Deira mengernyit saat merasakan seseorang menyentuh keningnya, perlahan ia membuka mata. Di sisi ranjang, Arman tersenyum menatap dirinya yang terbaring dengan infus sudah terpasang menembus kulit pergelangan tangan kirinya.
Deira merasakan bahwa apa yang ia rasakan nyata, tapi ia tak bisa mengucapkan sepatah kata apapun padahal banyak sekali yang ingin ia katakan pada Arman.
"Jangan sakit!" Kata Arman, sembari tangannya sibuk membenarkan selimut Deira.
"Maaf tidak bisa menjaga kamu," Arman kini menggenggam tangan Deira.
Deira menatap lekat Arman, ia rasa ini mimpi namun terlalu nyata untuk dirinya. Air mata Deira pun sudah mengenang di pelupuk mata.
"Ada banyak hal yang ingin kulakukan dengan mu, tapi takdir berkata lain." Arman kembali berbicara,"Jaga kesehatan, aku yakin akan ada orang lain yang bisa menjaga kamu lebih baik dari aku." Arman kembali tersenyum di akhir perkataan nya.
Setelah berkata demikian, Arman bangkit berdiri. Deira ingin mengucapkan sesuatu namun suaranya entah mengapa tidak bisa ia keluarkan. Seakan ia tiba-tiba membisu, Deira panik ingin mengejar Arman.
Tersadar semuanya hanya mimpi, tapi begitu nyata. Dari kamar bahkan pakaian yang Deira kenakan saat ini. Deira yakin, itu bukanlah mimpi. Meskipun pusing mendera kepalanya, ia mencoba bangkit dari pembaringan.
Tak sengaja Deira menjatuhkan gelas yang berisi air putih yang berada di nakas, gelas tersebut hancur berantakan dengan pecahan kaca bertebaran tepat di bawah kaki Deira.
****
"Maaf membuat kalian semua cemas, membawa Deira pulang dalam keadaan seperti ini." Al-Fath memulai pembicaraan.
"Terima kasih sebelumnya untuk nak Al-Fath, kami semua panik saat Deira tidak bisa dihubungi." Tasya pun mengucapkan rasa terima kasih Deira diantarkan pulang.
Akhirnya Al-Fath menceritakan perihal pertemuannya dengan Deira, sebenarnya ia tak sengaja bertemu dengan Deira. Ia datang ke area pemakaman, karena ingin berziarah ke makam Imel. Tapi seakan semuanya sudah direncanakan Al-Fath melihat Deira yang juga berada di sana.
Al-Fath tau, Deira sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu ia memilih untuk mengikuti Deira secara diam-diam.
Prang!!!
Semua orang terfokus pada suara yang baru saja mereka dengar. Suara tersebut berasal dari lantai atas, lebih tepatnya berasal dari kamar Deira.
Dengan segera, Al-Fath dan Satria berlari lebih dulu menaiki anak tangga. Dengan cepat mereka berdua membuka pintu kamar Deira yang memang tidak terkunci.
Pintu balkon terbuka, angin kencang pun menerbangkan gorden. Kilat dan hujan gerimis masih setia sedari siang hari tadi hingga malam ini membuat udara malam ini semakin dingin.
Deira tidak ada di dalam kamar, Satria dan Al-Fath saling bertukar pandangan. Segera mereka berdua mencari keberadaan Deira saat ini.
Dilantai marmer putih kamar tidur Deira, terdapat jejak kaki berwarna merah darah, bahkan selang infus terlihat dicabut dengan paksa hingga meninggalkan bekas tetesan darah dari jarumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
Ficção GeralJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...