'Nyatanya bagi orang yang tidak mengenal kata bahagia, lebih sering melakukan hal yang dia suka. Bahkan, nyawanya pun dia anggap tidak berharga.'
**************
Kevin berjalan santai dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya. Tangannya menjinjing se-plastik berwarna hitam dengan ukuran sedang. Mungkin orang mengira dirinya disuruh oleh mamanya untuk memberi kue cokelat yang ada di dalam plastik itu kepada mamanya Rara. Namun, perkiraan orang salah. Kevin membeli kue cokelat itu untuk teman dekatnya sebagai ucapan rasa bersalah karena tidak bisa menepati janjinya.
Setelah kehilangan Ravin waktu itu, Kevin sedikit berubah. Dia jadi membenci anak anjing, lantaran selalu teringat akan Ravin. Rara pernah menghindar darinya selama dua hari, karena Kevin yang membiarkan Ravin dibunuh. Rara mulai mengerti alasan Kevin melakukannya setelah mendengar penjelasan dari ibunya. Rumahnya dan Rara terhalang lima rumah, ia harus berjalan sekitar tiga menit.
**************
'Tok'Tok'Tok
"Ya, sebentar," ujar Vivi seraya mengambil bekal anak bungsunya. Ia berfikir mungkin orang yang mengetuk pintu rumahnya adalah anak pertamanya. Vivi tersenyum hangat seraya berjalan santai menuju pintu utama.
'Ceklek'
"Ternyata bukan Angga," gumam Vivi setelah melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya. Ia pun menyimpan bekalnya di meja, Vivi menatap bingung pria yang memakai pakaian serba hitam tersebut.
"Kamu siapa?" tanya Vivi menatap pria bertubuh tinggi itu dengan tatapan bingung.
Pria tersebut membuka kupluknya lalu menatap Vivi dengan senyum evilnya. "Aku kecewa, kamu melupakanku."
"Kamu .... " Kedua mata Vivi membulat melihat pria yang sudah menculik putrinya dan anak tetangganya dua pekan yang lalu.
"Bagaimana kabar anak-anak itu? Apa mereka baik-baik saja?" tanya Bagas seraya berjalan masuk ke dalam rumah Vivi, ia menatap sekeliling rumah yang sangat rapi.
"Pergi," suruh Vivi dengan nada penuh penekanan. Bagas membalikkan badannya, dia tersenyum sinis mendengar wanita yang ia sukai mengusirnya. "Saya bilang, pergi!" Vivi membentak bagas seraya membuka pintu nya lebar-lebar.
"Tidak mau. Aku berusaha agar bertemu denganmu, bagaimana bisa aku pergi begitu saja tanpa melakukan apapun?" tanya Bagas seraya mendekat ke arah Vivi yang langsung memundurkan langkah kakinya sampai tembok dekat dengan lemari gelas dan toples yang terbuat dari kaca.
"Pergi atau saya akan membunuhmu!" ancam Vivi yang mengambil gelas, bentuknyq panjang.
"Sebelum kamu membunuhku, aku yang akan membunuhmu lebih dahulu," ujar Bagas menampilkan senyum yang sangat menakutkan. Ia menutup pintu dengan kaki panjangnya.
"Bagaimana bisa kamu hidup seperti ini?" tanya Vivi dengan kedua mata yang berkaca-kaca, ia merasa kasihan kepada Bagas.
"Karena aku menyukainya," ucap Bagas seraya mengambil pisau dari dalam hoodienya. Vivi sontak terkejut melihat Bagas yang mengarahkan pisau itu ke lehernya.
"Setidaknya kamu harus memikirkan keluarga kamu, mereka pasti akan sedih karena kelakuan kamu selama ini. Jadi, berubahlah." Vivi mencoba agar Bagas tidak melakukan hal buruk kepadanya.
"Keluarga? Aku tidak punya keluarga, jadi aku bisa hidup bebas," balas Bagas masih menampilkan senyum evilnya. Vivi menghela nafas pelan, ia benar-benar takut jika sekarang dirinya harus meninggalkan anak-anaknya.
'Jleb'
Tanpa basa-basi, Bagas langsung menusuk jantung Vivi. Gelas yang dipegang oleh wanita itu, langsung jatuh ke lantai. Begitu juga dengan Vivi yang sudah terkapar di lantai dengan darah yang terus keluar, Bagas tersenyum sinis. Ia pun memindahkan Vivi tepat di depan pintu. Dia akan memberi kejutan kepada orang yang akan datang ke rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
Ficción General*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...