35. Berubah?

16 2 0
                                    

'Bisakah Anda mengeluarkan kata-kata yang sedikit lembut untukku? Kenapa selalu bentakan dan kata-kata tajam yang sangat menyakitkan?'

******

"Aku di sini," jawab Ryan seraya berdiri dari duduknya.

"Lama tidak bertemu, Fazar," lanjutnya membuat Fazar diam dengan raut wajah terkejut.

"Kamu sungguh Ryan?" tanya Fazar memastikan. Dia tidak boleh tertipu.

"Kenapa kamu bertanya? Kamu tidak percaya Ryan masih hidup?" Radit menatap anak yang dia adopsi. Seperti biasa, tatapannya datar, dan nadanya dingin.

"Ti-tidak. Bukan be-begitu." Fazar terbata-bata. Dia menatap ayah angkatnya seraya menggeleng cepat.

Radit berdecak malas.

"Kita tidak bertemu selama sembilan belas tahun. Kamu malah mengatakan seolah-olah tidak percaya jika aku masih hidup. Bukankah itu terlalu kejam bagi saudara?" tanya Ryan tersenyum tipis menatap Fazar yang masih terkejut.

"Maaf," balas Fazar menatap Ryan dengan tatapan merasa bersalah.

"Apa? Untuk apa?" tanya Ryan mengerutkan keningnya bingung.

"Syukurlah kamu sadar diri. Tapi, kata maafmu tidak akan merubah apapun. Kakakmu hampir membunuh Ryan, dan juga kita semua harus berpisah dengan Ryan selama sembilan belas tahun. Jadi, lakukan hal lain daripada mengatakan kata maaf," tegas Radit yang berjalan mendekati anak keduanya.

Fazar langsung mengepalkan kedua tangannya. Dia mengatakan itu secara terpaksa karena merasa bersalah akibat ulah kakaknya dulu terhadap Ryan. Tapi, apa? Pria parubaya itu malah merendahkannya. Fazar menyesal datang ke rumah yang dulu dianggapnya sebagai neraka.

"Pa," tegur Ryan merasa jika ucapan Papanya terlalu berlebihan. Dia sudah melupakan semuanya, dan Ryan menerima maaf dari Fazar. Dirinya tau, jika saudara tirinya mengatakan itu secara terpaksa.

"Apa? Dia memang harus melakukan hal lain untuk bertanggung jawab akibat ulah kakaknya. Papa tidak salah," ucap Radit membuat Ryan menghembuskan nafasnya.

"Tidak salah? Sungguh?" Fazar merubah nadanya menjadi dingin. Raut wajahnya sangat datar.

"Apa maksudmu?" tanya Radit merasa tidak mengerti mengenai pertanyaan dari Fazar.

"Fazar, jangan mengatakannya!" suruh Gian yang berjalan mendekati Fazar. Dia datang seorang diri, anaknya masih belum pulih.

"Anda sudah membunuh ayah kak Bagas. Jadi, jangan menyalahkannya saat anak keduamu diculik dan hampir meninggal. Salahkan diri Anda sendiri karena membuat ayahnya meninggal," tekan Fazar menatap kedua bola mata Radit yang langsung membulat.

Gian menghela nafas kasar. Dia sudah menduga Fazar akan mengatakan itu. Ryan semakin menggenggam tangan istrinya dengan lembut. Sejujurnya, Ryan takut melihat kemarahan ayahnya. Meskipun dulu, dia tidak pernah dimarahi. Tapi, ia pernah melihat ayahnya mencelakai seorang asisten rumah tangga dengan sadis. Dan itu pun, saat Radit marah besar.

"BERANI SEKALI KAMU MENGATAKAN ITU!" bentak Radit seraya menampar pipi Fazar dengan sangat keras.

Fazar tersenyum sinis, ia memegang pipinya yang terasa sakit. Darah keluar dari sudut bibirnya. Dinda terkejut melihat perlakuan ayah mertuanya kepada saudara tiri suaminya. Clara menyuruh Dinda dan Ryan untuk pergi ke kamar, namun Ryan menolak. Clara pun mengiyakan.

"Kenapa Anda marah? Padahal itu kenyataannya. Anda, membunuh teman Anda sendiri. Karena apa? Karena uang. Anda tergila-gila kepada uang sampai membunuh seseorang," dengus Fazar menatap Radit dengan senyum sinisnya.

You Bring Joy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang