'Kekhawatiran kehilangan, membuat seseorang tanpa sadar mengungkapkan perasaan.'
*********
Kevin dan Desi menunggu di depan ruang operasi dengan raut wajah khawatir. Darah Zahra mengenai kemeja putih milik Kevin. Pria itu berdiri dengan nafas yang tidak beraturan, dari tadi dirinya menahan pusing yang semakin menjadi-jadi. Kevin tidak boleh pingsan, dia harus melihat Zahra sadar. Tidak lama kemudian, Dinda dan Ezra datang, raut wajah mereka cemas.
"Pak, apa yang terjadi? Kenapa Zahra bisa dioperasi?" tanya Dinda menatap Kevin masih menatap pintu ruang operasi.
'Bugh'
Ezra memukul rahang Kevin. Hal itu membuat Dinda dan Desi terkejut, dan langsung melihat sudut bibir Kevin yang mengeluarkan darah.
"Saya diam, bukan berarti saya mengabaikan. Saya menyesal membiarkan Anda terus mendekati Zahra. Akibatnya, Zahra harus dioperasi karena Anda. Jika terjadi hal buruk kepada Zahra, saya akan melakukan hal lebih buruk dari pada ini," ancam Ezra dengan tatapan datar, dan nada dingin. Ucapannya tidak bercanda, dia serius.
Kevin diam seraya menghela nafas kasar. Rasa pusing semakin dia rasakan. Tiba-tiba, Kevin jatuh pingsan setelah menahan pusing selama beberapa jam. Desi tentunya terkejut, begitu juga dengan Dinda.
"Kevin! Kevin!" teriak Desi seraya memukul pelan pipi anak bungsunya.
"Ezra. Aku tau kamu marah, tapi jangan keterlaluan," ucap Dinda menatap sepupunya dengan raut wajah tidak percaya atas kelakuan pria yang tidak terlihat merasa bersalah itu.
******
Dinda mengusap keringat yang membasahi dahi Zahra dengan saputangan. Operasi selesai sekitar dua jam yang lalu, Zahra sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Ezra memegang tangan Zahra dengan lembut, pria itu sangat khawatir. Di ruang rawat ini hanya ada mereka berdua. Akhirnya, Zahra pun membuka kedua matanya.
"Syukurlah kamu sudah sadar," kata Dinda tersenyum senang, begitu juga dengan Ezra.
"Jangan bangun dulu, kamu baru dioperasi," ucap Ezra kepada Zahra yang hendak duduk, namun tidak bisa. Lantaran, perutnya terasa sangat sakit.
"Ezra, di mana Pak Kevin?" Pertanyaan yang ditanyakan oleh Zahra saat baru sadar dari operasi, membuat Dinda dan Ezra tidak percaya mendengarnya.
"Zahra, kamu baru sadar. Kenapa langsung menanyakan Pak Kevin?" tanya Dinda dengan raut wajah terkejut.
"Pak Kevin gak pingsan, kan?" Bukannya menjawab, Zahra malah kembali bertanya.
Ezra menghela nafas pelan seraya menundukkan kepalanya. Kedua matanya sedikit berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit.
Dinda menggeleng. Lalu berucap, "Pak Kevin pingsan, dia terlalu melihat banyak darah."
Zahra menghembuskan napasnya kasar, dia menutup wajahnya menggunakan tangannya. "Seharusnya aku menyuruhnya untuk menutup kedua matanya," lirih Zahra benar-benar menyesal.
"Kenapa kamu mengkhawatirkan keadaannya daripada keadaan kamu sendiri?" tanya Dinda menatap sahabatnya dengan tatapan tidak percaya.
"Pak Kevin pingsan, gara-gara aku," balas Zahra mendongak menatap Dinda dengan kedua mata penuh penyesalan.
"Dan kamu harus di operasi gara-gara dia," timpal Dinda membuat Zahra menggeleng cepat.
"Tidak, kamu salah. Aku kayak gini karena aku sendiri, bukan karena Pak Kevin." Zahra tidak ingin sahabatnya salah paham dan menuduh Kevin.
"Apa katamu? Jadi, kamu menikam perut sendiri? Itu gak mungkin. Aku gak percaya," balas Dinda terkejut. Ezra diam, ia ingin tau.
Zahra pun menceritakan semuanya. Dua sahabatnya sangat terkejut dan tidak percaya Siska akan melakukan hal itu. Setelah mereka mengobrol, Zahra pun tidur. Rasa kantuk tiba-tiba datang. Ezra pulang, hanya Dinda yang menjaga Zahra. Hari juga hampir malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
Aktuelle Literatur*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...