'Aku hanya tidak suka jika dia dekat dengan pria lain sampai mengabaikan kehadiranku.'
***********
"Hai, tetangga," sapa Ezra kepada Zahra yang baru saja pulang bekerja.
Zahra lantas menatap orang yang menyapanya. Ia hendak menaiki tangga menuju rumahnya. Namun, ia bertemu dengan seorang pria yang memakai hoodie berwarna hijau tua.
"Oh, hai," balas Zahra tersenyum kaku.
"Aku Ezra, sepupunya Dinda." Ezra mengulurkan tangannya.
"Aku--
"Aku sudah tau. Kamu Zahra sahabatnya Dinda," potongnya. Tangan mereka saling bergenggaman beberapa saat, lalu terlepas.
"Kamu baru pulang bekerja?" tanya Ezra santai.
"Iya, kalo kamu?" Setelah menjawab, Zahra juga bertanya.
"Aku pulang kerja tadi sore. Barusan aku baru pergi dari minimarket beli makanan," jawab Ezra. Zahra paham.
"Mau bicara sebentar?" tanya Ezra membuat Zahra langsung menatapnya. Ezra terkekeh pelan, ia pun kembali berucap, "kita sudah satu minggu tetangga-an. Tapi, kita baru bertemu. Tidak salahnya berbicara sebentar, bukan? Sebagai tetangga."
"Oh, oke." Zahra mengangguk setuju.
Ezra tersenyum senang. Mereka berdua pun duduk ditengah-tengah tangga menuju rumah mereka. Ezra memberi Zahra camilan kesukaannya, snack kentang.
"Aku penasaran. Pekerjaan kamu apa sampai kita jarang bertemu. Sibuk banget kamu." Padahal Ezra sudah tau jawabannya.
"Pekerjaan aku, sekertaris dan art," jawab Zahra jujur. Tidak ada salahnya mengatakan pekerjaannya kepada tetangga barunya.
"Sekertaris dan art? Maksud kamu, kamu bekerja dua pekerjaan sekaligus?" Ezra pura-pura terkejut.
"Sekertaris apa?" tanyanya.
"CEO." Ezra seolah teringat sesuatu.
"CEO? Jangan-jangan kamu mengganti Dinda?" Zahra mengangguki pertanyaannya.
"Kalo kamu jadi artnya juga, kok kamu gak tinggal di rumahnya?" Ezra ingin tau jawabannya. Dinda tidak memberitahunya.
"Aku gak bisa tinggal di rumahnya." Zahra tersenyum simpul.
Ezra mengerutkan keningnya. Ia pun bertanya, "Kenapa?"
"Pasti gak akan nyaman." Gadis itu tersenyum kaku.
"Memangnya dia belum menikah?" Sebenarnya dua tidak terlalu penasaran, ia memanfaatkannya agar bisa mengobrol lama dengan Zahra.
"Belum. Dia tinggal sendiri, makanya butuh art." Ezra mengangguk paham.
"Gimana kalo kamu sakit? Berangkat pagi, pulang malam. Itu kan gak baik buat kesehatan." Pria itu terlihat khawatir.
"Aku rutin minum vitamin." Zahra menampilkan senyum manisnya, Ezra jadi terpesona.
"Kenapa bekerja dua pekerjaan sekaligus? Satu saja sudah melelahkan." Ezra malah mengomel seperti seorang kakak kepada adiknya.
"Itung-itung pengalaman," jawab Zahra asal. Ezra memilih untuk mengiyakan, lantaran itu termasuk privasi Zahra.
"Kamu udah makan malam?" tanya Ezra. Zahra menggeleng pelan.
"Ayo makan bareng," ajaknya. Zahra diam sesaat, ini sudah malam. Dia tidak terbiasa makan malam berdua dengan pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
General Fiction*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...