'Jika sudah jelas dia tidak akan membalas perasaanmu. Maka, pilihannya ada dua. Lupakan atau sakit hati lebih dalam lagi. Itu tergantung, pilihan hati.'
*************
"Saya tidak punya keberanian untuk melakukannya," ucap Zahra tersenyum tipis.
"Bagaimana jika saya membantu kamu?" tawar Kevin membuat Zahra terkejut. "Kamu jatuh cinta kepada Ezra, kan?" tanya Kevin membuat Zahra semakin terkejut dibuatnya.
Dering ponsel memecahkan suasana yang sedikit hening, Kevin pun menyikap selimutnya. 'Satu panggilan tidak terjawab dari kak Angga'. Zahra juga melihatnya, gadis itu langsung mengambil ponselnya. Membuat Kevin bingung, nama Angga terasa tidak asing dalam benaknya.
"Saya permisi untuk menghubungi seseorang," ucap Zahra menatap Kevin dengan raut wajah seperti ketakutan.
"Tunggu," suruh Kevin membuat Zahra langsung membalikan badannya. "Kamu bisa pulang ke rumah. Saya sudah tidak apa-apa." Zahra pun mengangguki dan menampilkan senyum ramahnya. Kevin tau, senyum itu palsu.
"Apa dia dihubungi oleh rentenir? Kenapa terlihat ketakutan?" gumam Kevin menatap punggung Zahra yang mulai hilang dari pandangannya.
"Dan, kenapa dia terkejut mendengar tawaranku? Seharusnya dia senang. Dia sangat aneh." Kevin kembali bergumam seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia pun tidur karena rasa kantuk tiba-tiba datang.
*************
"Ezra. Kenapa kamu ada di rumah aku?" tanya Zahra bingung melihat pria yang tengah mengambil serpihan kaca di lantai rumahnya.
Ezra tentunya terkejut karena kehadiran Zahra yang tiba-tiba tanpa pernah dia duga.
"Apa kakakku yang membuat rumahku seperti ini?" tanya Zahra lagi, ia melihat sekeliling rumahnya yang berantakan. Rumah ini sudah resmi menjadi miliknya, Zahra mencicilnya selama lima tahun.
"Bagaimana bisa kamu tau?" tanya Ezra terkejut, dia berdiri.
Zahra menghela napas kasar. Dia sudah menduganya. Setiap kakaknya menghubunginya, pasti selalu meminta uang kepadanya. Dan sekarang karena dirinya tidak mengangkat sambungannya, kakaknya malah mengacak-ngacak rumahnya.
"Zahra. Maafin aku. Seharusnya aku gak ngasih kata sandi rumah kamu," ucap Ezra merasa bersalah.
"Kamu gak usah minta maaf. Kamu gak salah. Aku yang harusnya minta maaf karena udah buat kamu repot bersihin rumah aku." Zahra menggelengkan kepalanya menatap Ezra dengan senyum manisnya.
"Gak usah minta maaf. Lagipula, aku ngerasa bersalah." Ezra menggeleng pelan.
Zahra berdehem dengan senyumnya. "Oke. Karena aku udah ada di sini, kamu bisa pergi. Makasih, ya," kata Zahra seraya berjongkok di samping Ezra.
"Aku gak bisa pergi sebelum rumah kamu bersih lagi." Ezra berujar dengan nada serius. Zahra tersenyum seraya mengangguk.
"Maaf, mungkin aku gak sopan nanya ini. Tapi aku penasaran, dia beneran kakak kamu?" tanya Ezra menatap wajah Zahra dari samping.
"Iya. Dia kakak kandung aku. Nggak papa kok." Zahra tersenyum manis kepada Ezra yang terlihat terkejut mendengar ucapannya.
"Kok kamu gak tinggal sama dia?" tanya Ezra masih terlihat penasaran.
"Aku juga gak tau," kata Zahra seraya mengidikkan bahunya. Ezra tentunya bingung. "sejak usia aku tujuh tahun. Aku kecelakaan, ingatan aku hilang. Dan saat itu, kakak aku gak tinggal sama aku."
"Terus gimana sama ingatan masa kecil kamu?" tanya Ezra terkejut.
"Aku gak ingat apa-apa. Nenek aku cuma bilang nama panggilan aku waktu kecil. Aku cuma tau kenapa Papa aku meninggal, tapi aku gak tau kenapa Mama aku meninggal," curhat Zahra kepada Ezra yang terlihat menundukkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Bring Joy (TAMAT)
General Fiction*** Cerita fiksi ini menceritakan kehidupan pria berusia dua puluh lima tahun yang mempunyai hemophobia sejak usia sembilan tahun. Ketika melihat setetes darah saja, membuatnya mual dan langsung teringat kejadian menyakitkan di masa lalu. Tentunya p...