The Last Leaf || Part 18. Haydar Family✓

10.2K 683 6
                                    

Mira sangat gugup, bertemu dengan keluarga Al-Fath secepat ini tidak ada dalam daftar rencananya. Namun ia harus tetap mendekati Al-Fath agar semuanya berjalan dengan lancar. Bahkan Mira juga tidak percaya, semudah ini membuat Al-Fath masuk ke dalam jerat perangkap yang sudah ia siapkan. Obsesi Al-Fath terhadap Imel akan sangat ia manfaatkan dengan baik.

Tangannya berkeringat dingin, ia bahkan berjalan pelan di belakang Al-Fath saat akan memasuki pintu depan rumah milik keluarga Haydar itu. Menata diri untuk siap menjalankan misi.

"Ayo sini cepat," panggil Al-Fath.

Mira sengaja memperlambat jalannya,"Aku deg-degan". Ucapnya, ia memang tidaklah berbohong soal itu.

Al-Fath menarik lengan Mira, agar ia berjalan mengimbangi langkahnya. Memasuki rumah tersebut, Mira dibuat terkesima dengan interior yang sederhana namun terlihat elegan. Al-Fath membawanya ke ruang tamu.

"Kamu duduk dulu disini, aku panggil bunda dulu". Al-Fath, berjalan menjauh dari ruang tamu yang langsung menghadap ke taman.

Mira sibuk mengamati rumah mewah itu, tak apa jika ia hidup nyaman dalam rumah mewah seperti ini meskipun harus menjebak Al-Fath dalam obsesinya sendiri, ia takkan merugi.

"Mira?"

Sedikit tersentak, saat ada suara wanita yang memanggil nya. Wanita hamil yang menggandeng anak perempuan.

"Hai," Ia kebingungan bagaimana menyapa mereka.

Ia menerka, siapakah wanita hamil ini. Al-Fath masih lajang, ia tau itu. Namun mengapa ada seorang wanita hamil dan anak perempuan di rumah Al-Fath, ia sedikit bergidik. Katakanlah dia bukan seorang perebut suami orang.

"Aku adiknya Bang Al-Fath, kalau kamu ingin tau." Ucap Zara tenang,"Aku Zara," tambahnya.

Mira sedikit terkejut, ia bahkan tak tau darimana Zara yang mengaku adik dari Al-Fath ini mengetahui namanya. Bahkan mereka belum pernah bertemu sebelumnya, atau mungkin Al-Fath sudah bercerita tentang dia kepada Zara.

"Tak usah terlalu kaget, aku mengetahui kamu dari sahabatku Deira. Sebelum pindah ke apartemen kamu sempat tinggal di sana kan." Zara memulai perbincangan.

"Ah iyaa," Ucap Mira gugup, jujur saja wanita berjilbab ini memang terlihat lembut namun ia merasakan aura intimidasi yang membuatnya nyalinya sedikit menciut.

Seorang pekerja di rumah keluarga Haydar datang, membawa minuman sebagai jamuan tamu. Membuat Zara menghentikan pembicaraan, tak lama Nuril datang dari area taman belakang bersama dengan Al-Fath. Setidaknya, ia takkan merasakan aura intimidasi dari Zara jika bersama dengan Al-Fath.

Dengan cepat Mira langsung mengulurkan tangan untuk mengucapkan salam, Nuril membalasnya dengan senyuman. Tak lupa ia bahkan mengamati rupa perempuan yang dibawa oleh anak laki-lakinya ke rumah.

Dengan alasan diperkenalkan ke keluarga Haydar, meskipun sama dalam rupa wajahnya namun hati kecil Nuril ia merasakan ada yang mengganjal. Sebagai seorang ibu, ia bahkan merasakan firasat aneh. Namun dengan segera, Nuril menepisnya. Ia tak berhak untuk menilai pribadi orang lain.

"Silahkan Duduk." Nuril kembali mempersilahkan, setelah Mira mencium tangannya dan mengucapkan salam."Maaf, hidangannya cuma ada sederhana."  Ucapnya, ia juga menempatkan diri di sofa single.

"Lebih dari cukup Tante." Kata Mira, menjawab ucapan Nuril.

Nuril tersenyum,"Tante kaget, saat anak Tante yang sulung ini bilang kalau hari minggu memperkenalkan seseorang ke Tante." Nuril mulai pembicaraan,"Ngomong-ngomong, kamu mirip sekali dengan Imel. Benar apa yang dikatakan oleh Al-Fath."

Zara yang berada di sana pun, hanya mengamati gerak-gerik dari Mira. Tak sengaja, ia melihat pergelangan tangan Mira yang mengenakan jam tangan yang tak asing baginya.

"Sungguh sangat disayangkan, saya sudah mencarinya selama ini. Dan yang saya temui kabar yang sangat tak mengenakan." Tanggap Mira,"Kami berdua tumbuh di sebuah panti asuhan, namun takdir berkata lain. Kami harus berpisah, karena Imel sudah diadopsi terlebih dulu. Lama sudah saya mencari, saat akan bertemu dengan dia saya sangat merasa bahagia. Tapi yang saya temui hanyalah makamnya, itu membuat hati saya hancur." Mira mengusap air mata nya yang mengenang di pelupuk. Itupun sebagian dari aktingnya.

"Maaf jadi mengingatkan pada kenangan buruk." Nuril meminta maaf karena mengingatkan Mira pada kenangan buruknya.

Hubungan Zara dan Al-Fath belum membaik semenjak perdebatan mereka tempo hari, dia lebih banyak diam saat bersama dengan Al-Fath begitupun sebaliknya. Mereka berdua saling menghindari satu sama lain.

"Assalamualaikum." Ucap Adam, yang baru saja memasuki ruang tamu.

"Waalaikum salam," Jawab mereka serentak.

Anissa melihat ayahnya yang membawa sekantong penuh camilan, ia pun langsung berlari merentangkan tangannya menggapai sang ayah. Adam yang mengetahui hal itu, menekuk kedua kakinya untuk menyambut putri kecilnya. Dengan senang hati Anissa langsung digendong oleh nya.

Zara tersenyum, ia dengan hati-hati berdiri dari duduknya. Menghampiri pasangan anak dan ayah, melihat istrinya berjalan dengan susah payah membawa perut besarnya. Adam mengusap lembut perut besar istrinya, tak lupa ia juga mencium pelipis dan Anissa mencium pipi Zara.

Pemandangan itu tak luput dari pandangan Mira, melihat keluarga bahagia. Namun fokus Mira saat ini kepada laki-laki yang menggendong putri kecilnya dan sibuk memanjakan sang istri yang tengah hamil besar.

Tak ia mengerti, mengapa jantung nya berdegup kencang. Berbeda saat ia bersama dengan Al-Fath, ia tak merasakan apapun, meskipun itu hanya perasaan takut akan ketahuan mengenai hal yang ia rencanakan terhadapnya. Melihat suami dari adik Al-Fath, ia merasakan seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Bun, aku ke kamar duluan." Ucap Zara, pamit pada bundanya. Dan Nuril mengangguk sebagai tanda setuju.

Adam hanya tersenyum simpul sambil menganggukkan kepala sedikit pada mereka yang ada di ruang tamu sebagai formalitas.

Mira bahkan tak berkedip, jantungnya seakan melompat. Yang ia yakini saat ini adalah, suami dari adik Al-Fath ia tertarik pada laki-laki beristri itu.

Tak diketahui oleh Mira, sedari tadi Nuril mengamati gerak-gerik nya. Ia merasakan hal yang tak mengenakan apalagi melihat pandangan Mira terhadap menantunya. Ia yakin, Adam tak akan tergoda. Namun, ia melihat sejauh mana Mira akan mengagumi sosok Adam dikala ia diperkenalkan ke orang tua dari Al-Fath.

"Keluarga kecil mereka sangat bahagia bukan, apalagi Zara sebentar lagi melahirkan." Nuril kembali memulai pembicaraan."Kami sangat bahagia, apalagi cucu pertama di keluarga Haydar."

Mira sedikit tersentak, keningnya berkerut seakan berpikir. Lalu jika anak yang dikandungan Zara cucu pertama. Lalu siapakah anak perempuan yang duduk di samping Zara.

"Namanya Anissa, dia putrinya Adam, dari pernikahan sebelumnya. Tapi kami sangat menyayangi Anissa seperti halnya cucu kandung kami sendiri." Nuril menjelaskan.

Mira tak paham, mengapa Nuril bunda dari Al-Fath ini mengatakan hal seperti itu padanya. Informasi yang diberikan Nuril, entah mengapa melegakan sedikit hatinya. Jika Zara bisa menjadi ibu sambung yang baik mengapa ia tidak, benaknya mengatakan. Bahkan ia bisa lebih baik lagi, merawat Anissa.

"Bun, kok malah bicara tentang keluarganya Zara sih." Al-Fath melayangkan protes, entah mengapa ia merasakan suasana hati sang bunda berbeda dari sesaat sebelumnya.

"Karena kamu memperkenalkan Mira, setidaknya dia harus tau. Bunda tidak ingin, ketidaktahuan nya nanti menyakiti hati siapapun." Nuril menjelaskan pada sang anak.

"Apalagi melukai hati cucu bunda." Tambahnya, mengamati air muka Zara saat bertemu tadi dengan Mira. Nuril merasakan ada hal yang aneh, apalagi putrinya tidak akan bersikap seperti itu. Zara saat tak menyukai orang dia hanya akan diam dan mengamati orang tersebut tanpa mengomentari nya.

Dari sudut pandangan Nuril, meskipun memiliki wajah yang sama. Mira dan Imel sangatlah berbeda, apakah Al-Fath tidak bisa membedakan mereka. Nuril takut, Al-Fath hanya terobsesi pada Mira. Karena Mira adalah saudara kandung Imel, tunangan putranya dulu.

🍃🍃🍃🍃🍃

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang