'Jika kamu senang karena pria lain. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Selain merelakan dan menyerah untuk terus memperjuangkan.'
***********
"Oh, iya. Kapan kamu mau bilang sama Zahra?" tanya Dinda kepada Ezra yang langsung terdiam.
"Aku akan mengatakannya hari ini." Ezra menatap Dinda dengan senyum tipisnya.
"Serius? Kamu udah buat keputusan?" tanya Dinda penasaran.
Ezra menganggukkan kepalanya. "Aku sudah memutuskannya. Aku ... akan menggantikan Papa."
"Zra .... " Dinda kembali berkaca-kaca. Nadanya terdengar lirih.
"Hm? Kenapa? Kamu mau nangis lagi? Tidak. Jangan nangis lagi," ujar Ezra menatap Dinda dengan tatapan serius.
Dinda memanyunkan bibirnya. Ezra pun berdiri dari duduknya seraya menghela napas kasar. "Ayo, kita pergi ke rumah sakit. Aku akan mengatakannya di sana."
"Ezra, kamu yakin tidak apa-apa jika pergi ke Singapura?" tanya Dinda. Wanita itu sama halnya berdiri, raut wajahnya terlihat cemas.
"Kenapa aku tidak apa-apa? Aku di sana kerja, bukan main," ucap Ezra dengan senyum lebarnya.
"Tapi, kamu akan meninggalkan Zahra. Aku tau, kamu mencintainya. Kamu yakin, tidak apa-apa meninggalkan cinta pertama kamu?" Dinda menjelaskan, dia juga mengulang pertanyaannya.
Ezra kembali terdiam, pria itu menundukkan kepalanya sekejap. Lalu mendongak, menatap Dinda dengan senyum palsunya. "Kamu sudah tau jawabannya."
Dinda merasa dadanya sesak, dia merasakan apa yang tengah dirasakan oleh sepupunya. Tapi, Dinda tidak bisa melakukan apa-apa. Dan itu membuatnya semakin merasa sedih.
"Aku tunggu setengah jam lagi, ya," lanjut Ezra kepada Dinda yang masih berdiri dengan raut wajah sedih. Setelah mengatakan itu, Ezra pun masuk ke dalam rumahnya.
************
"Zahra, kamu sudah punya pacar?" tanya Tiara, membuat Zahra sedikit terkejut karena pertanyaannya.
"Kenapa kamu bertanya?" Bukan suara Zahra, melainkan Kevin.
"Karena aku ingin tau. Jadi, aku bertanya," jawab Tiara dengan senyumnya.
"Jangan bertanya," ucap Kevin. Nada dan tatapannya serius.
Tiara terkejut. "Ha? Kenapa?" tanyanya bingung.
"Pokoknya, jangan bertanya, dan jangan ingin tau," tegas Kevin. Ucapannya membuat Galang dan Zahra menatapnya dengan tatapan sama halnya bingung.
"Aku gak ngerti. Kok aku gak boleh nanya? Aku kan nanyanya sama Zahra, bukan sama kamu. Kok kamu yang sewotnya sih?" tanya Tiara melampiskan rasa herannya kepada teman masa kecilnya.
"Aku kan atasannya, jadi aku berhak ngomong gitu." Seolah tidak mau kalah berdebat, Kevin membalas ucapan Tiara.
"Apa? Tapi, itu kan masalah pribadi Zahra. Jadi, sebagai atasannya kamu gak boleh larang dia buat jawab pertanyaan dari aku," jelas Tiara dengan nada kesal.
"Aku berhak." Kevin berucap dengan nada serius.
Tiara berdecak, tatapannya sinis. Galang dan Zahra memilih untuk diam. Beberapa detik kemudian, Tiara tersenyum lebar seraya menatap Kevin yang terlihat bingung menatapnya. "Jangan-jangan, kamu cemburu?" tebak Tiara membuat Kevin membulatkan kedua matanya.
"Apa? Cemburu katamu? Tidak. Itu tidak benar. Kamu mengatakan omong kosong," elak Kevin seraya menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Galang menahan tawanya. Sedangkan Zahra, gadis itu menghela nafas pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
General Fiction*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...