'Dalam hidup, harus ada satu pengorbanan. Jika tidak ingin merasakan kehilangan.'
***********"Galang! Tiara!" panggil Vivi dengan nada cukup tinggi kepada dua anak kecil yang tengah menggambar di depan rumah Tiara.
"Tante Vivi? Ada apa?" tanya Tiara dengan raut wajah bingung seraya berdiri dari duduknya begitu juga dengan Galang.
"Kalian liat Kevin sama Rara gak?" tanya Vivi, deru nafasnya tidak beraturan.
"Nggak. Aku sama Galang gak liat Kevin sama Rara hari ini, katanya mereka berdua mau ke sini. Tapi, sampai sekarang belum datang juga," tutur Tiara mengatakan yang sebenarnya, ucapannya diangguki oleh laki-laki yang masih memegang pensil warna.
Sontak, Vivi terkejut mendengar ucapan gadis kecil yang memakai pakaian serba pink itu. Hatinya semakin cemas, lalu ia pun kembali berucap, "Tante pergi dulu. Kalian berdua tetap di rumah, ya. Jangan pergi kemana-mana."
"Memangnya ada apa, tante? Kok tante nanyain Kevin sama Rara?" Kini Galang yang bertanya lantaran penasaran.
"Kalian liat berita pagi ini?" tanya Vivi kepada Galang dan Tiara yang kompak menggeleng. Vivi menghela nafas pelan, lalu memegang bahu dua anak kecil itu dengan tatapan serius.
"Berita tadi pagi, ada penculik yang masuk ke kampung Kevin, Tiara, sama Galang. Tapi tante gak tau, jadi tante biarin Kevin sama Rara pergi berdua. Sekarang, tante mau cari mereka. Semoga mereka baik-baik aja," jelas Vivi menampilkan senyum tipisnya. Galang dan Tiara terkejut.
"Kalo gitu, aku sama Tiara bantu cari Kevin sama Rara ya, tante," pinta Galang menatap Vivi yang berdiri tegak seraya menggelengkan kepalanya.
"Nggak. Gak boleh. Kalian berdua turuti perintah tante. Kalian harus tetap di rumah, kalo mau pergi jauh minta ditemenin, jangan berdua. Oke?" jelas Vivi yang sudah menganggap Galang dan Tiara sebagai anaknya sendiri.
Galang dan Tiara kompak mengangguk. Vivi tersenyum hangat, lalu mengusap lembut kepala mereka. Wanita itu pun berpamitan dan segera pergi untuk mencari putrinya dan anak tetangganya. Perasaannya sangat cemas. Tiba-tiba ia terfikirkan tempat yang sering mereka berdua kunjungi. Vivi berlari sekencang mungkin dan berusaha menahan agar air matanya tidak keluar.
**************
Kevin mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, kepalanya terasa pusing. Ia lalu teringat bahwa dirinya dan Rara diculik oleh Bagas. Kevin melihat sekeliling ruangan yang sedikit cerah karena lampu, dan cahaya matahari dari celah jendela. Netranya menangkap sosok teman dekatnya yang keadaannya terlihat memprihatinkan. Kedua mata Rara ditutup, mulutnya dibekap oleh lakban, kedua tangan dan kakinya diikat oleh tali tambang.
"Apa yang om lakukan? Jangan sakiti Rara!" Kevin menatap Bagas yang berdiri sekitar tiga meter dari Rara. Nada Kevin sedikit berteriak, lantaran Bagas memegang pisau buah dan menunjuk ke arah kepala Rara.
"Ternyata kamu sudah bangun. Syukurlah, kamu bisa melihat apa yang akan aku lakukan padanya," ujar Bagas mengalihkan tatapannya ke arah Kevin dengan senyum iblisnya.
"Aku mohon. Jangan sakiti Rara. Om sakiti saja aku," pinta Kevin. Kedua tangan dan kakinya juga sama diikat, saking kuatnya, pergelangan kaki dan tangannya memerah, nyaris berdarah.
"Tidak mau. Aku tidak mau membunuh laki-laki," balas Bagas seraya berdiri. Dia berjalan mendekati Rara dengan tangan yang masih memegang pisau, sepertinya sudah diasah.
"TIDAK! JANGAN! Aku mohon jangan sakiti Rara," teriak Kevin melihat Bagas yang seperti akan menggoreskan pisau itu ke leher Rara. Ternyata, Bagas hanya melepaskan kain beserta lakban yang menutup kedua mata dan mulut Rara. Nada Kevin juga berubah menjadi lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
General Fiction*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...