Ketukan antara pulpen dan meja semakin sering terdengar, minggu-minggu yang sangat sibuk. Bahkan untuk memegang ponsel jarang ia lakukan. Persiapan berkas kasus sidang yang Deira tangani saat ini, membuat dirinya mau tak mau mengesampingkan hal yang bersifat pribadi.
Mata yang indah itu terus fokus membaca berkas-berkas yang menumpuk, Deira memijat pangkal hidungnya. Kasus perceraian artis ibukota dan yang sangat booming akhir-akhir ini.
Tok tok tok
"Masuk!" Ucapnya pada sang sekertaris, Deira mengangkat kepala menatap sekertaris yang hanya menyembulkan kepalanya di pintu."klien, sudah sampai, dan sekarang menunggu di ruang tunggu."
"Baiklah, aku akan bersiap sebentar. Aku akan menghubungi mu lewat interkom."
Melirik sekilas ke kaca, Deira memperbaiki penampilan. Jemari lentiknya meraih interkom memberi perintah pada sekertaris nya untuk mempersilahkan klien nya masuk. Deira berjalan menuju ke arah sofa, membawa berkas-berkas yang ia butuhkan.
"Selamat siang." Sapa Deira pada laki-laki yang menggunakan jasanya."Silahkan duduk." Sambutan Deira disambut dengan senyuman.
"Kamu masih sama saja," Sapa Lelaki itu."Malah tambah cantik." Pujinya pada Deira.
Deira mengangkat satu alisnya,"Well i'm as always beautiful, Sir." Tersenyum bangga."Jadi tuan Hendra yang terhormat ini, kenapa anda ingin bercerai dengan istri anda."
Laki-laki itu bernama Hendra, pemilik tambang batu bara. Pebisnis muda yang sedang berada di puncak karir.
Hendra tertawa ia menyenderkan tubuhnya di sofa empuk ruangan Deira,"Ya begitulah, kami tidak saling cocok. Kami hanya pengikat saja, pernikahan bisnis."
Deira mengetukkan pulpennya seirama,"Jadi alasan kalian bercerai?"
"Bolehkah aku jujur disini?"
Deira mengangguk,"Tentu saja, lagipula saya adalah kuasa hukum anda," Jelas Deira.
Hendra mengangguk,"Kita bicara sebagai teman, bagaimana?"
"Sure."
Hendra menarik napas panjang, ia mulia menceritakan kisah pernikahannya. Dari awal hingga akhir, Deira hanya sibuk sebagai pendengar. Kepalanya terasa berdenyut, ia terlalu banyak mendengarkan kisah pernikahan yang berakhir bercerai.
"Ada anak?" Deira mendongak, menatap Hendra.
Hendra menggeleng,"Tidak ada, kami belum dikaruniai anak."
Deira kembali mencatat,"Harta gono gini, mungkin akan dibahas dalam sidang nanti. Jadi kamu harus siap untuk pembayaran tuntutan tentang itu."
"Kudengar Zara menikah?" Ucapnya tiba-tiba.
Deira melirik,"Ya begitulah."
"Seharusnya aku memberikan ucapan selamat untuknya, padahal aku dan kakaknya adalah kolega bisnis." Mata Hendra memicing, Deira yang diperhatikan seperti itu merasa gugup.
"Apa!?" Tanya Deira ketus, menyembunyikan rasa gugupnya.
Hendra tertawa melihat wajah Deira yang merah karena menahan kegugupan,"Jadi kamu masih mengejar cinta Al-Fath?"
Deira yang awalnya mengedarkan pandangan, langsung memelototkan mata mendengar pernyataan Hendra.
"Benarkan apa kata ku?" Hendra meyakinkan."Bahkan setelah kamu menolakku dulu."
"Ya Begitulah." Jawab Deira seadanya.
Hendra menggeleng tak habis pikir ia dengan Deira gadis yang dulu menolak pengakuan cintanya, bahkan setelah sekian lama ia masih saja berharap mendapatkan cinta Al-Fath.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...