The Last Leaf || Part 37. Crying Again ✓

11K 631 10
                                    

Playlist: Happier than ever - Billie Eilish
*****
Happy Reading

"Jadi nggak tau Deira kemana?" Tanya Satria pada sambungan telepon.

"Beneran, aku juga di luar kota. Deira nggak pamit?" Jawab seseorang dari panggilan telepon.

"Aku mencoba menghubungi, tapi ponselnya nggak aktif." Satria mengurut pangkal hidungnya,"Aku hubungi lagi nanti." Lalu ia mematikan sambungan telepon.

"Zara tidak tau dimana Deira, dia juga berada diluar kota."  Jelas Satria pada kedua orang tua Deira yang cemas, karena putrinya belum juga kembali ke rumah padahal saat ini sedang hujan deras di luar sana.

Ponsel Deira juga tidak bisa dihubungi, tadi siang selepas dari pengadilan bersama dengan Satria. Deira lebih memilih kembali sendiri, bahkan ia tidak membawa mobil. Satria ingin mengantar Deira kembali ke kantor namun ia menolak, sedangkan Satria sendiri memang ada acara setelah dari pengadilan.

"Deira gimana pa?" Tanya Tasya cemas, pada suaminya. Tak biasanya Deira akan pergi tanpa memberikan kabar.

"Deira pasti baik-baik saja". Ucap Anas, sambil memeluk istrinya. Ia sendiri juga cemas namun ia harus tetap tegar dan tenang di samping istrinya.

****

6 jam sebelum Deira menghilang

"Maaf baru bisa datang." Kata Deira seraya meletakkan bunga di pusara tempat Arman di makamkan.

Ia membenarkan duduknya, agar lebih nyaman."Melangkahkan kaki kesini sangat berat untukku. Kamu tau, semuanya seakan tidak nyata. Tapi aku harus tetap mempercayai semua ini."

"Aku merindukan kamu." Bisik Deira, lalu ia menundukkan kepala. Bahunya bergetar, Deira menangis rasa sesak yang menghimpit relung hatinya menimbulkan rasa sakit yang teramat.

Deira mencoba menenangkan dirinya, dengan menghirup udara sebanyak mungkin.

Ia mengelus kembali nisan bertuliskan nama Arman Prayudha,"Beristirahatlah dengan tenang," Lalu ia tersenyum simpul.

"Terima kasih, telah meninggalkan kenangan yang membahagiakan untukku meskipun akhirnya menyakitkan."

Deira beranjak pergi dari sana, ia sudah bertekad akan bangkit pelan-pelan. Kembali menata hati yang hancur berantakan, demi dirinya juga kedua orang tuanya serta orang-orang yang sayang pada dirinya.

Deira kembali mengunjungi tempat-tempat ia bersama dengan Arman. Meskipun singkat tapi itu sangat membekas di memorinya. Ia hanya ingin mengenang kembali masa-masa itu.

Berdiam di taman tempat pertama kali Arman berkata jujur mengenai perasaannya, mengingat kembali hal-hal kecil yang ia lalui ketika bersama dengan Arman.

Tak diketahui oleh Deira, sedari tadi ia diikuti oleh seseorang. Seseorang yang terus mengamati gerak-gerik dan perkataan Deira saat di pemakaman.

Langit yang awalnya cerah berubah menjadi mendung, bahkan udara disekitar taman berubah menjadi lebih dingin daripada sebelumnya. Banyak pengunjung yang lebih memilih pergi dari sana sebelum langit menurunkan hujan.

Rintik air satu persatu jatuh ke bumi, dari yang awalnya kecil semakin deras. Rintik air yang mengguyur tubuh Deira, tubuhnya semakin basah di guyur air hujan. Namun ia tetap enggan untuk  beranjak sekedar meneduhkan diri.

Tak lama ia merasakan seseorang berdiri di samping Deira, meskipun tak berimbas apapun Deira merasakan bahwa orang tersebut berupaya menghalau air hujan semakin deras mengguyur tubuh Deira walaupun hanya dengan jaket.

"Sampai kapan kamu akan terus begini?" Tanya orang tersebut.

Tanpa menoleh pun, Deira sudah mengetahui siapa orang yang kini berdiri dan memayungi dirinya mengenakan jaket.

"Jangan terlalu berusaha!" Kata Deira singkat, ia membenarkan letak tas yang ia gunakan di bahu lalu ia beranjak meninggalkan bangku taman yang ia tempati tadi. Juga meninggalkan orang yang memayungi dirinya.

Deira terus berjalan menjauh, namun langkahnya terhenti saat seseorang menyentak pergelangan tangannya.

"Sampai kapan kamu akan mengikuti aku? Kamu jadi penguntit sekarang?" Tanya Deira dengan nada sinis.

"Badan kamu basah kuyup, mau kemana lagi? Kamu mau sakit!" Ia berkata sembari menarik lengan Deira untuk mengikuti langkah kakinya.

Deira menyentak tangan yang menggenggam lengannya,"Aku sakit ataupun tidak, bukan urusanmu!" Ia membalikkan badan, hendak menghindar."Bisakah kamu tidak menggangu aku, aku hanya ingin sendirian Bang Al-Fath." Kata Deira dengan nada memohon.

Deira tak sanggup melangkahkan kakinya, entah mengapa ia malah jatuh terduduk dengan air mata yang mengalir tanpa seizinnya. Di bawah guyuran hujan, bahu Deira kembali bergetar. Ia mudah sekali menangis akhir-akhir ini, air matanya mudah menetes begitupun perasaannya yang sensitif.

Al-Fath mendekat, ia mensejajarkan diri di depan Deira. Ia melihat, bagaimana mata Deira yang menyorotkan sinar yang penuh luka.

"Sekarang aku harus bagaimana?" Deira mulai berbicara melantur sambil menangis.

"Jika saja dia tidak berkata seperti itu, aku tidak akan merasakan kehilangan seperti ini." Ia menatap Al-Fath nanar.

Al-Fath tetap diam, ia tak mau menjawab perkataan Deira.

Deira memukul dada Al-Fath,"Kamu yang mendorong ku untuk pergi, lalu sekarang kamu meminta aku untuk kembali lagi." Deira tetap memukul Al-Fath, menyalurkan rasa mengganjal di hatinya.

"Maaf," Al-Fath bergumam menanggapi Deira.

"Kamu pikir perasaan ku, bisa kamu permainkan sesukamu?" Ia menatap tajam Al-Fath."Hanya karena aku dulu menyukai kamu, kamu bisa sesuka hatimu seperti ini?"

"Kamu pikir aku tidak sakit hati!" Lanjut Deira.

"Kita pulang!" Al-Fath tidak merespon perkataan Deira, ia meminta Deira untuk pulang bersamanya. Dan juga Al-Fath merasakan suhu tubuh Deira semakin naik, ia rasa Deira demam saat ini.

"Kamj jahat!, Egois!, keras kepala!" Kata Deira setengah berteriak."I hate you so much!" Napas Deira terengah.

"Aku tau," Jawab Al-Fath singkat,"Kamu demam, kita pulang sekarang!"

Deira menyentak tangan Al-Fath, hendak ia kembali melarikan diri. Namun ia merasakan langkahnya berat, dan juga kepalanya sangat sakit seakan ribuan jarum menusuk bersamaan. Akhirnya Deira pingsan, tepat sebelum ia jatuh menyentuh tanah Al-Fath dengan segera menangkap dirinya.

Bersusah payah ia mengangkat Deira yang pingsan menuju mobil, dibawah guyuran hujan yang mulai mereda Al-Fath merasakan Deira memang terserang demam.

***

Keluarga Deira kaget saat mobil Al-Fath memasuki halaman mereka, mereka masih terlihat cemas karena Deira belum juga bisa dihubungi.

Melihat Al-Fath keluar dari mobil dalam keadaan basah kuyup mereka mengernyit keheranan. Al-Fath sendiri berlari ke arah pintu penumpang, ia lalu menggendong Deira yang masih pingsan.

Orang tua Deira terkejut, begitu pun juga dengan Satria. Deira dalam keadaan basah kuyup dan juga pingsan di gendongan Al-Fath.

"Deira demam, tolong segera panggil kan dokter." Ucapnya seraya mengikuti langkah kaki Tasya yang mengarahkan Al-Fath untuk membawa Deira ke kamarnya.

"Kamu ganti baju dulu!" Tasya memberi pakaian ganti milik suaminya pada Al-Fath.

Al-Fath pun berjalan keluar dari kamar Deira, sedangkan Tasya memilih tinggal untuk menggantikan baju dan mengurus putrinya.

"Kamu hutang penjelasan mengenai keadaan Deira saat ini." Ucapnya singkat lalu ia pergi dari depan kamar Deira, saat Al-Fath menutup pintu kamar.

****

Next....

Menuju Ending, maunya gimana nih Deira menerima Al-Fath nggak ya?

The Last Leaf (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang