35. Selisik Mentari

6 2 0
                                    

Aga berniat untuk mengajak Dira pergi ke sebuah bukit, bukit yang berada di belakang villa milik keluarganya. Sepanjang perjalanan Aga sudah menghubungi penjaga villa, tangan kanan keluarga Widjaya yang mengurus dan juga menjaga villa-villa milik keluarganya, maklum saja keluarga Widjaya memang mempunyai cukup banyak villa yang tersebar di beberapa kota termasuk di daerah ini.

Pukul sepuluh malam keduanya sampai, perkarangan luas terlihat berada di sebelah kanan dan juga parkiran yang tak kalah luasnya. Bangunan yang terlihat seperti rumah nenek itu cukup nyaman.

Sesampainya di sana pun, ada makan malam yang sudah di sediakan khusus untuk keduanya. Aga dan Dira memilih untuk makan malam di bagasi mobil yang menghadap ke pemandangan dari atas bukit, parkiran yang menjadi tempat favorit Aga setiap kali dirinya ke sini. Keadaan malam setelah hujan rupanya membawa udara lebih dingin di malam ini.

"Pake dulu" Aga membawakan sebuah hoodie yang ia simpan di tas selempangnya, Dira segera memakainya.

Keduanya kembali terduduk di bagasi mobil, dengan memegang piring masing-masing. Menu makan malam kali ini tampak berbeda dan juga istimewa. Pancaran cahaya dari lampu malam terlihat begitu indah, jujur saja Dira masih sering merasa pikiran dari takutnya mengganggu. Tapi dengan cepat, Aga yang merasakan itu semua akan langsung menenangkannya. Menarik boneka beruang kecil bernama Agi, untuk duduk di antara keduanya.

"Everything it's gonna be okay Dir, gue tau takut lo akan berlalu" keduanya saling tatap, netra cantik Dira mengunci sepasang mata yang sedang memandanginya lekat di tengah malam. Pacuan jantung Dira berusaha untuk stabil, sesekali Dira memenjamkan matanya meresapi hadirnya Aga, Agi dan dirinya di malam ini, adalah sebuah keindahan di tengah gelapnya malam. Tidak ada yang salah, biarlah dirinya kembali menemukan potongan yang sempat hilang dalam diri.

"Gue minta maaf, udah lama buat dateng" ucapan Aga kembali terdengar, membuat Dira memandanginya lagi, membuka mata dan melihat raut merasa bersalah itu tergambar jelas di wajah seorang Aga.

Dira mengangguk, "Gue takut Ga, takut banget lo jijik sama gue" akhirnya ucapan itu keluar langsung dihadapan Aga.

Dira seolah membuka bibirnya mencari untai kata yang tepat untuk melanjutkan, tetapi Aga menggeleng "Lo gak usah takut, gue gak pernah ada di keadaan itu. Gak sama kaya apa yang lo takutin Dir" Dira hanya menahan dirinya untuj tidak menangis.

"Sekarang makan ya, nanti masuk angin" Aga tertawa pelan, dan sedikit melirik ke arah jok tengah dimana ada tumpukan selimut dan bantal.
Benar kata Damar, ini akan bermanfaat dan selimut itu Aga tarik untuk menutupi keduanya yang terduduk sila.

Keduanya makan dengan hikmat, benar-benar hanya makan dan ditemani lagu dari Maliq & D'essential.

Aga bukanlah tipikal lelaki romantis, tetapi untuk malam ini dirinya serasa terkena sihir. Seolah perlakuannya hari ini menggambarkan ia adalah seorang pujangga romantis yang siap bersanding dengan seorang perempuan impiannya.

Dira merasa tersanjung, melihat perlakuan Aga hari ini semakin lama semakin manis. Aga yang biasanya menjadi teman berdebatnya kini bisa berada di tempat yang sama.

Selesai makan keduanya hanya menikmati pemandangan, tanpa adanya lagi pembahasan tentang malam mengerikan.

"Sekarang keadaan lo gimana?" pertanyaan yang menjadi pikiran bagi Dira, pertama jika ia bilang dirinya makin jatuh hati pada seorang Aga apa ini masuk ke momen pengakuan? Kedua, jika dirinya bilang masih merasa takut apa nanti Aga akan terus khawatir? Lalu ketiga, "Gue lebih baik, makasih ya buat hari ini" sebuah ucapan yang akhirnya keluar dari ranum manisnya.

Aga mengangguk, menarik bantal membuat tumpukan untuk keduanya bersandar. Entah kenapa Damar membawa bantal besar untuk di kasur ke dalam mobil, tetapi itu tidak jadi permasalahan karena saat ini dapat membuat posisi nyaman bagi keduanya. Kaki yang bersampingan itu seolah saling kaku, mungkin jika keduanya sepasang kekasih sudah ada sentuhan-sentuhan yang menggoda, saling bercanda dengan hanya dua pasang kaki yang sedang berjajar seperti sekarang.

Forever Young [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang