7.

1.7K 118 1
                                    

Tips & trik

Happy reading!
=====

Brak

"Astaghfirullahal'adzim Zha!" Rapal Alina yang duduk di pojok ruangan, sibuk menyalin sesuatu ke buku tulisnya.

Zhafira mengibaskan tangannya, menyuruh Alina untuk tidak menghiraukan tingkahnya.

"Allisya," ujar Zhafira saat bokongnya mendarat di kursi yang berdampingan dengan kursi Allisya.

Allisya mendengus. Dia hanya melirik Zhafira sekilas, lalu kembali menggeluti bacaannya.

"Allisya! Hey!" Panggil Zhafira geram. "Gue mau cerita."

"Cerita? Tentang Zayn?" Tebak Allisya, mengalihkan atensinya pada Zhafira.

"Iya."

Allisya berdecak malas. "Bosan!" Jawabnya.

"Jangan gitu dong," rengek Zhafira.

"Aduh Zha," desah Allisya. "Gue benar-benar bosan tahu, dengar cerita lo yang isinya Zayn terus. Perasaan dari tahun pertama kita sahabatan cerita lo nggak jauh-jauh dari Zayn," tambahnya.

Zhafira menghela nafasnya berat. Mau bagaimana lagi? Nyatanya cowok itu yang senantiasa menghiasi pikirannya. Zhafira rasanya tidak punya topik lain yang ingin dibicarakan selain Zayn.

"Kali ini dia kenapa lagi?"

Zhafira menggerakkan bokongnya, mencari posisi ternyaman di kursinya untuk memulai ceritanya.

"Gue ditinggal ke sekolah."

"Gitu doang?" Sambar Allisya cepat.

"Enggak se-sederhana yang lo pikirkan Al," sungut Zhafira.

Allisya menatap Zhafira gemas, sembari menahan kepalan tangannya supaya bertahan di atas meja.

"Jadi gini...." ujar Zhafira memulai ocehannya yang sudah di pastikan akan berakhir panjang.

Gadis itu memukul mejanya, sebelum bercerita mengenai usahanya bangun sepagi mungkin, demi berangkat bersama Zayn ke sekolah.

Zhafira benar-benar mengungkapkan tiap detail kejadian yang dia alami, dari menyambangi rumah Zayn tepat jam enam pagi, menunggu Zayn di depan gerbang rumahnya selama dua jam, dan berakhir dengan menelan kekecewaan, karena rupanya Zayn telah berangkat sesaat sebelum dia sampai di kediaman cowok itu.

Semangat Zhafira terlihat begitu jelas di tengah ceritanya yang ekspresif, dan gerakan tubuhnya yang lincah.

Allisya yang menjadi pendengarnya, hanya mampu menghela nafas, sambil sesekali melihat jam di ponselnya, menghitung berapa banyak waktu yang sudah dia sia-siakan demi mendengar ocehan tak penting sahabatnya.

"Rasanya gue pengen ngamuk aja pas tahu usaha gue sia-sia," papar Zhafira, selesai dengan ceritanya.

"Udah?" Tanya Allisya memastikan.

"Udah."

Alhamdulillah, rapal Allisya dalam hati, takut Zhafira mengamuk jika rasa syukurya mengalun memasuki telinga gadis itu.

Critical PointTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang