Terlahir kembar membuat nasibnya bahkan tidak seberuntung saudara kembar nya yang diadopsi oleh keluarga terpandang.
Sampai ia berusia 5 tahun, ia dan saudara kembarnya Imel tinggal di sebuah panti asuhan. Mira tak ingat jelas bagaimana kisah kecilnya saat itu. Yang ia ingat adalah ia di temui oleh sepasang suami istri.
"Hai cantik." Wanita itu mengelus sayang rambut Mira,"Minggu depan kita akan jumpa lagi, Mama nggak sabar mau jemput kamu dan kita akan pulang bersama."
"Mama?"
"Imel!!!" Teriak seorang anak laki-laki,"Lemparkan bolanya!!!" Pintanya pada Mira saat bola menggelinding ke arah ia berdiri sekarang, Mira dengan segera melemparkan bola.
"Jadi namamu Imel? Nama yang cantik," Sanjung nya.
"Bukan n___nama." Ucapnya terbata, ia ingin memberi tau bahwa namanya bukanlah Imel melainkan Mira.
"Sayang!". Suami dari wanita itupun terdengar.
Dengan antusias wanita itu segera berdiri, menghampiri suaminya. Sebelum ia mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Mira kecil. Sepasang suami istri itu terlihat sangat serius berbicara, membahas tentang berkas dokumen sebagai syarat adopsi.
Sang istri berlari senang kearah Mira, dengan bahagia ia memeluk bocah kecil berwajah imut dan cantik.
"Sampai jumpa besok." Wanita itupun pergi menjauh, sambil melambaikan tangan.
Seminggu berlalu, pasangan itu kembali. Namun, yang dijemput bukanlah dirinya melainkan adik kembarnya Imel.
Dengan nafas memburu, ia terbangun dari tidurnya. Entah sudah berapa kali ia bermimpi yang sama, keringat membasahi tubuhnya. Mira melirik jam yang terpasang di kamar tamu itu, baru jam 2 pagi dengan langkah gontai ia menuju dapur.
Rumah keluarga Pak Anas, saat ini dirinya tinggal sendiri di rumah ini keluarga Pak Anas sedang berada diluar kota.
Mira duduk termenung setelah menghabiskan segelas air putih, ia benci kenyataan bahwa dirinya memiliki saudara kembar. Semuanya hanya mengenal Imel, bahkan di panti asuhan tempatnya tinggal dulu ia sering dipanggil dengan nama Imel padahal sudah jelas sekali mereka berbeda.
Mira bertekad, ia harus mengambil apa yang memang seharusnya menjadi miliknya. Jika saja, dirinya yang di bawa oleh sepasang suami istri itu dulu, pasti hidupnya memang terjamin seperti Deira saat ini. Memiliki karir bagus, kemanapun mengendarai mobil, bahkan mengenakan barang-barang mahal.
Dendamnya kepada Imel tidaklah surut sama sekali, ia akan merebut semuanya kembali karena ia yakin semua itu seharusnya memang menjadi miliknya.
*****
"Kamu harus ingat, apa tugas mu." Laki-laki memakai hoodie hitam itu berbicara,"Sudah cukup banyak uang yang aku keluarkan, untuk membuatmu sama persis dengan kembaran mu itu, dan juga menyuap para pecundang yang gila uang di perusahaan Haydar."
Si wanita menyunggingkan senyum,"Saya akan tetap ingat, rencana ini sudah disusun sejak lama. Maka dari itu, semuanya harus berakhir sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan tentu saja harus berjalan dengan lancar."
Asap rokok mengepul di dalam mobil yang terparkir di gang yang sepi,"Al-Fath lupa dia berhadapan dengan siapa saat ini, gara-gara dia perusahaan ku bangkrut. Maka aku harus membalasnya, membuat ia merasakan sakit lebih dari apa yang aku rasakan." Ia mendesis marah, mengingat masa lalunya.
Kepala nya menoleh, ke arah wanita yang duduk tenang di sampingnya."Beruntung kamu datang, satu persatu kebahagiaan Al-Fath akan ku ambil. Dan kamu adalah alat itu."
"Sebagai rasa ucap terima kasih, saya akan membantu anda," Balas wanita itu.
"Aku suka cara kerjamu, tak sia-sia aku mengeluarkan banyak uang untuk investasi sebesar ini." Ia tertawa terbahak merasa bangga dengan apa yang ia capai.
Dengan tiba-tiba ia mencengkram kedua pipi putih itu hanya menggunakan tangan kanannya, hingga sang empunya terkejut atas tindakan yang tiba-tiba dilakukan,"Ingat! jangan sampai kamu melibatkan perasaan. Atau aku sendiri yang akan menyingkirkan kamu," Ucapnya penuh dengan intimidasi.
"B...Baik," Jawabnya terbata-bata.
Pria itu melepaskan, cengkeramannya dengan kasar."Good!" Lalu ia mengelus, rambut wanita itu."Pergilah, lakukan tugasmu." Pria itu memberikan perintah.
Ia melirik sekilas arloji yang melingkar di tangan kirinya, sudah lebih dari lima belas menit ia berpamitan kepada teman-teman kantornya karena ada kepentingan.
"Maaf yaa, kalian jadi nunggu." Ucapnya dengan nafas memburu, karena mau tak mau ia harus sedikit berlari untuk kembali ke rumah makan yang berada dekat dengan kantornya.
"Santai aja, masih sepuluh menit istirahat". Timpal teman kerjanya,"Gimana, langsung balik sekarang?"
"Langsung aja," Timpal salah satunya.
Mereka kembali bersama ke kantor, mulai dari ini ia akan menjalankan misinya. Meskipun dirinya gemetar ketakutan, apakah misi yang ia lakukan akan berjalan lancar atau sebaliknya. Mira bertekad, maka apa yang ia rencanakan sudah seharusnya berjalan sesuai dengan rencana. Apalagi, dengan posisinya sebagai staf keuangan dengan mudahnya ia akan melancarkan aksinya.
Memasuki Lobi, banyak karyawan yang juga sudah kembali dari jam istirahat nya.
"Langsung ke ruangan yuk," Ajak teman kerjanya.
"Iya, kekenyangan juga." Timpal yang lain.
Mira hanya mengikuti mereka, melewati lift yang memang di khususkan untuk direktur dan juga jajaran petinggi perusahaan. Mira merasakan ada yang mengawasi dirinya, dan betul saja seseorang mengenakan tuxedo lengkap yang saat ini berada di dalam lift tengah memperhatikannya. Mira tersenyum puas, target bahkan lebih dahulu menunjukkan kelemahannya.
Seolah tak mengetahui bahwa dia diawasi, Mira tetap berjalan menuju lift karyawan yang memang bersebrangan. Memasuki lift, dengan sengaja Mira melakukan kontak mata. Namun ia berpura-pura tak sengaja melakukan hal itu dan kembali bersikap biasa saja dengan segera memencet tombol lift.
Jantung Mira berpacu, melihat pandangan laki-laki itu. Menyiratkan bahwa ia memendam rindu yang teramat dalam pada seseorang. Tatapan yang menyiratkan apa yang ia lihat saat ini bukanlah kenyataan.
Kembali ia mengingatkan dirinya, rencananya harus berjalan dengan lancar. Sebagai tanda terima kasih kepada seseorang yang sudah membantunya untuk menyingkirkan saudara kembarnya.
🍃🍃🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...