34. Pertemuan

17 2 0
                                    

'Meskipun kita tidak banyak berbicara, aku bisa tau jika kamu adalah saudaraku.'


*********

Dua minggu yang lalu ....

Gian berjalan tergesa-gesa memasuki kampus tempat belajar adik iparnya. Beberapa menit yang lalu, seorang dosen menghubunginya dan menyuruhnya untuk datang. Lantaran, adik iparnya mempunyai masalah dengan temannya. Gian seperti ayah bagi adik istrinya yang baru berusia dua puluh tahun itu.

"Reva, kamu baik-baik saja?" tanya Gian dengan raut wajah cemas. Ia bahkan memegang pundak adik iparnya yang duduk di sebuah kursi.

Reva berdehem. Lalu membalas pertanyaan dari kakak iparnya, "Aku baik-baik aja, kak."

"Kamu berbohong, Reva. Pipi kamu merah, kamu habis di tampar, 'kan?" tanya Gian yang mengetahui kebohongan gadis dihadapannya.

Reva hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Siapa? Siapa yang udah buat kamu terluka?" tanya Gian dengan nada tegas.

"Saya minta maaf. Saya mungkin tidak sopan menyela ucapan Anda. Saya hanya ingin menjelaskan permasalahannya," kata Ryan setelah berdehem cukup keras.

"Ah, ya. Saya yang harusnya minta maaf. Saya terlalu khawatir kepada adik ipar saya," balas Gian merasa bersalah.

Ryan hanya tersenyum tipis. Lalu mempersilakan Gian untuk duduk di samping Reva. Ryan merubah raut wajahnya menjadi serius, dia juga berdehem pelan.

"Jadi, permasalahannya di mulai sekitar satu minggu yang lalu. Reva dapat nilai tertinggi di kelas, dan  Nesa tidak menyukainya. Nesa iri, dia berusaha agar nilai Reva menurun. Tapi, caranya salah. Nesa malah membakar tugas Reva yang harus di kumpulkan hari ini. Reva ingin Nesa bertanggung jawab, tapi Nesa malah menampar Reva dan bilang dia sangat iri," jelas Ryan menjelaskan masalah yang dia ketahui dari semua orang yang melihatnya secara langsung. Dia juga bertanya kepada Reva.

Gian terkejut. Reva semakin menundukkan kepalanya. "Kamu di tampar sama dia? Seharusnya kamu yang nampar, bukan dia. Kenapa kamu diam aja?" omel Gian menatap adik iparnya.

"Reva tidak menampar Nesa karena keluarga Nesa orang yang terpandang," balas Ryan membuat Gian semakin terkejut dibuatnya.

"Reva," panggil Gian dengan nada lirih. Ia tidak menyangka gadis yang berpakaian rapi tersebut memikirkan hal seperti itu.

"Dia sering bully kamu?" tanya Gian menatap Reva yang langsung menatapnya dengan tatapan sendu.

Reva mengangguk pelan. Gian menghela nafas. "Di mana wanita itu?" tanyanya. Dia merubah raut wajahnya menjadi serius.

"Nesa, masuk!" suruh Ryan menatap pintu yang langsung terbuka lebar.

"Nesa, di mana orang tua kamu?" tanya Ryan bingung.

"Orang tua saya tidak ada di Indonesia, Pak," jawab Nesa.

"Apa?!" Ryan terkejut. Dia menyuruh Nesa agar duduk di samping kiri Reva.

"Kamu berbohong, 'kan?" tuduh Gian menatap gadis yang tengah menunduk itu.

"Tidak, saya tidak berbohong," kata Nesa seraya menggeleng cepat.

"Hubungi orang tua kamu," suruh Ryan membuat Nesa tersentak terkejut.

"Tapi, Pak--

"Kalo kamu nolak, berarti kamu berbohong," timpal Gian dengan nada dingin.

Nesa mengangguk pasrah. Ia pun mengambil ponselnya dari tas berukuran sedang bermotif hati. Gadis itu menyimpan ponselnya di tengah-tengah karena suruhan Ryan. Nesa menghubungi nomor ibunya.

You Bring Joy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang