The Last Leaf || Part 13. Silhouette✓

11.1K 751 4
                                    

Sudah lebih dari sebulan, Al-Fath bahkan tidak lagi mendengar suara antusias Deira menjelaskan masakan apa yang ia bawa untuk makan siang bersamanya.

Setelah pembicaraan terakhir hari itu, Deira seakan menghilang. Biasanya dia akan main ke rumah Zara saat akhir pekan, namun saat dirinya pergi ke sana Zara mengatakan Deira memang beberapa minggu ini tak pergi kerumahnya.

"Pak Al-Fath."

"Pak Al-Fath."

Mendengar panggilan namanya, Al-Fath tersentak. Pikirannya melayang berkelana, memikirkan Deira yang seakan saat ini menghindari nya.

"Sorry, bisa dilanjutkan." Al-Fath memberikan arahan.

Pria itu memeluk sebuah tablet yang berisikan jadwal keseharian Al-Fath,"Apa anda kurang enak badan?" Ucapnya khawatir,"Saya bisa atur ulang jadwal, agar anda bisa beristirahat."

"Nggak, hanya berpikir sebentar." Kilah Al-Fath.

"Tapi anda begini sudah lebih dari dua Minggu."

"Tolong bacakan jadwal untuk hari ini."

Mau tak mau, Vino sekertaris pribadi yang baru bekerja dengan  Al-Fath menggantikan Rendi. Ia memang harus membacakan jadwal Al-Fath hari ini.

"Jadwal hari ini, sampai nanti siang setelah istirahat jam 2 siang ada kunjungan ke salah satu mall, setelah itu tidak ada jadwal lagi. Bisa dikatakan anda lebih pulang awal dari biasanya." Jelas Vino dengan semangat.

"Oke, thanks."

Vino melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Al-Fath, memegang kenop pintu. Tangannya urung membuka pintu berukir itu. Ia kembali menghadap Al-Fath

"Ada lagi?"

"Saya lupa memberitahu kan, bahwa pelantikan anda akan dilakukan dua bulan lagi. Untuk itu, saya harap anda menjaga kesehatan." Ucapnya panjang lebar,"Jika anda butuh bantuan, anda bisa bertanya kepada saya. Mungkin saya bisa membantu". Vino mengangguk singkat, sebagai tanda pamit. "Saya permisi."

Al-Fath hanya diam meresapi perkataan Vino, memang akhir-akhir ini ia merasakan ada yang aneh dengan dirinya.

----

Suara ketukan pantofel hitam pekat itu, menggema di lorong menuju lift. Puluhan pasang mata, menatap kagum ke orang yang berjalan dengan tubuh tegap tinggi memakai setelan lengkap, tak lupa juga sisiran rambut rapi.

Orang yang berada di belakangnya, buru-buru berlari kedepannya saat akan sampai di depan lift. Dengan cepat laki-laki yang selalu sekertaris nya itu menekan tombol dimana ia akan menuju lantai bawah.

Pintu lift terbuka, namun pandangan Al-Fath terpaku pada sekelebat wanita yang berjalan beriringan dengan karyawan lainnya. Wanita yang telah lama ia rindukan, Al-Fath bahkan mengucek kedua matanya memastikan bahwa penglihatannya normal.

Al-Fath semakin terpaku, saat wanita itu masuk kedalam lift dan menghadap Al-Fath karena memang posisi lift yang bersebrangan.

Debar jantungnya menggila, dirinya ingin berlari langsung menghampiri wanita itu. Namun ia hanya bisa diam membisu, seakan apa yang dilihatnya tidaklah nyata. Akhirnya pintu lift tersebut menutup.

"Pak Al-Fath!?" Entah Vino sudah berapa kali memanggil atasannya, namun ia hanya bergeming saja."Pak, anda tidak kesambet kan?" Al-Fath masih tetap diam.

"Astaga!" Vino mulai panik,"Duh, gimana Pak Al-Fath! Bos! Pak Direktur!" Semuanya Vino sebutkan. Akhirnya Vino, mengguncang pelan lengan Al-Fath.

"Yaa, sudah sampai?"

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang