Happy Reading !!!_____________________________
Plak !Suara tamparan menggema di ruang tamu. Melvin hanya diam memasang wajah datar sedangkan Lina memeluk putranya.
"Udah pa, udah. Kamu gak kasian sama anak kamu" ucapnya lirih memandang putranya dengan berlinang air mata.
"Kalau dia anakku, kenapa ia tak pernah menurut padaku?"
"Karena papa gak pernah ngertiin aku. Papa cuma memaksa kehendak papa, apa papa pernah nanya apa yang aku mau? Nggak!" Tegas Melvin dan sekali lagi ia mendapat satu tamparan di wajahnya.
"Bara udah! Jangan berani kamu tampar Melvin lagi!" Teriak Sandra. "Ini masalah perusahaan kamu, gak ada hubungannya sama anak kita" sambungnya.
Bara hanya menatap tajam kearah Sandra namun tak membuat Ia takut. Tak lama dua orang masuk ke ruang tamu dan salah satunya berlari memeluk Melvin.
"Kakak kemana aja? Aku khawatir tahu" ucapnya manja. Melvin mendorong kasar gadis itu dan mendapat tatapan tajam pria di hadapannya.
"Kurang ajar. Jangan berani-beraninya kamu kasar sama anak saya!" Bentaknya tak terima. Bukannya takut, Melvin menatap pria menantang.
"Ajarin anak lo biar gak kegatelan peluk orang sembarang. Murahan banget" sarkasnya memandang remeh ke arah gadis itu lalu berlalu menaiki tangga.
"MELVIN! Papa belum selesai bicara!" bentaknya. Namun terdengar hanya suara bantingan pintu sangat keras.
"Vina, maaf ya atas sikap Melvin. Om akan bicara lagi sama Melvin" ucapnya lembut membuat senyum Vina mengembang. Vina menghampiri Sandra yang masih sesenggukan.
"Tante gapapa?" tanya Vina ramah. Namun Sandra hanya menatap dingin dan menepis tangan Vina yang memegang lengannya. Ia pergi menyusul putranya.
Pintu kamarnya terdengar di ketuk seseorang, namun Melvin masih tak bergeming sedikitpun dari kasurnya.
"Sayang, izinin mama masuk ya" ucap Sandra lirih. Dengan langkah gontai ia berjalan menuju pintu.
Terlihat wanita di hadapannya masih menangis sesenggukan. Ia memeluk mamanya menenangkan lalu mereka duduk di atas kasur.
"Kenapa papa berubah ya ma?" Ucap Melvin tanpa menoleh ke arah mamanya.
"Mama gak tahu sayang. Tapi mama gak akan biarkan anak semata wayang mama dijadikan alat bisnis oleh papamu"
Semenjak perusahaan papanya mengalami masalah, pria itu berubah menjadi pemarah dan terobsesi dengan uang sampai gelap mata dan menggunakan anaknya untuk ladang bisnis.
"Sayang dengar mama. Mama mau kamu sementara kita tinggal sama nenek. Mama gak mau kamu di jodohkan dengan gadis itu, mama gak mau"
"Terus papa??"
"Mama cuma mikirin keadaan kamu sayang, mama gak mau mengorbankan kebahagiaan anak mama" ujarnya sambil mengusap lembut kepala putranya. "Mama akan urus semua keperluan termasuk kuliah kamu. Dalam minggu ini kita akan pergi"
"Gimana dengan Deva ma?"
"Kamu jangan mikirin hal lain dulu Melvin, pikirkan tentang kamu. Kamu bisa jelaskan nanti, dia pasti ngerti" ujar mamanya lalu berjalan keluar kamar Melvin.
Ia sudah menyakiti Deva, ia tak mau menyakitinya lagi. Dia harus bicara dengan Deva besok, tekadnya.
✵✵✵✵✵Jam sudah menunjukkan pukul 22.23 tapi Rian belum menunjukkan batang hidungnya. Rian mengatakan sebelum jam sepuluh akan sampai, jika tahu seperti ini ia akan menerima tawaran Haris.
Terlihat jalanan tak terlalu ramai lagi membuatnya sedikit bergidik ngeri lalu memainkan ponselnya untuk mengurangi rasa takutnya. Namun ia terganggu dengan dua pria yang sedari tadi memandangnya sambil bersiul.
Perasaannya tak nyaman, ia pun bangun dan berjalan mencari tempat yang agak ramai namun sialnya beberapa tempat sudah tutup. Terpaksa ia harus ke minimart di perempatan tapi itu membutuhkan sekitar hampir sepuluh sampai lima belas menit ke sana dengan berjalan kaki.
Ia terus menekan nomor Rian dengan panik tapi kakaknya tak mengangkat telponnya. Dengan perasaan takut ia mempercepat langkahnya namun dua pria itu masih mengikuti dan terdengar langkahnya makin dekat
"Shit!"
Umpat Deva dan tanpa pikir panjang ia mulai berlari dan tanpa sadar berlari memasuki jalan kecil tanpa tujuan sambil sesekali menengok arah belakang. Kenapa orang-orang ini masih mengejarnya?
Suasana gelap membuat ia kebingungan mencari jalan keluar. Tempat ini tampak asing baginya. Ia sudah mulai kehabisan oksigen dan kakinya mulai melemah lalu ia terjatuh cukup keras.
Ia memaksakan badan mungilnya bangun dan terus berlari sampai ia bertemu pertigaan. Tanpa pikir panjang ia belok ke kiri namun ia merutuki kebodohannya karena yang ada di hadapannya ada jalan buntu.
"Hm sudah lelah sayang?" Ucap salah satu pria dengan tatto di lehernya. "Sial, harusnya kita udah seneng-seneng, kenapa malah lari. Abang gak akan nyakitin kamu kok" sambungnya.
"Ayo cantik ikut abang. Atau kamu mau kita senang senang disini" ucap yang lain sambil terkekeh.
"Jijik banget gue" bentak Deva sambil melihat sekitar, mungkin ia menemukan jalan keluar. Mereka hanya tertawa mendengar ucapan Deva.
"Wah nyali lo gede juga, gue demen nih"
"Gak usah sok ganteng lo anjing, gue gak minat sama tua bangka kayak lo" dan sekali lagi, mereka hanya tertawa. Terlalu muak melihat orang-orang di depannya, entah keberanian dari mana yang membuat Deva melempar batu seukuran genggamannya dan mengenai kepala pria bertato di leher.
"Sialan! Dasar cewek bang.."
"Woy" kompak mereka mengalihkan pandangan ke arah suara tersebut. Terlihat seorang laki-laki berdiri santai di ujung jalan. "Banci lo semua, sama cewek kok keroyokan" sambungnya dengan nada meledek.
"Lo gak usah ikut campur, lo udah bosen hidup hah!" Sungut salah satu preman
"Udah gak usah banyak bacot ngab, matiin aja tuh bocah" segera mereka menghampiri laki-laki itu. Namun sebelum berhasil menyentuhnya, terdengar sirine polisi yang berhasil membuat mereka panik.
"Sebelum lo matiin gue, mending lo selamatin dulu nyawa lo" tak menunggu lama kedua preman itu lari menjauh. Laki-laki itu hanya terkekeh lalu menekan sesuatu di ponselnya. Ia berjalan ke arah gadis yang masih terduduk di hadapannya.
"Lo gapapa ?" Tanya laki-laki itu mengulurkan tangan membantu Deva bangun. Deva mengernyit melihat seseorang di hadapannya.
"Kok lo bisa disini?" tanya Deva namun laki-laki itu hanya tak menghiraukan dan berbalik
"Andra tunggu, Aw!" Laki-laki itu langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Deva. Ia menghidupkan flash ponselnya dan baru melihat ada luka di lutut, tangan dan kening gadis itu.
Tanpa menunggu persetujuan gadis itu, ia memapah Deva yang tentu membuat gadis itu terkejut setengah mati.
"G-gue bisa jalan sendiri" namun Andra tetap berjalan tanpa menoleh Deva. Sebenarnya Deva agak malu sedekat ini dengan Andra.
Ketika keluar gang, Deva mengernyit bingung karena tak melihat satupun mobil polisi. Lalu dari mana suara itu? Batinnya.
"Ambil" Deva menatap bingung Andra. Andra hanya menghela nafas lalu menunjukkan suatu arah dengan kepalanya. Deva menemukan kotak kecil pada sebuah pohon pisang. Jadi sumber suara itu dari benda ini? pikir Deva lalu Andra kembali berjalan menuju motornya.
✵✵✵✵✵
Gimana part kali ini??lanjut???
Jangan lupa Vote & komen ya ✌️Thank you 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANDRA
RomantizmFollow sebelum baca ! Devanatasya Kennan, seorang mahasiswi sederhana yang bekerja di sebuah cafe kecil. Kecuali sahabatnya, tak banyak yang tahu jika ia berasal dari keluarga berada termasuk kekasihnya. Dengan alasan perbedaan statuslah yang akhirn...