Epilog ✓

19.5K 716 15
                                    

Entah sudah berapa kali ia menghela nafas, perasaan gugup campur aduk menjadi satu. Apalagi ditambah dengan berada di tempat keramaian seperti ini.

Jangan lupa keringat yang terus membasahi kedua telapak tangannya, menunggu seseorang selesai dengan pengucapan janjinya sangatlah membuat siapapun pasti merasakan yang namanya gugup.

"Ya Ampun! keringat nya. AC udah nyala." Zara mengelap dahi Deira yang berkeringat.

"Gugup ?"

"Sangat," jawabnya singkat sembari meremas tangan.

"Rileks, aja tarik napas buang." Zara menuntun Deira agar mengikuti instruksi darinya.

Flash back

Deira menghentikan langkah kakinya, ia kembali melihat ke belakang seakan memastikan apa yang dilakukan Al-Fath setelah ia menolaknya tadi.

Dalam kebimbangan, Deira merasakan ada yang mengganjal dalam hatinya.

Batinnya mengatakan bahwa apa yang ia lakukan adalah salah, mencari kembali rasa yang terkubur dalam di hatinya.

Apakah ia akan baik-baik saja tanpa ada Al-Fath?

Al-Fath yang kini tengah tertunduk merasakan ada yang memeluknya dari arah belakang, ia seakan tidak yakin atau mungkin saja saat ini tengah berhalusinasi. Ia membayangkan bahwa seseorang yang memeluk nya kini adalah Deira.

"Apa tawarannya masih berlaku?" Bisik Deira pelan.

Mengenali suaranya saja dengan cepat Al-Fath memutar tubuhnya, Deira saat ini tertunduk berdiri berhadapan dengan dirinya.

"Lihat aku Deira!" Pinta Al-Fath,"Aku tidak salah dengar?" Ia kembali memastikan pendengaran nya dengan benar.

Deira tetap menunduk,"Aku malu," ucapnya dengan pelan.

"Look at me" Al-Fath menyentuh dagu Deira agar ia bisa melihat kedua bola mata Deira.

"Aku nggak salah dengar kan?" Ia memastikan kembali.

Deira menggeleng, "Apa tawaran nya sudah hangus?" Ia kembali bertanya.

"Kenapa kamu berubah pikiran?"

Deira menatap Al-Fath,"Aku berpikir sejenak, selama dekat dengan bang Al-Fath aku terluka karena perlakuan bang Al-Fath. Tapi jika menjauh aku mungkin akan makin sakit, aku nggak bisa lihat bang Al-Fath bersanding dengan perempuan lain. Ibaratnya, bang Al-Fath adalah luka sekaligus obatnya."

"Jadi?"

"Jika masih, berlaku lamaran nya aku akan jawab iya. Itupun jika masih berlaku." Ucap Deira pasrah.

Lama mereka saling menatap, meresapi makna dan rasa yang ada di hati mereka berdua lewat pancaran sinar mata.

"Aku pergi dulu, jika tawarannya sudah tidak berlaku tidak masalah. Aku yang salah menolak niat baik dari bang Al-Fath." Deira membalikkan badannya, pergi dari situasi ini adalah yang terbaik. Lagipula bukankah salahnya sendiri menolak lamaran dari Al-Fath tadi.

"Kata siapa kamu boleh pergi?" Al-Fath menarik lengan Deira, mencegahnya agar tidak pergi dari hadapannya. Tangan kiri Al-Fath menahan lengan kanan Deira, sedangkan tangan Al-Fath memasang cincin Ruby bermata merah itu ke jari manis Deira.

Deira tak bisa menahan keinginannya untuk tidak menangis, air mata tersebut jatuh luruh begitu saja saat melihat betapa tulus dan serius nya Al-Fath saat ini.

"Deira, Will you marry me?"

"Yes!" Jawab Deira, dengan air mata yang kini mengalir semakin deras.

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang