"Kamu tau, wajah-wajah seperti ini sangatlah sulit di tolak." Kata Al-Fath berbangga diri, disertai dengan kedua telapak tangan yang membingkai wajahnya yang memang tampan.
Deira mengerutkan dahi merespon perkataan Al-Fath. Rasa percaya dirinya sangatlah tinggi, gumam Deira dalam hati. Tapi apa yang dikatakan memanglah sebuah kenyataan.
"Tapi kayaknya hanya kamu yang menolak aku." Keluh Al-Fath, dengan wajah masam.
"Terus yang mau sama kamu siapa?" Deira merespon pembicaraan nya dengan Al-Fath.
"Yaa, banyak sih." Al-Fath menggosok belakang kepalanya seakan sedang berpikir bahkan menghitung sesuatu.
"Yaudah, sama mereka saja! Yang emang mau sama kamu." Ucapan final dari Deira.
Al-Fath terkesiap, niatnya ingin memanasi dan menggoda Deira. Tapi apa yang ia katakan adalah sebuah kebenaran. Wajah tampannya sangat sulit di tolak oleh siapapun. Dan sekarang ia sendiri kena batunya.
"Tapi aku nggak suka mereka." Gumam Al-Fath."Aku sukanya sama kamu."
"Kamu pikir aku peduli," Deira berdecak,"Cepetan! kapan kita sampai ke acara ulang tahun Anissa, kalo kamu menggerutu terus kayak orang kehilangan sandal."
***
"Anissa sayang, selamat yaa!" Deira menyerahkan kado yang ia bawa, ia mencium kedua pipi Anissa."Semoga apa yang di cita-citakan tercapai semuanya.""Ayo kesana kita kumpul bareng ibu-ibu," ajak Zara pada Deira.
Seperginya Deira, mengikuti langkah Zara. Para lelaki lebih memilih membuat grup sendiri daripada ikut ibu-ibu ngerumpi.
Ulang tahun Anissa yang ke tujuh tahun, dirayakan bersama dengan keluarga dan teman-teman terdekat saja. Tapi karena memang popularitas Adam dan Zara sangatlah besar, tak ayal juga anak-anak rekan bisnis yang juga teman Anissa sekolah maupun les juga hadir dalam ulang tahun Anissa.
"Menyendiri aja," Satria datang menghampiri Al-Fath yang menyendiri.
"Nggak gabung dengan yang lain?"
Pandangan Al-Fath pada Deira pun teralihkan meskipun dari kejauhan, kini teralihkan sekarang ia fokus pada Satria.
"Masih sulit ndeketin Deira?"
Al-Fath mendengus,"Ya, begitulah."
"Aku tau dia akan bersikap seperti itu," Satria menimpali.
"Mungkin itu juga sebagai teguran untukku." Nada bicara Al-Fath terdengar sangat pasrah.
"Mau melepaskan dia?"
"Untuk melepaskan kurasa tidak, aku harus tetap berjuang mendapatkan kepercayaan dari Deira." Ucap Al-Fath percaya diri.
"Sepertinya bukan hanya Deira."
"Kamu benar, kedua orang tua Deira memberikan tembok batas tak kasat mata padaku."
Satria tersenyum, baru kali ini ia melihat Al-Fath begitu sangat frustasi."Coba saja temua mereka, tanpa sepengetahuan Deira." Satria memberikan solusi.
"Apa akan berhasil?"
Satria mengendikan bahu,"Entah berhasil atau tidak, sebagai laki-laki bukannya harus berani mengambil resiko dan keputusan. Apalagi demi masa depan kalian berdua."
Al-Fath tampak berpikir, apa yang dikatakan oleh Satria memang benar adanya. Jika ia memang mau memperjuangkan Deira, langkah awal yang harus ia ambil adalah mendapatkan restu dan kepercayaan dari kedua orang tua Deira.
Selama ini kedua orang tua Deira tak pernah berkomentar saat ia datang ke rumah, ataupun menjemput Deira. Mereka berdua lebih bersikap dingin, atau bahkan tidak menganggap hadir nya Al-Fath.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...