda. Alen kembali, sebenarnya dirinya bingung saat menyadari mengapa dirinya begitu rapih malam ini. Tidak ada niatan baginya untuk menganggap makan malam yang dilakukan menjadi sebuah acara makan malam spesial, tetapi melihat pakaian keduanya cukup rapih mungkin semua akan menilai mereka memang seniat itu malam ini.

Forever Young [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang