Happy Reading!!
_____________"Hai sayang"
Keyla yang dibuat kesal dengan kehadiran laki-laki itu, tanpa aba-aba langsung melayangkan tamparan yang cukup keras. Ekspresi laki-laki itu seketika berubah dingin dengan tatapan menusuk. Tapi perubahan itu tak membuat Keyla takut sedikitpun.
"Tamparan ini gak ada apa-apanya. Harusnya gue bunuh aja lo! Setelah apa yang lo buat, lo masih berani lo nunjukin muka lo di depan gue, bajingan!"
"Maksud kamu?"
"Gak usah sok bego lo anjing! Lo kan yang bikin Deva sekarat? Dan berkat kebodohan lo, gue yang kena imbasnya. Satu sekolah nuduh gue pelakunya. Otak lo gak mikir sampe sana hah?!"
"Oh gara-gara itu"
"Enteng banget mulut lo"
"Terus aku harus gimana? Lagian kenapa kamu marah sih. Harusnya kamu berterima kasih sama aku. Bukannya ini yang kamu mau? Kalau cewek itu sampai mati, peluang kamu buat dapetin Andra makin besar kan? Aku udah baik loh bantuin kamu"
"Gue gak butuh bantuan lo! Kalaupun emang harus, gue bisa lakuin itu sendiri. Bahkan lebih daripada yang lo buat. Mending sekarang lo pergi dari sini! Gue muak banget liat muka lo!"
Tak mengindahkan ucapan Keyla, laki-laki itu dengan santai masuk melewati Keyla yang berdiri di ambang pintu lalu duduk di atas sofa sambil menaikan satu kaki. Sikap laki-laki itu semakin membuat Keyla emosi.
"Papa mama kamu kemana?"
"Lo gak bisa di ajak ngomong bahasa manusia? Gue bilang pergi!" Ucap Keyla sambil menarik lengan jaket laki-laki itu. Tapi dengan kasar ia menepis tangan Keyla.
"Kayaknya gue terlalu lunak sama lo. Apa perlu gue ingetin lagi apa yang udah keluarga gue lakukan buat keluarga lo?" Keyla langsung bungkam. Kembali dirinya harus diingatkan dengan masalah itu oleh laki-laki ini. Sial, dia memang pintar memainkan kelemahannya sehingga Keyla kalah telak di saat itu juga.
Tahu bahwa Keyla tak akan melawannya, laki-laki itu meraih tangan gadis itu lalu menariknya pelan hingga gadis itu kini duduk di sampingnya. Laki-laki itu menggenggam tangan Keyla lalu menautkan jemari mereka. Keyla merasa begitu risih, tapi juga ia tak bisa berkutik. Tangannya yang lain merapikan poni yang sedikit menutupi mata Keyla.
"Good girl. Kamu lebih cantik kalau patuh, Key. Aku gak suka cewek pembangkang Keyla dan kamu tahu itu, iya kan?"
"Maaf" gumamnya
"It's okay. Tapi lain kali, jaga sikap kamu kalau sama aku. Kamu gak pernah tahu apa yang ada di kepalaku Key, paham?" Sekali lagi Keyla harus menurut dengan apa yang dikatakan laki-laki ini.
* * *
Sepulang dari rumah Keyla, niat awal ingin mencari suasana bar ia urungkan dan memilih pulang ke rumahnya. Hari ini suasana hatinya benar-benar kacau. Ditambah karena panggilan telpon dari mamanya yang mengatakan bahwa ia dan kakaknya sudah tiba di Indonesia. Ini diluar perkiraan awal. Dengan kembalinya sang kakak, rencana yang sudah ia susun kemungkinan besar akan rusak.
Baru saja ia melangkahkan kaki ke dalam rumah, dirinya dibuat bingung. Kenapa lampu di rumahnya hidup? Sudah menjadi kebiasaan ketika ia pulang akan di sambut oleh kegelapan. Sampai sepasang netranya menangkap sosok laki-laki yang tengah duduk bersila di atas lantai dengan sebuah album foto di tangannya. Napasnya terasa berat kala orang itu menyadari kedatangannya. Walaupun wajahnya masih tampak sayu, tapi kelihatannya ia sudah jauh lebih baik dibandingkan tiga bulan yang lalu. Dan jujur saja, jauh di lubuk hatinya, ia tak suka melihat keadaan kakaknya saat ini.
"Kamu udah pulang?" Laki-laki itu melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 11.30 malam. "Kamu habis darimana dek?"
"Lo ngapain di sini?" Ucapnya dingin. Ia berjalan menghampiri kakaknya lalu menarik album itu dari tangannya. "Orang penyakitan kayak lo harusnya banyak istirahat, bukannya kelayapan"
Bukannya tersinggung, laki-laki itu justru tertawa dengan ucapan sarkas adiknya. Ia bangkit dan berpindah duduk ke sofa. Pandangannya masih belum lepas dari wajah dingin adiknya. Sedangkan yang di tatap memilih melengos ke rak buku, meletakkan album foto yang diambil kakaknya.
"Kenapa kamu potong rambut?"
"Bukan urusan lo!"
"Karena permintaan mama?"
"Daripada lo sibuk ngurusin rambut gue, mending lo urusin penyakit lo. Pulang sana! Gue gak mau nyokap nyalahin gue kalo lo kumat di sini!"
"Mama gak bakalan marah"
"Ke lo doang! Lo kan anak kesayangan bokap nyokap!" ucapnya penuh penekanan. Kakaknya hanya bisa menghela napas berat dengan serangkaian kalimat sarkas adiknya. Meski begitu, ia tak memiliki niat untuk melawan.
"Ayo pulang"
"Pulang?" Ia memasang wajah mengejek "Pulang kemana? Gue gak punya rumah"
"Kamu jangan gitu"
"Ck udahlah, gue capek debat sama lo. Mending lo pulang sekarang. Jangan sampe gue kehilangan kesabaran terus nonjok lo"
"Ya udah ayo tonjok. Kakak gak keberatan"
Ia menghela napas frustasi. Seperti biasa, kakaknya sangat keras kepala. Dan sudah pasti, kakaknya tak akan semudah itu pergi. Dengan emosi yang tertahan, ia memilih untuk pergi ke kamar.
"Kamu masih ngicer Andra?" Langkahnya langsung terhenti di anak tangga pertama. Ia masih berdiri di sana.
"Kamu gak bisa berhenti buat ngejar Andra? Sampai kapanpun, Andra gak bakalan liat kamu lebih dari adik"
"Lagian ini udah gak wajar. Obsesi kamu ini sampai ngelukain orang. Kamu udah gak waras?"
Waras. Satu kata yang berhasil menyulut amarahnya. Lama sekali kata itu tak terdengar olehnya. Dulu kata itu selalu terngiang di telinganya. Ia berbalik badan menghadap kakaknya yang juga menatap dirinya dengan mata sayu menyebalkan itu.
"Kapan gue pernah waras? Dari dulu gak ada kata waras di hidup gue. Lo gak suka? Gak usah ikut campur"
"Tapi kamu bawa nama kakak! Kamu juga nyakitin Keyla!"
"Gak usah bentak gue!" Ucapnya tak kalah tinggi.
"Maaf kakak-"
"Pergi lo dari sini! Gue muak liat muka di sini! Pergi dari rumah gue!" Setelah itu, ia berlari menaiki anak tangga hingga sosok adiknya pun menghilang. Hanya bantingan pintu yang keras menjadi akhir dari percakapan mereka. Laki-laki itu kembali menghela napas berat. Kembali ia menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya ia tak membentak adiknya. Jika saja ia bisa menahan diri, mungkin ia masih bisa mengobrol dengan adiknya.
"Maafin kakak... Maaf... "
Sejak tadi ponsel di sakunya bergetar. Tentu saja ia tahu siapa yang menghubunginya. Dengan setengah hati ia mengeluarkan ponselnya. Terdapat banyak panggilan tak terjawab dari mamanya. Bahkan ada belasan pesan yang tak ia balas. Ia memutuskan membuka satu persatu pesan tersebut.
Ada satu kalimat di dalam pesan itu yang membuat dirinya membeku di tempat. Ya, ia masih ingat apa alasannya ia berada disini, tapi ia tak menyangka mamanya akan melakukan hal yang berlebihan seperti ini.
Gimana, kamu udh bicara sama Gisel? Jangan lama2 ya, kita gak mau dia lepas kendali lagi kayak tadi kan? Besok petugas rumah sakit bakalan jemput Gisel. Km gak usah khawatir Ben
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANDRA
RomansFollow sebelum baca ! Devanatasya Kennan, seorang mahasiswi sederhana yang bekerja di sebuah cafe kecil. Kecuali sahabatnya, tak banyak yang tahu jika ia berasal dari keluarga berada termasuk kekasihnya. Dengan alasan perbedaan statuslah yang akhirn...