The Last Leaf || Part 41. The Last Leaf ✓

11.3K 667 3
                                    

Waktu berlalu, Al-Fath sudah kembali sehat. Tapi hubungan nya dengan Deira masih tetap berjalan di tempat.

"Sejauh mana proyek nya?" Tanya Al-Fath pada Rendi asisten pribadi nya.

Ia pun mendekat, menyerahkan tablet pada Al-Fath."Pengerjaan semuanya berjalan dengan lancar, mungkin delapan puluh hingga delapan puluh lima persen."

Al-Fath mengangguk,"Lalu hal yang saya pesan?"

Rendi kembali mengangguk,"Semua sudah beres."

"Hari ini jadwalku kosong kan?" Al-Fath kembali memastikan.

"Benar pak!"

Mendengar jawaban dari Rendi, Al-Fath bergegas bersiap.

***

"Jadi ada hal apa gerangan Pak Al-Fath mengundang saya kemari?" Tanya Deira yang masih dalam posisi berdiri, sambil memandang Al-Fath jengkel.

"Menikmati pemandangan matahari tenggelam." Jawab Al-Fath, ia berdiri lalu menarik kursi yang akan di tempati Deira. Tepat di berhadapan dengannya.

"Kamu tau aku sibuk sekali akhir-akhir ini." Deira menggerutu sambil memukul pundaknya yang terasa pegal.

"Aku tau," Balas Al-Fath seadanya, lalu ia memanggil waiters meminta untuk segera menghidangkan makan malam lebih tepatnya makan malam lebih awal.

Tak lama, dua porsi makanan yang dipesan Al-Fath pun datang. Mereka berdua sibuk menikmati hidangan masing-masing tanpa sepatah kata apapun.

"Kamu menikmatinya?" Al-Fath mengelap bibirnya menggunakan tissue.

"Jika tidak, mungkin tak akan habis." Balas Deira sambil mengelap ujung bibirnya.

Terdengar suara jentikan jari, Deira baru menyadari bahwa rooftop restoran ini sangatlah sepi hanya mereka berdua yang ada disana dan tentunya waiters yang akan datang jika dipanggil.

Tak lama seorang waiters datang, ia membawa pot bunga mawar yang diserahkan kepada Al-Fath. Deira hanya memandang Al-Fath seakan bertanya-tanya.

"Aku ingin berbicara serius denganmu." Mimik wajah Al-Fath memancarkan keseriusan yang sangat.

"Tentang?"

"Mungkin ini terlihat sangat plagiat, bahkan terang-terangan meniru kamu."

"Jangan bertele-tele!" Deira menghentikan Al-Fath yang banyak berbicara hal yang tidak penting.

"Oke!" Al-Fath mengangguk,"Biarkan aku mendekati kamu, mengembalikan rasa yang dulu pernah ada. Aku tidak akan menunggu sampai daun terakhir karena kupikir perasaan ku terhadap kamu akan terus ada selamanya. Tapi aku sendiri yang akan merawat bunga mawar ini, karena aku sangat memaksa." Ucap Al-Fath dengan gugup.

"Kalau aku bukan jodohmu?"

Pertanyaan Deira sukses membuat Al-Fath bungkam, sekeras apapun ia memaksa jika Deira memang tidak di takdir kan untuk ia semua nya hanyalah berakhir semu.

"Aku hanya bercanda," Deira tersenyum menampilkan deretan giginya.

Sedangkan Al-Fath ia hanya tersenyum sekilas, itupun terlihat sangat terpaksa. Apa yang dikatakan Deira bercanda, mungkin memang benar adanya. Karena itu adalah rahasia Ilahi.

***

Sepanjang perjalanan Al-Fath lebih banyak diam, merenungi segala sesuatu. Apakah ia akan siap jika Deira menikah dengan orang lain? Apakah ia bisa melepaskan Deira kembali?

"Nggak mampir dulu?" Tanya Deira pada Al-Fath yang hanya diam termenung setelah mereka sampai di rumah orang tua Deira.

"Tidak, lain kali saja." Tolak Al-Fath, ia tak mah Deira tau bahwa dirinya sedang gelisah kali ini.

Deira melepaskan safety belt, sama dengan Al-Fath ia pun merasakan perasaan tak tenang setelah Al-Fath mengungkapkan perasaannya tadi. Bukan sekali ataupun dua kali , Al-Fath berkata seperti itu. Namun entah mengapa hati Deira seakan gamang menerima dan membalas perasaan Al-Fath. Jika saja itu dulu Deira akan dengan senang hati sekali menerima dengan tangan terbuka menyambut perasaan Al-Fath.

"Deira!" Panggil Al-Fath saat Deira hendak turun dari mobil.

"Aku menjamin kamu pasti akan bosan mendengar semua pernyataan cinta yang aku ungkapkan, mungkin kamu juga akan merasa risih. Tapi kamu harus tau, jika kamu memang bukan jodohku nanti. Tapi saat kamu masih tetap sendiri, aku akan terus bersikap seperti ini." Al-Fath mengungkapkan perasaannya pada Deira lagi.

Mendengar perkataan Al-Fath, membuat Deira seakan langsung kehilangan kekuatannya bahkan untuk sekedar berucap. Ia sendiri tak bisa meyakini apa perasaan yang ia rasakan saat ini.

"Aku tau sudah melukai kamu begitu dalam, aku menyadari jika mungkin saat ini kamu pun masih ragu karena perlakuanku pada mu dimasa lalu." Al-Fath menarik napas,"Izinkan aku mendekati kamu, aku akan berusaha. Jadi kamu hanya perlu diam ditempat menyambut ku datang saat kamu sudah siap menerima aku kembali."

Deira memalingkan wajahnya ke arah kaca, dari sana ia bisa melihat pantulan wajah Al-Fath. Melihat Al-Fath sangat putus asa membuat hati nurani nya juga terketuk.

"Aku akan turun."

"Tunggu sebentar!" Al-Fath menarik lengan Deira yang hendak membuka pintu mobil. Ia meraih pot bunga mawar yang ia letakkan di kursi penumpang tepat dibelakang tempat duduknya.

Ia menyerahkan pot berisi bunga mawar tersebut pada Deira,"Kurasa aku tidak cocok merawat bunga ini, bisa minta tolong pada om Anas. Beliau sangat menyukai bunga mawar."

Deira menatap pot bunga mawar yang ada di pangkuannya,"Yang suka bunga mawar itu aku, bukan Papa. Tapi karena Papa tau aku suka bunga mawar, makanya aku dibuatkan taman khusus dan Papa sendiri yang merawat semuanya. Kata Papa agar aku terus bisa melihat bunga-bunga mawar yang dirawat oleh Papa sendiri," Jelas Deira.

Al-Fath menggaruk tengkuknya, ia sudah tau bahwa Deira menyukai bunga mawar tentu saja dari Zara.

"Aku tau itu juga," Al-Fath menanggapi.

"Pasti dari Zara."

"Ya begitulah."

"Sudah kuduga."

"Untuk pernyataan yang Abang Al-Fath tadi katakan, mungkin aku akan mencoba untuk menanggapi hal itu." Deira menatap lekat Al-Fath,"Mungkin akan sulit untuk ku, karena bayang-bayang Arman sangatlah melekat di benakku perasaan bersalah yang terus menghantuiku aku pun tidak yakin kapan akan berakhir," Jelas Deira.

Trauma Deira masih sangatlah besar, perasaan marah, kesal, dan kecewa pada dirinya sendiri. Perasaan itu mengekang Deira untuk melangkah, seakan membelenggu dirinya yang ingin segera menyambut hari yang lebih cerah.

"Aku bawakan bunganya," Al-Fath mengalihkan pembicaraan.

***

Mereka beriringan menuju rumah Deira, tampak kedua orang tua Deira tengah bersantai di depan rumah.

Deira lebih dulu tiba di depan kedua orangtuanya, ia pun sudah selesai mencium kedua tangan orang tuanya.

Tak lama Al-Fath datang menyusul, dengan pot bunga mawar yang ia bawa. Al-Fath mengikuti sikap Deira sebelumnya.

Sangat jelas di lihat Al-Fath, kedua orang tua Deira terlihat sangat tidak nyaman bertemu dengan dirinya. Ayolah, setidaknya ia harus sadar diri bukan?. Bagaimana bisa orang tua Deira menyambut datang buang kerok yang membuat putri mereka bersedih.

Akhirnya orang tua Deira lebih memilih untuk masuk ke dalam rumah.

"Sepertinya, perjuangan ku benar-benar panjang." Gumam Al-Fath melihat kedua orang tua Deira masuk ke dalam rumah.

"Makanya berjuang lah sekuat tenaga." Deira menanggapi omongan Al-Fath dengan cekikikan."Mereka sudah mendirikan tembok tinggi tak kasat mata padamu."

****

Next...

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang