"Emang gak bisa yaa?" Tanya Deira pada Al-Fath, ia menatap nanar tanaman yang sudah mengering itu. Berbeda, saat pertama kali ia membawanya ke kantor Alfath.
"Hmmm," Gumam Al-Fath.
Deira semakin mengeratkan genggaman tangannya ke tas yang ia bawa, kesibukannya akhir-akhir ini memang menyita waktu nya hanya untuk bertukar kabar dengan Al-Fath.
Keadaan mereka sama, Deira dengan karirnya yang memuncak sebagai pengacara spesialis kasus perdata. Dan Al-Fath yang sedang sibuk-sibuknya, karena sebentar lagi naik jabatan.
Deira mengangguk, ia berjalan mendekati pot bunga mawar yang di tanam Papanya. Mengambil tanaman kering itu, lalu Deira membawanya.
Ia sekilas melirik Al-Fath, yang sedang sibuk bergulat dengan kertas-kertas yang berserakan di meja. Tanpa kata lagi, benar apa kata Satria. Bahkan saat dirinya berdiri dalam satu ruangan saja, Al-Fath memang seperti tidak menganggapnya ada.
"Mmmm, makasih sebelumnya, kalau begitu, ini aku bawa. Aku pamit dulu, Assalamualaikum." Ucap Deira dengan terbata, puluhan kali Al-Fath menolaknya. Dan ini adalah yang terakhir kalinya ia mendapatkan penolakan dan terakhir kalinya juga dia akan memohon cinta pada Al-Fath.
Al-Fath mendongakkan kepalanya menatap Deira, melihat kekecewaan pada wajah yang selalu ceria saat bersamanya.
"Maaf Dee."
"Aku tau perasaan memang nggak bisa di paksa, jadi yaa nggak apa-apa. Ini resiko yang aku tanggung." Jelas Deira, ia menampilkan senyum manis meskipun sedikit terpaksa. "Kita masih bisa berteman kok, kalau begitu aku pamit."
Deira berjalan keluar dari ruangan Al-Fath, sambil memeluk pot yang berisi tanaman kering itu. Semuanya sudah selesai, meskipun ia berkata masih bisa berteman. Tapi Deira tidak yakin ia bisa, melihat Al-Fath berbeda untuk dari sekarang. Mengingat bagaimana Al-Fath tadi, Deira bertekad bahwa dia juga bisa di cintai dan di perjuangkan dengan tulus oleh orang lain.
***
Entah sudah berapa lama, Deira menatap tanaman kering yang berada di meja kantornya."Seharusnya kamu kasih kaktus aja." Celetuk Satria, ia masuk ke ruangan Deira dengan setelan lengkap dan tak lupa segelas kopi instan di tangan kanannya.
Deira memicingkan mata menanggapi perkataan Satria.
Satria mendudukkan dirinya di sofa bersebrangan dengan meja Deira, "Jadi itu yang kamu maksud dengan perjanjian kalian?" Satria menunjuk arah pot dengan tanaman kering.
"Ngapain sih kesini ?"
Satria menyeruput kembali kopinya,"Suntuk aja di ruangan, enakan gangguin kamu."
"Aku sibuk yaa." Deira pura-pura merapikan berkas-berkas, ia hanya tak mau terus-terusan mendengar ocehan Satria.
"Sibuk meratapi nasib," Ledeknya.
Deira meletakkan berkas yang ia pegang dengan kasar, "Iyaaa!Puas!"
"Dih, ngambek," Satria kembali menyeruput kopinya.
Deira menatap tajam Satria, ia menyilangkan tangan. Alisnya bahkan bertaut."Emang iyaa! Jadi silahkan pergi dari ruangan saya." Deira menunjuk arah pintu,"Di sana pintu keluarnya."
Satria menggeleng,"Nggak ada tulisannya keluar."
Lelah berdebat dengan Satria,"Terserah," Deira menggelengkan kepalanya.
"Wanita dan kata terserah adalah hal yang tak bisa dipisahkan." Gumam Satria,"Jadi kalian udah selesai?"
Deira masih diam.
"Ck, perjanjian aneh kalian itu."
Deira mengangguk.
"Yaudah, lagi pula cowok nggak cuma Al-Fath kan?" Satria menaik-turunkan alisnya,"Aku misalnya." Katanya dengan percaya diri.
"Sinting," Deira meletakkan telunjuknya miring di dahi.
Satria, mungkin jika dia tidak satu nasab dengan Deira. Dia akan dengan senang hati, memperjuangkan wanita yang sejak pertama kali ia bertemu sudah menarik perhatiannya.
Mengingat bahwa ia masih sepupu yang haram ia nikahi, Satria mengambil keputusan dengan cepat membunuh perasaan tertariknya kepada Deira sebagai seorang wanita.
Awalnya memang sulit, namun sering bertemu dengan Deira. Perasaan Satria pada Deira, lama-lama menjadi perasaan sayang sebagai kakak kepada adiknya. Perasaan seorang saudara yang ingin saling melindungi.
"Sebenarnya aku ingin sekali menghajar Al-Fath." Satria menatap gelas kertas yang berisi kopi itu dan memainkannya."Tapi aku bisa apa? Kalian bahkan nggak dalam hubungan sepasang kekasih kan."
"Ngaco banget, sok jagoan," Deira bergumam.
"Terdengar lebay, tapi aku nggak suka lihat kamu bersedih. I mean, just like not your self. Kemana Deira yang selalu ceria yang aku kenal?" Jelas Satria, jujur ia ingin menghibur Deira sekarang ini.
"Namanya juga hidup, kadang sedih seneng udah biasa kan. Manusiawi lah kalau punya perasaan, sedih, seneng, kecewa." Deira menjawab perkataan Satria.
Satria meletakkan gelas kertasnya di atas meja, ia berjalan mendekati Deira. Lalu berdiri di depan meja Deira.
"Memang hidup ada masanya begitu." Satria menatap Deira,"Dari keadaan yang kamu alami saat ini, seharusnya kamu tau bahwa__"
"Kami emang nggak jodoh." Deira membalas tatapan Satria,"Aku udah tau, i know."
"Bagus kalau udah tau."
"Jadi kapan pergi dari sini, ganggu tau nggak?" Gerutu Deira, dia kembali ke mode mengusir Satria.
"Kamu ngusir aku?"
"Apa masih kurang jelas?"
Satria mendengus sebal,"Padahal aku disini mau ngehibur kamu, nggak bilang terima kasih malah di usir." Gerutu Satria, ia berjalan menuju pintu.
"Satria!"
Satria kembali menoleh, mendengar panggilan dari Deira. Bahkan ia tersenyum senang.
"Itu," Tunjuk Deira ke arah gelas kertas bekas kopi Satria yang masih bertengger manis di meja kaca.
"Yaelah, kupikir mau di hibur lagi." Satria menggerutu sambil berjalan untuk mengambil gelas itu.
"Satu hal yang harus kamu ingat Dee, kamu itu perempuan. Jangan buat dirimu rendah, hanya karena memohon cinta dari seorang laki-laki." Setelah berkata seperti itu, Satria kini sudah benar-benar menghilang dari ruangannya.
Deira yang mendengar perkataan Satria, melongo. Satria memang penuh dengan kejutan, dibalik sifat menjengkelkannya ia hidup dengan kata-kata motivasi.
"Jomblo dengan kata-kata mutiaranya memang nggak tertandingi."
Satria kembali membuka pintu, namun hanya sedikit. Ia hanya menyembulkan bagian kepalanya."Jadi selamat bergalau ria!!" Teriaknya.
Deira melemparkan pulpen yang ia pegang, dengan kilat Satria menutup pintu.
"Sehari saja, nggak buatku jengkel bisa nggak siiiih!?" Deira mendengus sebal.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...