48. Pergi

16 2 0
                                    

Selamat membaca. ❣️🍁

*****

Setelah ponsel Kevin dilacak oleh Lia, dia menyuruh Galang dan beberapa polisi untuk datang ke tempat itu. Desi tidak diperbolehkan, karena hari sudah malam dan mengingat usianya yang sudah rentan akan penyakit. Desi cemas kala mengetahui tempat penculikan itu berada. Beberapa jam kemudian, Galang memberi tau Lia jika Kevin dan Zahra dibawa ke rumah sakit. Meskipun tengah malam, Desi langsung pergi, tidak bagi Lia yang mempunyai seorang bayi.

Kevin dan Zahra sudah dioperasi dan dibawa ke ruang rawat inap. Tentunya bersebelahan. Di ruangan Zahra, ada Dinda dan juga Ryan. Sedangkan di ruangan Kevin, ada Desi, Galang, dan juga Razka. Dini hari Zahra sudah sadarkan diri dan Desi langsung pergi ke ruang rawat inap gadis itu, dia sudah memikirkannya beberapa puluh kali. Saat baru datang, Desi melihat Zahra yang tengah meminum air putih dari Dinda.

"Eh, Mama," kata Zahra tersenyum ramah dengan wajah pucatnya.

"Jangan panggil saya Mama, saya bukan Mama kamu." Nada dan raut wajahnya serius. Dia berjalan mendekati Zahra.

"Tapi, ah, ya.  Saya minta maaf," balas Zahra memilih untuk mengalah. Dinda menatap Desi dengan tatapan bingung, auranya terasa berbeda dari biasanya.

"Saya mohon sama kamu, menjauhlah dari Kevin. Jika bisa, pindah dari negara ini. Agar Kevin tidak bisa bertemu dengan kamu." Ucapan itu, membuat Zahra dan Dinda terkejut. Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga.

"Memangnya kenapa, Bu?" tanya Dinda ingin tau.

"Jika Zahra terus bersama dengan Kevin, bisa saja keadaan Kevin akan lebih parah lagi dari ini. Kamu tau, Kevin hampir meninggal karena terlalu banyak melihat darah. Dan itu semua, karena kehadiran Zahra," jelas Desi menunjuk Zahra dengan tatapan tidak sukanya.

Dinda sangat terkejut mendengar ucapan Desi yang menurutnya keterlaluan. Zahra menundukan kepalanya seraya meremas selimut yang menutupi perutnya, ia merasa bersalah atas keadaan Kevin saat ini. Namun tetap saja, Zahra tidak mau berpisah dengan Kevin yang ke-dua kalinya.

"Tapi, Bu. Itu kecelakaan, bukan keinginan Zahra. Jadi, saya mohon. Jangan salahkan Zahra dan terima kenyataannya. Saya mengerti kenapa Ibu berfikir seperti itu, tapi, untuk memisahkan mereka, menurut saya itu terlalu berlebihan." Dinda menjelaskan agar sahabatnya mendapat keadilan. Ia tau bahwa Zahra menyukai Kevin, sahabatnya pasti akan terluka jika harus berpisah dengan Kevin.

"Ini keputusan saya, Dinda. Saya tidak peduli jika memisahkan mereka terlalu berlebihan. Saya hanya tidak mau Kevin menderita karena terus bersama dengan Zahra." Wanita parubaya itu membalas ucapan Dinda. Nadanya masih serius, begitu juga dengan tatapannya.

"Apa ini karena kejadian itu?" tanya Zahra menatap Desi yang membalikan badannya dan menganggukan kepalanya.

"Tentu saja. Karena kejadian itu Kevin harus dioperasi," balas Desi merubah raut wajahnya menjadi tidak suka, ada sedikit kebencian yang terlihat di dalam kedua matanya.

"Tidak, bukan kejadian beberapa jam yang lalu. Tapi, kejadian enam belas tahun yang lalu," ucap Zahra setelah menggeleng pelan. Desi membulatkan kedua matanya, dan Dinda mengerutkan keningnya.

"Jangan-jangan, kamu sudah mengingatnya?" Desi sampai menutup mulutnya terkejut.

"Saya sudah mengingatnya, karena kejadian tadi hampir mirip dengan kejadian itu. Ruangan, dan suara tembakan. Saya ingat semuanya." Zahra mengangguki pertanyaan dari Desi, ia tersenyum tipis. Dinda masih belum mengerti, karena dia tidak tau.

"Bagaimana dengan Kevin? Apa dia sudah tau?" tanya Desi ingin tau dan berharap anak bungsunya belum mengetahuinya.

"Pak Kevin sudah mengetahui jika saya adalah Rara," jawab Zahra. Desi dan Dinda terkejut mendengar ucapannya.

You Bring Joy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang