47. Ambivalen

10 2 0
                                    

Perasaan dan pikiran Aga mengambang pada satu nama yang selalu ia pikirkan, langkahnya pun ikut menuntunnya untuk datang ke Kostan Hutama. Tempat yang menjadi bagian yang sudah lama rasanya ia hindari, kilasan terakhir yang ia ingat hanya ucapan Dira yang seolah memberhentikan semuanya. Menahan Aga untuk tidak berada di dekat perempuan itu, Aga hanya ingat bahwa pandangan terakhirnya pada Dira terlihat beberapa hari yang lalu saat dirinya berada di belakang panggung.

Langkah tergesa-gesa Aga yang berpacu dengan detak jantung, pikiran yang memutar satu nama, dan perasaan yang penuh dengan harapan akhirnya terhenti di depan kamar kost lantai dua milik Dira dan Alen. Tidak ada siapa pun, membuat Aga diam dan berinisiatif untuk melakukan panggilan telepon pada Dira. "Lho? Ga?" teriakan dari arah bawah membuat Aga menoleh, ada sepasang mata yang mengintai yaitu Rama yang baru saja membuka pintu Markas Rimba. Aga tidak memperhitungkan kemungkinan anak-anak yang melihatnya ke sini, tapi apa pedulinya lagi? Dira adalah alasan kuat bagi Aga untuk datang ke sini.

Di sisi lain, suasana di supermarket begitu nyaman dengan pandangan aneka makanan yang terjajar rapih di raknya dan juga troli yang sedari tadi sedang di maju mundurkan oleh seorang lelaki berkaos lengan panjang belang-belang hitam kuning. "Jadi lo mau buat kue sendiri gitu?" lelaki di depannya hanya tersenyum kotak dengan tangan yang masih sibuk memilih tepung. Kedua sahabat ini sedang berada di luar, ketika Villan tau bahwa Alen memang sedang sibuk dan jadwal yang padat minggu-minggu ini membuatnya menyempatkan untuk pergi bersama Baim membeli bahan masakan di supermarket.

Sebenarnya Villan sudah menyiapkan beberapa hadiah yang ia buat sendiri dan juga yang ia pesan melalui e-commerce, ide ini baru ia beritahukan pada Baim beberapa menit yang lalu saat Baim meminta tolong untuk diantarkan ke Bank mengurus kartu ATMnya yang tertelan di mesin ATM pagi tadi saat dirinya ingin menarik uang mingguan. Baim hanya bisa pasrah, sebenarnya ia tidak pernah tau apakah Villan bisa memasak dan memilih untuk membuat kue sendiri adalah pilihan yang tidak Baim dukung selain karena ribet, belum lagi kemungkinan gagal yang tidak bisa diprediksi. 

Tetapi, penolakan Baim kalah saat Villan sempat bertanya pada Rama melalui telepon, apakah di kontrakan ada oven dan jawaban Rama ternyata ada milik Jira yang merupakan oven kecil yang wajib di simpan di atas kompor jika ingin digunakan. Villan tentu senang, keinginannya bisa tercapai sedangkan Baim hanya bisa menghela napas dan mendorong troli sejak lima belas menit yang lalu.

"Ini Alen ulang tahun kapan? jujur aja gue lupa" Villan melirik Baim yang terkekeh, "Dia ulang tahun dua hari lagi" Baim mengangguk dan akhirnya membantu Villan memilih bahan lainnya. Villan memang manusia random yang bisa melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, seperti sekarang dirinya saja masih bingung menentukan untuk membuat kue jenis apa. Baim sudah terlalu hapal kelakuan sahabatnya, tapi dengan sabar ia akan membantu Villan memberikan saran untuk membuat kue seperti apa dan yang pasti simpel tapi akan tetap berkesan untuk Alen.

Setelah semua urusan selesai, kedua lelaki itu kini keluar dari supermarket dengan menjinjing tas belanjaan berisikan cemilan, dan bahan-bahan kue. "Nyeblak enak deh kayanya" ucapan Villan seketika mendapat senyuman tanda setuju dari Baim saat berjalan ke parkiran. "Hayuk, tapi yang biasa aja mau gak? pengen makan mie ayam juga" Villan mengangguk, "Yuk, kangen juga gue" keduanya pun segera menuju tempat seblak langganan, kalo kata Baim ini adalah saksi bisu yang menjadi bukti dari persahabatan mereka. Iya, Baim dan Villan juga punya tempat kesukaan dan hanya mereka berdua yang akan datang ke sini bersama.

Sejak mengenal Villan dari semester satu, Baim dan Villan sering kali menghabiskan emosinya dengan makan pedas di sini, apalagi kalo Baim atau Villan sedang merasa kesal dengan tugas atau apa pun tetapi dirasakan saat siang hari, tidak mungkin mereka minum-minum siang bolong. Maka dari itu, pelariannya adalah makan seblak jeletot Ceu Kiah yang menjadi andalan, selain murah dan bersahabat ini salah satu cara terbaik untuk berkata kasar tanpa di cerca apalagi jika sudah merasakan pedas yang membakar lidah dan tenggorokan rasanya mereka akan puas meluapkan emosi dengan wajah merah padam, ingus yang mulai menuruni rongga hidung, dan bibir merah merona juga bengkak.

Forever Young [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang