"Ketika takdir berbicara, kita tidak bisa merubah apa-apa.'
**********
"Minta maaf sekarang kepada pacar saya atau saya akan mengatakan kepada ayah kamu tentang hidup kamu di Amerika waktu itu," ancam Kevin membuat Zahra dan Siska terkejut. Mereka berdua terkejut mendengar kalimat awal yang diucapkan oleh Kevin.
"Tidak. Saya dan Pak Kevin tidak pacaran." Zahra berucap dengan nada serius agar gadis itu tidak salahpaham.
Siska tersenyum sinis. Sedangkan Kevin, dia menatap Zahra dengan tatapan tajam. "Jika kalian berdua tidak pacaran. Kenapa Kevin bilang kamu adalah pacarnya?" tanya Siska masih dengan senyum sinisnya.
"Itu--
"Karena saya mencintainya, saya ingin berpacaran dengannya. Jadi, saya mengatakan itu." Kevin sengaja memotong ucapan Zahra. Raut wajah dan nadanya terlihat serius, seolah mengatakan yang sebenarnya.
"Pak," tegur Zahra menatap Kevin dengan raut wajah tidak percaya.
Siska tentunya terkejut. Dia pun mendegus kesal lalu bertanya, "Cinta? Kamu bilang mencintainya?"
"Memangnya kenapa? Kamu merasa keberatan?" tanya Kevin seraya mengenggam tangan Zahra dengan lembut. Zahra tentunya sangat terkejut.
"Tidak. Itu tidak mungkin. Tidak mungkin kamu mencintai wanita lain, selain diriku. Kamu berbohong, kan?" tanya Siska menatap Kevin dengan raut wajah tidak percaya. Gadis itu juga menghela napas kasar.
"Apa ucapan saya terlihat berbohong?" Kevin malah bertanya dengan raut wajah dan nada yang terlihat sangat serius.
Siska diam, dia menundukkan kepalanya. Lalu mendongak, menatap Zahra dan Kevin dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Bagaimana bisa ... kamu melakukan itu?" tanya Siska dengan nada lirih.
"Karena sudah tau, maka berubahlah. Jangan menganggu hidup saya lagi, dan saya mohon lupakan saya. Sekarang, pergilah dari rumah saya." Kevin berucap dengan nada penuh penegasan. Siska semakin berkaca-kaca.
"Aku gak akan pernah rela kamu pacaran sama dia," kata Siska menatap Zahra dengan tatapan tajam. Setelah mengatakan itu, Siska mengambil tas slempangnya lalu pergi dari hadapan Zahra dan Kevin.
Kevin menghela nafas lega. Lalu dia melepaskan tangannya yang menggenggam tangan Zahra. Gadis itu terlihat berfikir sejenak, Kevin pun berucap. "Kamu jangan salahpaham. Saya mengatakan itu demi menyelamatkan saya sendiri."
"Saya tidak akan salah paham. Dan juga, saya mengerti," ucap Zahra yang diangguki oleh Kevin. "tapi, bukankah bapak keterlaluan?"
"Apa maksud kamu saya keterlaluan?" tanya Kevin tidak mengerti.
"Maaf, mungkin saya tidak sopan mengatakan ini. Menurut saya, Bapak keterlaluan. Dia seorang wanita, hatinya tidak sama dengan pria. Tidak ada wanita yang akan sakit hati mendengar pria yang dicintainya mengatakan cinta kepada wanita lain." Zahra mengatakan itu setelah berfikir singkat. Dia juga seorang wanita, Zahra tentu merasakan apa yang dirasakan oleh Siska. Meskipun ia tidak berpengalaman.
"Tapi, saya mengatakan itu karena saya ingin dia sadar dan melupakan pria yang tidak akan pernah bisa membalas perasaannya. Saya hanya tidak ingin, dia sakit hati terlalu dalam karena saya." Kevin membalas ucapan Zahra, ia merasa tidak salah. Tapi, ucapan gadis itu, memang benar.
"Saya mengerti. Maaf, saya pasti tidak sopan," ujar Zahra mengangguki ucapan Kevin.
"Tidak apa-apa. Kamu memang berhak mengatakan semua itu." Kevin menggeleng pelan, Zahra pun kembali mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
General Fiction*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...