'Seseorang akan senang ketika orang yang di sukainya mengatakan apa yang diharapkannya.'
*************
Kevin berdehem pelan, lalu merubah raut wajahnya menjadi serius. "Sepertinya, saya menyukai kamu."
"Apa?!" Zahra semakin membulatkan kedua matanya, mulutnya bahkan menganga.
Lalu, Zahra tersenyum seraya menundukkan kepalanya. Pipinya berubah, seperti kepiting rebus. Kevin yang baru saja sadar mengenai ucapannya, dia langsung menggeleng pelan dengan senyum lebarnya. Kevin pun berucap, "Maksud saya, saya menyukai masakan kamu tadi pagi."
"Apa?!" Zahra kembali terkejut. Dia pun tersenyum terpaksa seraya menganggukan kepalanya. "ah, ya. Terima kasih."
"Sama-sama. Lain kali, seringlah membuatkan makanan seperti itu. Saya benar-benar menyukainya," kata Kevin yang diangguki oleh Zahra.
"Ya. Saya pasti akan sering membuatnya," balas Zahra masih dengan senyum ramahnya, dan itu terpaksa.
Kevin mengangguk, senyum lebarnya masih terlihat. Pria itu pun menundukkan kepalanya, dia membatin, "Bagaimana bisa aku mengatakan itu? Ah, untung saja dia tidak salah paham."
Zahra meminum air putih seraya menatap ke arah lain. Dia juga membatin, "Aku sudah bodoh. Kenapa aku salahpaham? Seharusnya aku sadar, tidak mungkin Pak Kevin mengatakan itu." Zahra menggigit bibirnya, ia benar-benar malu. Untungnya, Kevin tidak sadar jika dirinya baper.
Setelah membatin, Zahra pun menyimpan segelas air di tempat semula. Dia membulatkan kedua matanya melihat sudut bibir Kevin yang berdarah, namun darahnya terlihat kering. Zahra baru menyadarinya. Dia pun bertanya, "Kenapa bibir Anda berdarah?"
Kevin mendongak, menatap seseorang yang bertanya kepadanya. Ia memegang sudut bibirnya yang berdarah karena pukulan dari Ezra tadi. "Ah, ini. Gigi saya ... tidak sengaja menggigitnya."
"Oh, baiklah. Sudah di obati?" tanya Zahra lagi, dia mengangguk-anggukan kepalanya paham.
"Sudah," balas Kevin dengan nada pelan, ia tidak yakin lukanya sudah di obati.
"Syukurlah." Zahra menghela nafas lega. "Lain kali, hati-hati saat makan, Pak. Saya liat, lukanya sepertinya parah. Gigi Anda tajam banget, ya? Sampai berdarah gitu."
"Saya juga sudah berniat untuk makan hati-hati. Dan juga, kamu tidak berhak tau gigi saya tajam atau tidak," jelas Kevin dengan nada tidak santai.
Zahra mengangguk pelan, senyum ramahnya masih terlihat jelas. Padahal dirinya berbasa-basi, dia ingin mengobrol dengan Kevin. Sudah menjadi kebiasaan ketika dirinya sakit, Zahra tidak menyukai keheningan, setiap sakit, Neneknya selalu mengajaknya mengobrol sampai tertidur. Tapi, kali ini rasanya berbeda. Neneknya sudah tiada, dan Zahra kesepian.
"Kamu belum makan obat?" tanya Kevin yang diangguki pelan oleh Zahra.
Kevin menghela nafas pelan. Dia pun berdiri dari duduknya, lalu berjalan ke meja yang di samping Zahra. Kevin mengambil lima lembar obat yang harus dimakan oleh Zahra. Pria itu juga mengisi segelas air putih, lalu menyerahkannya kepada Zahra.
"Setelah makan obat, kamu harus tidur," ucap Kevin menatap Zahra yang tengah memakan obatnya.
Zahra mengangguk paham.
"Saya ngantuk. Saya akan tidur di sini, sambil menunggu Mama," jelas Kevin seraya menyimpan obat-obatan dan air di tempat semula. Ia mengatakan yang sebenarnya.
"Ya, Pak," jawab Zahra kembali mengangguk. Dia juga merubah posisi tubuhnya menjadi tiduran, dan itu dibantu oleh Kevin. Zahra awalnya terkejut, namun dirinya tidak bisa melakukannya sendiri. Tubuhnya terasa sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
Fiksi Umum*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...