Mira merasakan popularitas dirinya semakin menanjak drastis setelah Al-Fath mengumumkan bahwa dirinya adalah calon istrinya, tak ada pegawai yang semena-mena terhadap dirinya saat ini tidak seperti dulu.
Ia memutar flashdisk yang diberikan Ludwig, jujur ia bimbang. Menjalankan rencana yang telah ia susun atau tidak. Bukankah jika Al-Fath bangkrut, nanti dirinya akan terpuruk. Namun janji Ludwig untuk memberikan Adam kepadanya juga terlalu menggiurkan.
Tak lama terdengar suara ramai-ramai melintasi divisinya, Al-Fath yang terlihat serius dan menahan emosi berjalan terlebih dulu dan diikuti oleh beberapa orang dibelakangnya lalu memasuki ruang rapat.
Tak lama Mira dihampiri oleh kepala divisinya, ia meminta Mira ikut serta masuk dalam ruang rapat dadakan kali ini. Ia mengikuti saja, lagipula ia juga penasaran apa yang menjadikan Al-Fath terlihat sangat marah sekarang.
Mira memasuki ruangan, tak lama Adam juga memasuki ruangan rapat itu. Mira tersenyum, seperti nya ini bukan masalah sepele.
"Bagaimana, anda bisa mengakuisisi perusahaan yang bangkrut dan disita bank!" Teriak salah satu pemegang saham.
"Anda tau! Harga saham anjlok karena ulah anda, tanpa sepengetahuan kita mengakuisisi perusahaan bangkrut yang disita bank." Tambah yang lain.
Kepala Al-Fath berdenyut, Pikirannya kalut kemana-mana. Semenjak hari itu, Bunda nya mendiamkan dirinya. Ayahnya marah karena Al-Fath tidak bisa bekerja secara profesional, mencampurkan hal pribadi dan pekerjaan. Zara lebih banyak diam, ia bahkan tidak berkomentar apapun. Dan tentu saja menghindari dia.
Dan juga Al-Fath merasa uring-uringan, Deira seakan menghindari dirinya. Semenjak ia mengumumkan Mira sebagai calon istrinya.
Dan yang membuat dirinya tambah emosi hari ini, sebuah layangan surat dari bank yang menyatakan bahwa perusahaan miliknya harus membayar pinalti dengan jumlah besar dari perusahaan yang bahkan bukan dari bagian perusahaan miliknya.
Uang ratusan miliyar hilang begitu saja, dan ditambah lagi nilai saham yang merosot tajam. Saat pihak Haydar meminta bukti kepemilikan, Bank memberikan bukti bahwa Perusahaan yang bankrut tersebut telah diakuisisi oleh Al-Fath sebelum ia menjabat sebagai Komisaris Utama, lebih tepatnya saat ia masih menjadi seorang Direktur.
***
"Cari dulu bisa kan?" Mohon Satria, ia meminjam alat perekam milik Deira."Ya aku lupa dimana menaruh nya." Deira mencoba mengingat-ingat.
Deira membuka laci, lemari, dan tempat penyimpanan miliknya."Ketemu!" Deira bersorak, saat menemukan alat perekam miliknya.
Ia melihat lampu indikator merah saat mencoba menyalakan alat itu,"Baterainya habis, perasaan aku nggak menyalakannya. Atau lupa mungkin."
"Charger aja dulu." Kata Satria, lalu ia berjalan menuju dapur untuk mencari minuman di kulkas.
Deira menuju kamar, ia mengambil laptop untuk mengisi daya alat itu. Sekalian menghapus file yang sekiranya memang tidak penting lagi.
Sekembalinya ia membawa Laptop dari kamar, Deira menuju ruang keluarga. Alat itu sudah dipasang di laptop, gerakan lincah jemarinya membuka file-file yang entah mengapa ia merasa sudah ia hapus sebelumnya.
Deira membuka file-file suara itu karena penasaran. Karena terlalu lama, loading tak sabaran ia memilih mempercepat rekaman suara itu.
"Ngapain kamu di kamar Deira?!" Dengan nada yang sedikit tinggi.
Bukankah itu suara Mama, batin Deira berkata. Lalu ia menekan tombol play.
"Ini kan barang-barang anak saya, kamu mencuri!?" Suara Mamanya terdengar sangat marah."Jawab Mira!"
"Ini barang-barang milik saya Tan." Terdengar Mira melakukan pembelaan.
Satria yang baru saja datang pun ikut mendengarkan, rekaman tersebut. Terdengar suara saling berebutan, kamar Deira cukup dekat dengan tangga. Dan lokasi alat perekam ini berada di dalam laci di depan kamar Deira. Terdengar jelas keributan yang terjadi saat itu.
"Bisa-bisanya, kamu mencuri barang-barang anak saya!" Suara emosi Tasya, ia juga berusaha merebut barang yang diambil oleh Mira.
Kembali terdengar keributan saling berebut barang, tak lama terdengar suara teriakan Tasya.
"Aaaaaaargh!" Suara teriakan disertai dengan gemuruh seperti barang yang terjatuh dari tangga.
"Tante!" Suara Mira panik, karena ia tak sengaja mendorong Tasya hingga ia jatuh berguling di tangga.
Yang terakhir adalah, suara Mira membereskan barang-barang berharga milik Deira yang terdengar jatuh berserakan. Lalu derap kaki yang kian menjauh juga terekam.
Deira hanya bisa menutup mulutnya, ia bahkan tak percaya atas apa yang baru saja ia dengar. Dia pikir Mamanya terjatuh dari tangga karena memang terpeleset. Namun fakta yang ia dapat ternyata adalah seseorang menjadi dalang insiden kemarin.
"Buat salinannya," Satria mengambil alih Laptop Deira, membuat salinan dari rekaman tersebut.
Sedangkan Deira sendiri, ia masih syok dengan fakta yang baru saja ia dapati. Matanya berkaca, ia sangat marah saat ini.
Sebuah pesan masuk, Deira segera melihat dan membaca pesan tersebut. Ia menggenggam erat ponselnya, sungguh dirinya sudah muak sekali saat ini dengan tingkah Mira.
"Aku akan ingat itu." Deira kembali fokus pada rekaman yang diputar dari awal oleh Satria.
"Sepertinya ia sedang bertelepon dengan seseorang, sebelum insiden." Satria memberi gambaran."Aku putar dari awal, memang bagian awal hanya bising. Tapi di menit ke lima, percakapan Mira mulai terekam." Jelas Satria pada Deira.
Deira tampak berpikir, siapakah orang yang Mira telepon.
"Berhenti mengingatkan aku tentang balas budi darimu, aku akan tetap mengingat nya. Karena bantuan dari mu juga aku bisa menyingkirkan Imel."
Deira menutup mulutnya karena kaget dan tak percaya, akan apa yang baru saja ia dengar. Kecelakaan Imel telah direncanakan.
"Kita harus cari bukti terlebih dulu, sepertinya Mira memiliki seseorang dibelakangnya." Satria memberi keputusan,"Aku akan meminta bantuan pada Arman, membuka kasus lama tidak mudah". Lalu ia menghubungi Arman.
Deira hanya mengiyakan solusi dari Satria, pikirannya terlalu kalut bahkan dirinya sangat terkejut saat ini.
Meninggalkan Satria yang sedang menghubungi Arman, Deira berganti baju di kamarnya. Ia mengambil kunci mobilnya. Deira berlari dari kamarnya yang berada di lantai dua menuju ke garasi mobil.
"Hei mau kemana?!" Satria mengetuk kaca mobil.
Deira tak menjawab, ia sibuk menyalakan mesin mobilnya. Setelah menyala, segera ia memundurkan mobil. Meninggalkan Satria yang masih berdiri di dekat mobilnya.
Satria kembali ke dalam rumah, ia mengamankan barang bukti. Setelah menghubungi Arman, ia berkata akan sebisanya membantu Deira. Dan juga meminta Satria menghubungi pihak keluarga dari Imel, untuk mengajukan permohonan kembali dibukanya kasus kecelakaan yang melibatkan Imel.
Satria setelah membereskan barang bukti, ia segera menyusul mobil Deira. Dengan yakin ia terus menginjak pedal gas, agar segera ia menyusul Deira. Pagi ini Deira berencana kembali ke Rumah Sakit setelah Satria memaksanya untuk meminjamkan alat perekam. Namun ia mendapati hal yang tak terduga, Satria sangat yakin Deira tidak akan kembali ke Rumah Sakit. Ada dua opsi kepergiannya saat ini, jika tidak ke rumah Mira maka Deira akan pergi ke kantor Al-Fath.
Satria melirik jam tangan miliknya, jam kantor sudah di mulai sejak tadi. Maka kemungkinan besar Mira berada di kantor saat ini, dan Deira pasti akan pergi ke sana.
Penuh keyakinan Satria memutar balik kendaraan menuju arah kantor Al-Fath, Deira saat ini sedang dalam emosi. Satria tidak ingin, emosi Deira akan menambah masalah untuknya, tujuannya adalah memberikan hal yang pantas ia dapatkan setelah dengan rasa tidak bersalah mendorong Tante Tasya dan mencuri barang-barang Deira.
🍃🍃🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Leaf (END)
General FictionJangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum di revisi. Cover : Pinterest and Canva Kehilangan calon istrinya membuat Alfath Putra Haydar menja...