The Last Leaf || Part 29. Equity✓

11.5K 748 2
                                    

Tasya sudah sepenuhnya sadar, dan beruntung Tasya masih bisa mengingat semua kejadian yang membuat dirinya harus berakhir di rumah sakit dan menjalani operasi pendarahan di kepala.

Meskipun syaraf bagian kakinya sedikit terganggu, namun dokter mengatakan. Jika rutin melakukan terapi maka dia bisa kembali berjalan seperti semula.

Satria dibantu Arman, ia melaporkan tindakan Mira pada Tasya. Setidaknya, saat kondisi Tasya membaik ia akan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.

Untuk masalah pembunuhan berencana Imel, Deira berencana menemui pihak keluarga. Karena pihak keluarga yang bisa mengajukan kembali untuk penyelidikan kasus.

Arman terus membantu Deira, ia benar-benar mendukung Deira untuk mencari keadilan. Orang jahat harus diberi hukuman, itu adalah prinsip hidup Arman.

Hari ini dokter memeriksa keadaan Tasya, mungkin besok lusa sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah.

"Aku yang akan mengurus semuanya dengan Satria, kamu nggak usah khawatir." Arman menenangkan Deira yang tampak khawatir.

"Thanks, maaf udah merepotkan." Kata Deira, ia merasa sangat merepotkan Arman.

"Its okay, no problem".

***
Mira tampak panik, ia segera mengemas segala barangnya. Memasukkan ke dalam koper besar miliknya.

Suara pintu terbuka terdengar, disana Ludwig yang bersama dengan para bodyguard memasuki apartemen Mira.

"Anda harus menyelamatkan saya." Mira memohon,"Selamatkan saya."

Ludwig menyeringai,"Kamu bertindak bodoh, dan sekarang aku yang harus menanggung nya?" Ludwig mengintimidasi Mira.

"Bagaimana anda bisa tahu?" Tanya Mira penuh keyakinan.

"Kamu tidak perlu tau," Ludwig mencengkeram pipi Mira menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kanannya."Yang perlu kamu ingat, hanyalah mengaku sendirian. Tanpa ada yang tau bahwa aku juga terlibat."

Wajah Mira memerah menahan sakit. Ia kembali berpikir berlindung pada Ludwig maka ia akan hidup dalam ketakutan. Mengaku kebohongan dan segala kejahatannya, itu sama saja keluar dari dalam kandang harimau masuk ke dalam kandang buaya.

Jika bukan gara-gara Deira, rencananya pasti akan berjalan dengan lancar.

Mira penasaran, siapakah orang yang memberi tau Ludwig tentang kejadian hari ini."Siapa orang yang memberi tau anda?" Mira bertanya, setidaknya ia harus menyusun rencana baru.

"Kamu penasaran?"

Mira mengangguk.

"Aku tidak akan memberi tau, karena aku sudah tau bagaimana otakmu berpikir." Ludwig mengelus rambut Mira,"Kamu ingin mengancam ku atau mengadukan pada Al-Fath. Benar bukan?" Bisik Ludwig, tepat di telinga Mira.

Mira menegang, bagaimana Ludwig bisa tau idenya. Ia benar-benar sudah mengetahui bagaimana otaknya bekerja.

"Akuisisi itu, ulah anda?" Mira memastikan.

Ludwig mengetuk dagunya seakan berpikir,"Entahlah." Hanya itu jawaban darinya.

*****
Deira bersyukur, Mamanya sudah pulang hari ini. Mulai minggu depan, sudah bisa mengikuti terapi.

Kemarin, polisi juga sudah datang untuk meminta keterangan di rumah sakit. Mengingat kondisi sang mama yang belum bisa ke kantor polisi.

Penangkapan Mira, tinggal menunggu surat perintah saja. Jaksa yang bertugas adalah Arman, ia yang akan menangani kasus Mira.

Dan Deira minggu depan berencana untuk menemui keluarga Imel, sebelumnya ia dan Satria sudah menghubungi mereka.

"Mikirin apa sih?". Tasya menggenggam tangan putrinya, yang terlihat sedang berpikir.

Deira menggeleng,"Nggak kok ma, hanya sesuatu".

"Pasti gara-gara Mama". Tebak Tasya.

Deira mendesah,ia memposisikan diri berlutut di depan ibunya yang berada di kursi roda."Bukan Mama, tapi Mira". Deira mengoreksi,"Aku nggak peduli, dia curi barang-barang ku. Tapi dia sudah mencelakai Mama, dengan menunjukkan pada publik sifat jeleknya sudah cukup. Tapi untuk kesengajaan dia mendorong Mama, aku pastikan Mama akan mendapatkan keadilan". Jelas Deira.

Tasya mengelus rambut panjang putrinya,"Terima kasih, sudah menjadi putri Mama". Lalu ia memeluk Deira penuh rasa sayang.

***
Satria mendatangi sebuah kafe dimana ia sudah membuat janji dengan seseorang.

Tak lama wanita itu datang memasuki kafe, lalu duduk di bangku yang berhadapan dengan Satria.

"Mau pesan minum?". Satria menawarkan.

"Boleh". Wanita itu memberikan jawaban.

Lalu Satria memanggil seorang waiters, ia menyebutkan minuman yang ingin mereka berdua pesan.

Satria mengambil sesuatu dari saku jasnya, lalu ia meletakkan benda pipih itu di atas meja.

"Eksklusif, kamu harus merilisnya".

Wanita itu mengernyitkan dahi,"Jadi kamu menghubungi aku hanya untuk ini?". Ia mengambil flashdisk dan tampak mengamatinya,"Apa isinya?". Ia penasaran.

Satria mencecap cairan hitam yang meninggalkan rasa pahit di lidah, merasakan cairan itu mengalir di tenggorokannya."Buka sendiri, aku yakin tangkapan besar pasti akan terpancing". Satria menyeringai.

"Kamu masih sama seperti dulu". Wanita itu mengomentari Satria, lalu meneguk minuman berwarna oranye yang ia pesan.

"Bermain rapi?". Tebak Satria.

"Benar, bermain rapi". Ia menambahkan.

Satria mendengus,"Aku tidak suka, saat ada orang yang ku sayangi di usik kehidupannya".

Satria berdiri, ia menepuk pundak wanita yang duduk dihadapannya."Aku percaya, kamu pasti akan mengurusnya". Lalu ia pergi melangkahkan kakinya, ke arah pintu keluar.

Wanita itu mengambil flashdisk yang tergeletak di meja, ia mengamati benda tersebut. Satria meminta isi dari benda itu untuk di rilis. Berarti memang sebuah berita yang akan sangat di buru oleh para wartawan lain.

Sebuah pesan masuk dalam ponsel wanita itu, tertera jelas nama Satria sebagai pengirim disana.

"Kecelakaan sahabatmu Imel, sudah direncanakan". Isi dari pesan yang dikirimkan.

Perempuan itu memasukkan flashdisk ke dalam sakunya, ia berlari mengejar Satria. Meskipun menggunakan sepatu hak tinggi, langkahnya tak ragu.

Lengan Satria di tarik saat akan masuk ke dalam mobil yang sudah terbuka. Membuat nya langsung menghadap pada perempuan yang baru saja ia temui.

"Apa maksudnya?". Ia meminta penjelasan."Kecelakaan Imel di rencanakan? Oleh siapa?".

Satria menengok kanan kiri, mengawasi parkiran."Ceritanya panjang, kamu hanya perlu merilis rekaman itu. Aku butuh bantuan media untuk mencari seseorang yang sepertinya berpengaruh di belakang saudara kembar Imel, jadi aku percayakan sama kamu Laras".

"Saudara kembar Imel?". Laras mencoba berpikir."Kalau tidak salah, tiga hari sebelum kecelakaan Imel mau bertemu dengan seseorang". Laras mencoba mengingat kembali.

"Bertemu siapa kamu tau?". Satria mencoba menggali informasi.

Laras menggeleng,"Tapi dia bilang mau bertemu di sebuah kafe". Ia mencoba mengingat kembali, karena memang kejadiannya sudah tiga tahun lalu."Sepertinya bukan Cafe, Restoran Wood Table". 

Satria menjentikkan jari,"Thanks informasi nya". Lalu ia berlalu masuk ke dalam mobil, Satria membuka kaca mobil."Rilis berita nanti saat aku sudah memberikan kode dan hati-hati". Lalu ia mengemudikan mobilnya.

Laras mengangguk mengerti, dari awal memang ada yang tidak beres dengan kecelakaan yang merenggut nyawa Imel. Dari olah TKP dan juga CCTV yang tak berfungsi secara tiba-tiba. Seakan semua bukti di lenyapkan.

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang