"Mungkin mau memesan sesuatu?" Arman memberikan tawaran pada Deira.
Deira duduk,"Nggak usah, udah makan juga tadi di acara." Tolaknya secara halus. Lagipula dia tak akan lama, karena memang ia akan kembali secepatnya ke Rumah Sakit.
"Aku sungguh turut bersedih atas kejadian yang menimpa nyonya Tasya." Arman mengungkapkan isi hatinya.
Deira memberikan pandangan, seolah bagaimana ia tau bahwa Mamanya mengalami cedera.
"Papa kamu bukan sembarang orang." Arman terkekeh,"Dia juga seangkatan dengan Ayahku." Arman menjelaskan.
Deira lupa, mungkin setiap orang di lingkungan yang sama dengannya pasti akan langsung tau tentang Papanya.
Mereka membicarakan banyak hal, meskipun singkat tapi Deira tau Arman orang yang menyenangkan saat diajak untuk mengobrol saling bertukar pendapat dan pengalaman.
"Mau aku antar?" Arman kembali menawarkan.
Deira sudah pamit, saat ia melihat Satria yang terlihat mencarinya.
"Terima kasih untuk tawarannya, Satria sudah menunggu." Deira menunjuk ke arah Satria, yang terlihat melambaikan tangan. Lalu ia menunduk untuk menyapa Arman dari kejauhan.
"Hati-hati." Ucapnya pada Deira, saat ia bersiap menghampiri Satria.
***
Deira sedikit merasakan kelegaan, Mamanya sempat sadarkan diri tadi dan merespon. Namun hanya beberapa saat, ia kembali terpejam. Kata Dokter hal itu wajar, apalagi Mamanya mengalami benturan dan batu selesai menjalani prosedur operasi besar.Menurut dokter, Tasya beruntung. Pemulihannya terbilang cepat dia bisa melewati masa kritis dan juga lolos dari masa vegetatif. Apalagi, sesaat memberikan respon kesadaran dalam hal motorik, meskipun hanya sesaat.
Deira hari ini sendirian menjaga ibunya, Anas pergi ke kantor sebentar. Pekerjaan Deira bisa di handle dari Rumah Sakit.
Suara ketukan pintu terdengar, saat Deira tengah sibuk memeriksa kasus yang ia tangani saat ini di laptopnya.
Deira berjalan ke arah pintu, ia melirik jam dinding yang menunjukkan waktu belum saat nya perawat menyuntikkan obat melalui selang infus pada ibunya.
"Assalamualaikum." Salam seorang laki-laki yang tersenyum manis, melihat Deira membukakan pintu.
Laki-laki tersebut menyerahkan parcel berisi aneka macam buah segar.
"Waalaikum salam." Jawab Deira, tangannya menerima parcel itu."Silahkan masuk," Deira mempersilahkan dirinya untuk masuk kedalam ruangan inap.
Deira meletakkan parcel di meja, lalu ia memposisikan diri duduk di sofa yang sebelumnya ia duduk tadi.
"Maaf ya ganggu kamu."
Deira menggeleng,"Nggak sama sekali Arman," Akhirnya Deira memanggil Arman tanpa embel-embel jaksa di depannya, itupun atas permintaan Arman. Katanya sih biar lebih akrab, begitu.
Ia merapikan kertas yang berantakan memenuhi meja,"Daripada ngantuk tadi, jadi periksa pekerjaan." Alasannya.
"Bagaimana keadaan Nyonya Tasya?" Arman, melirik sekilas pada orang yang saat ini terbaring di ranjang pesakitan.
"Alhamdulillah, tadi sempat sadar. Motorik bagian tangannya merespon. Meskipun sebentar, kata dokter pemulihan mama juga termasuk cepat." Deira menjelaskan,"Terus kamu sendiri dari mana?"
Arman menggaruk tengkuknya, ia kikuk dan grogi jika berhadapan dengan Deira."Tadi aku dari Pengadilan, berhubung masih jam istirahat jadinya aku mampir ke sini. Setelah itu kembali ke kantor." Ia menjelaskan pada Deira.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...